بسم الله الرحمن الرحيم
Jadilah Qori' Dalam Maqom Mustami'
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan wahyu dengan perantara Jibril, dengan menjadikannya rujukan untuk semua masaail, kesempurnaannya terlihat dari ragam nama yang meliputi keumuman dan kekhususan ma'na dalam tafdhil, ayat-ayatnya menjadi hujjah dan saksi dari setiap perbuatan bagi umat terdahulu atau yang bakal datang dengan tafshil.
Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam sebagai jembatan yang dapat mengantarkan amal kita kepada Robbul Bariyyah, yang tanpanya segala amal kita dapat tertrima atau tertolak dalam ibadah, tidaklah orang akan merasa bosan dan jenuh mengucapkannya jika telah memahami hikmah dibalik janji penuh arti di bawah bendera Muhammadiyah, semoga kepada ahlul bait dan dzuriyyah Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk tabligh dalam da'wah yang slalu menetapi amanah.
Saudaraku yang dirahmati Allah, alquran dengan literatur bahasa yang tinggi dan sempurna telah melengkapi keindahannya, bukan saja berhenti disitu tapi juga bagi seluruh ummat Muhammad SAW diperintahkan untuk memperindah ayat-ayatnya dengan lantunan suara, sebagai mana Sabda Rosulullah shallallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam:
زينوا القرآن باصواتكم
"perindahlah alquran dengan suaramu" ini merupakan perintah bagi kita yang hendak membaca alquran, agar supaya bacaan itu tidak membuat orang yang mendengar bosan dan meninggalkannya dan juga sebagai adab kita pada Pemilik firman.
Namun yang perlu dikaji ulang dalam masalah ini, adalah kenyataan yang lari dari maksud dan petunjuk shohibu syar'i, betapa telah banyak kita melihat orang yang tertipu dengan bacaannya di dalam shalat, dia melantunkan ayat suci dan do'a tapi tertutup hatinya dari memahami hakikat dzat yang telah menurunkan ayat yang memuat sifat-sifat dan af'al-Nya, lalu bagaimana khusyu dapat menuntun shalat kita apabila di dalam sifat dan af'al-Nya kita tidak temukan Dzat yang disifati dengan keagungan penuh kesempurnaan?
Saudaraku, nyata sudah bagi kita selama ini lebih memperhatikan pentingnya menetapi makhooriju al-hurf (tempat keluarnya huruf) untuk stiap bacaan lafadz dalam ayat, inilah perangkap syaitan yang halus, kita dibuatnya sibuk untuk teliti mengoreksi stiap bacaan, dan hanya mampu menikmati indahnya ayat yang terlantun mengikuti sighot (susunan kalimat) dalam ayat yang serasi.
Di dalam kitab Ihya Uluumi al-dien Imam Ghazali –rahimahullah- menjabarkan betapa seorang pembaca ayat suci dalam shalatnya tidak akan pernah sampai pada khusyu kecuali bagi siapa yang dapat mengagungkan Dzat yang berfirman, dan termasuk unsur yang sangat berperan dalam memahami keagungan Al-mutakallim (Allah) yaitu memahami stiap ayat dengan sesuatu yang layak untuk kita sandarkan pada murood al-kalimat (ma'na yang dikehendaki) sebab alquran mencakup atas penyebutan sifat dan af'al-Nya, perintah dan teguran, syorga dan neraka, yang keagungan ilmu alquran itu ada dalam asma dan sifat-Nya, karena itu sering masyarakat awam (umum) tidak dapat memahami adany keagungan kecuali dengan sesuatu yang mencocoki pemahamannya sendiri.
Saudaraku, ketika engkau membaca af'al Allah dalam sebuah firman, hendaklah engkau hubungkan dengan keagungan dibalik sifat Allah azza wa jalla, karena al-fi'lu (perbuatan) menunjukkan atas al-faa'ilu (Dzat yang berbuat) dan adanya keagungan pasti menghendaki sang pemiliknya, maka sudah semestinya musyaahadah (persaksian) di dalam perbuatan haruslah pada dzat yang berbuat (berkehendak), dan barang siapa telah sampai dalam musyahadah ini (mengetahui Al-haqqu) maka dia lazim menyaksikan-Nya (Allah) dalam segala sesuatu, karena hakekat segala sesuatu baik yang ada dibumi atau langit serta dalam keduanya adalah bersumber dari Allah, dengan kehendak Allah, dan akan kembali pada Allah, kepunyaan Allah, dan karena Allah, dan bagi sesiapa yang tidak menyaksikan Allah pada setiap apa yang ia lihat berarti dia seperti orang yang tidak mengenal Allah.
Bagi orang yang telah mengenal sifat dan af'al-Nya, dia akan melihat bahwa selain Allah adalah bathil (binasa) dan hakekat segala sesuatu itu binasa kecuali Dzat-Nya, bukan mengandung pengertia akan binasa bahkan sekarangpun kita adalah binasa, inilah musyahadah atas ma'rifatullah (mengenal Allah) dari sisi Dia sebagai Rabbul 'Izzah, namun bila mengambil 'ibroh (pelajaran) dari sisi wujud adanya alam karena hasil ciptaan dalam ketentuan dan kehendak-Nya, maka dari sudut pandang ini alam dan seisinya menjadi sesuatu yang tetap keberadaannya, adapun dari sudut pandang yang bebas tanpa ikatan, wujudnya alam ini adalah binasa (fanaa) sebagaimana firman Allah:
كل من عليها فان (الرحمن:26)
"Semua yang ada di muka bumi adalah binasa"
Dan juga firman-Nya:
ويبقى وجه ربك ذو الجلال والإكرام (الرحمن: 27)
"Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.".
