II. Mengenai ayat kedua (QS. 24:35)
- Imam Suyuti berkata dalam al-Riyad al-Aniqa: Ibn Jubayr dan Ka’b al-Akhbar berkata: “Apa yang dimaksud dengan cahaya (nuurun) kedua (dalam ayat tersebut, penerj.) adalah Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam karena beliau adalah Rasul dan Penjelas dan Penyampai dari Allah apa-apa yang memberi pencerahan dan kejelasan.” Ka’b melanjutkan: “Makna dari ‘Minyaknya hampir-hampir bercahaya’ adalah karena kenabian Nabi akan dapat diketahui orang sekalipun beliau tidak mengatakan bahwa beliau adalah seorang Nabi, sebagaimana minyak itu juga akan mengeluarkan cahaya tanpa tersentuh api.”
- Ibn Katsir mengomentari ayat ini dalam Tafsir-nya dengan mengutip suatu laporan via Ibn ‘Atiyya dimana Ka’b al-Ahbar menjelaskan firman-firman Allah: “…yakadu zaytuha yudhi-u wa law lam tamsashu nar…”, sebagai bermakna: “Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam sudah hampir jelas sebagai seorang Nabi bagi orang-orang, sekalipun beliau tidak mengumumkannya.”
- Qadi ‘Iyad berkata dalam al-Syifa’ (edisi English p. 135): Niftawayh berkata berkaitan dengan kata-kata Allah: “…minyaknya hampir-hampir bercahaya sekalipun api tidak menyentuhnya…” (24:35): “Ini adalah perumpamaan yang Allah berikan berkaitan dengan Nabi-Nya. Ia berkata bahwa makna ayat ini adalah bahwa wajah ini (wajah Rasulullah SAW, pen.) telah hampir menunjukkan kenabiannya bahkan sebelum beliau menerima wahyu Quran, sebagaimana Ibn Rawaha berkata:
Bahkan jika seandainya tidak ada tanda-tanda nyata di antara kami, wajahnya telah bercerita padamu akan berita-berita.”
- Di antara mereka yang berkata bahwa makna “matsalu nuurihi” — perumpamaan Cahaya-Nya — adalah Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah: Ibn Jarir at-Tabari dalam Tafsir-nya (18:95), Qadi ‘Iyad dalam al-Syifa’, al-Baghawi dalam Ma’alim al-Tanzil (5:63) dalam catatan al-Khazin, dari Sa’id ibn Hubayr dan ad-Dahhak, al-Khazin dalam Tafsir-nya (5:63), Suyuti dalam ad-Durr al-Mantsur (5:49), Zarqani dalam Syarah al-Mawahib (3:171), al-Khafaji dalam Nasim ar-Riyad (1:110, 2:449).
- al-Nisaburi dalam Ghara’ib al-Quran (18:93) berkata: “Nabi adalah suatu cahaya (Nuurun) dan suatu lampu yang memancarkan cahaya.”
- al-Qari dalam Syarah al-Shifa’ berkata: “Makna yang paling jelas adalah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud dengan cahaya (Nuur) adalah Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam.”
III. Mengenai ayat ketiga (QS. 33: 45-46)
- Qadi al-Baydawi berkata dalam Tafsir-nya: “Itu adalah matahari berdasarkan firman-Nya: “Telah Kami jadikan matahari sebagai suatu lampu”; atau, itu mungkin berarti suatu lampu”.
- Ibn Kathir menyatakan dalam Tafsirnya: “Firman-Nya: ‘…dan suatu lampu yang bersinar’, adalah: statusmu (Wahai Nabi, penj) nampak dalam kebenaran yang telah kau bawa sebagaimana matahari nampak saat terbitnya dan bercahaya, yang tak bisa disangkal siapa pun kecuali yang keras-kepala.”
- Raghib al-Asfahani dalam al-Mufradat (1:147) berkata: “kata itu (lampu) digunakan untuk segala sesuatu yang mencahayai.”
- al-Zarqani dalam Syarah al-Mawahib (3:171) berkata: “Beliau dinamai Lampu karena dari satu lampu muncul
banyak lampu, dan cahayanya tidak berkurang.”
- `Abd Allah ibn Rawaha al-Ansari cucu dari penyair Imru’ al-Qays berkata tentang Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam:
law lam takun fihi ayatun mubina lakana manzaruhu yunabbi’uka bi al-khabari
“Bahkan seandainya, tidak ada ayat (tanda) berkenaan dengan ia (SAW), yang nyata dan jelas sungguh memandangnya saja sudah bercerita padamu akan khabar/berita”
Ibn Hajar meriwayatkannya dalam al-Isaba (2:299) dan berkata: “Ini adalah syair terindah dengan mana Nabi pernah dipuji.”
Ibn Sayyid al-Nas berkata tentang Ibn Rawaha ini dalam Minah al-Madh (hlm.. 166):
“Ia terbunuh sebagai syahid di perang Mu’ta pada 8 JumadilAwwal sebelum Fathu Makkah (Penaklukan Makkah). Di hari itu ia adalah salah satu dari komandan. Ia adalah salah seorang dari penyair yang berbuat kebaikan dan biasa menangkis segala bahaya yang menyerang Rasulullah. Adalah berkenaan dengan dia dan dua temannya Hassan (ibn Tsabit) dan Ka’b (ibn Zuhayr) yang disinggung dalam ayat “Kecuali mereka yang beriman dan berbuat kebajikan dan bedzikir pada Allah sebanyak-banyaknya.” (As-Syu’ara 26:227).”
- Dan sebagai atribut dari Allah adalah Dzu al-Nur
yang berarti Sang Pencipta cahaya, dan Penerang langit dan bumi dengan cahaya-cahaya-Nya, juga sebagai Penerang qalbu orang2 mukmin dengan petunjuk/hidayah. Imam Nawawi berkata Syarah Sahih Muslim, dalam komentarnya atas doa Nabi yang dimulai dengan: “Ya Allah, Engkaulah Cahaya Langit dan bumi dan milik-Mu lah segala puji…” (Kitab Salat al-Musafirin #199):
“Para ulama berkata bahwa makna “Engkau adalah cahaya langit dan bumi” adalah: Engkaulah Dzat Yang menyinari mereka (langit dan bumi) dan Pencipta cahaya mereka. Abu ‘Ubayda berkata: “Maknanya adalah bahwa dengan cahaya-Mu penduduk langit dan bumi memperoleh hidayah.”
al-Khattabi berkata dalam komentarnya atas nama Allah an-Nur: “Itu berarti Ia yang dengan cahaya-Nya yang buta dapat melihat, dan yang tersesat dapat terbimbing, di mana Allah adalah cahaya langit dan bumi, dan adalah mungkin bahwa makna al-Nur adalah: Dzu al-Nur, dan adalah tidak benar bahwa al-Nur adalah atribut dari Zat Allah, karena itu hanyalah atribut dari aksi (sifatu fi’li), yaitu: Ia adalah Pencipta dari cahaya.” Yang lain berkata: “Makna cahaya langit dan bumi adalah: Sang Pengatur matahari dan bulan dan bintang-bintang mereka (langit dan bumi).”"
Penutup
“Kebenaran adalah dari Tuhanmu, dan janganlah kau termasuk mereka yang ragu” (kutipan maknawi dari Quran).
Sumber: Tulisan Maulana Shaykh Hisham Muhammad Kabbani dan Shaykh Dr. G.F. Haddad
alhamdulillahirobbil'aalamiin
KONSEP NUR MUHAMMAD II
Label:
religare
Tidak ada komentar:
Posting Komentar