Saudaraku, inilah permulaan dari terbukanya ilmu mukasyafah bagi hamba yang dikehendaki Allah, dan barang siapa tidak mempunyai bagian dari ilmu ini walau pada derajat yang serendah rendahnya, maka disangsikan masuk dalam khitob (objek) ayat Allah:
و منهم من يستمع إليك حتى إذا خرجوا من عندك قالوا للذين أوتوا العلم ماذا قال انفا أولئك الذين طبع الله على قلوبهم واتبعوا اهواءهم (محمد: 16)
"Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan : "Apakah yang dikatakannya tadi?" Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka."
أولئك الذين طبع الله على قلوبهم و سمعهم و أبصارهم وأولئك هم الغافلون (النحل: 108)
"Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah, dan mereka itulah orang-orang yang lalai."
Diriwayatkan dari Imam Ja'far Sodiq –radiyallahu 'anhu- ia berkata: Demi Allah, sungguh telah nyata (bertajalli) Allah SWT pada hamba di dalam firman-Nya, tapi merka tidak mengetahui. Sebagaimana diriwayatkan dalam quwatul quluub beliau berkata, ketika beliau ditanya tentang keadaan yang membuatnya tersungkur menangis dalam shalat, beliau menjawab: "saya masih slalu mengulangi ayat yang kubaca di dalam hatiku sehingga aku mendengarkan ayat itu langsung dari al-mutakallimu (Allah yang berfirman) dengan ayat, dan tubuhku tidak sanggup lagi berdiri karena melihat qudroh-Nya.
Saudaraku, inilah maqom taroqqii (naiknya pemahaman pada apa yang didengar) walau secara dzohir kita yang melafadzkan firman Allah tapi penghayatan kita pada Sang Mutakallim yaitu Allah.
Setidaknya kita sebagai Musholli (orang yang shalat) menempati salah satu dari derajat taroqqii ini:
1. Menjadikan diri kita seolah olah berdiri membaca ayat dihadapan-Nya, dan menghadap serta mendengarkan firman dari Allah, maka dengan keadaan ini akan lahir sikap memohon, mengiba, merendahkan diri, dan khusyu dalam doa.
2. Menyaksikan dengan hati seolah-olah Allah sedang mengajak berbicara dengan kelembutan di dalam kalam-Nya, dan membisikan kepada kita akan ni'mat dan karunia di dalam kebaikan-Nya, maka dengan keadaan ini akan lahir sikap malu, ta'dzim, mendengarkan dengan perhatian penuh atas firman dan memahaminya dengan penuh keagungan.
3. Menyaksikan di dalam kalaam (firman Allah) dengan keberadaan mutakallim yaitu Allah swt, dan melihat pada kaliimat dengan agungnya sifat, dan hendaklah tidak melihat pada diri sendiri, bukan juga pada bacaannya, dan tidak mempersaksikan ni'mat seolah ia adalah ahlinya (yang diberi ni'mat) tapi saksikanlah keterbatasan kita dalam berharap pada-Nya, memusatkan kosentrasi hanya pada Allah dan tenggelam dalam musyahadah dengan Allah, inilah derajat al-muqorrobuun (orang-orang yang dekat dengan Allah) dan dua derajat yang tersebut sebelumnya adalah derajat ashaabul yamien (orang-orang yang mendapat keberkahan), adapun keadaan yang keluar dari tiga derjat di atas adalah derajatnya ghoofiliin (orang-orang yang lalai).
Sungguh malangnya diri ini bila selalu lalai dari apa yang kita baca, bukankah itu firman dari kalaamullah? Yang kita semua bermunajat dengannya? Lalu kenapa kita sering tidak menyadari bacaan yang bermuara pada permohonan, do'a, harapan kepada Dzat Yang Berfirman???
Kesimpulan: sebagai qori' dalam maqom mustami' dan taroqqii hendaklah kita tetap rendah diri, tidak mepersaksikan baik pada diri akan kedekatan kita pada Allah, karena barang siapa mempersaksikan diri tentang kedekatannya dengan Allah padahal ia jauh, ia akan terpedaya tipuan syaitan dengan perasaan aman dan itu akan menyeretnya pada kedudukan yang lebih jauh lagi dalam kehinaan, namun barang siapa mempersaksikan diri dengan kejauhannya pada Allah sedangkan dia mendekatkan diri, maka hatinya akan dilembutkan dengan perasaan takut pada Allah, dan keadaan ini akan membawanya naik kepada derajat yang lebih tinggi dan sempurna.
Sadarlah, artikel ini tidak akan memberikan perubahan yang positif bagi pembaca bila ia tidak menghendaki musyahadah langsung dengan penuh mujahadah dalam khusyu beribadah, maka nasehat saya untuk diri sendiri dan saudara agar tidak mencukupkan diri dengan mebaca tapi mari kita mencoba. Wallahu a'lam bishawab
Sabtu, 06 Agustus 2011
DOKTRIN GANAS SALAFI WAHABI
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, "Al-Hajran: mashdar dari kata Hajara yang secara bahasa berarti taraka (meninggalkan). Dan yang dimaksud dengan meninggalkan atau menghajr ahli bid'ah adalah menjauhi mereka, tidak mencintai, tidak berloyal kepada mereka, tidak mengucapkan salam, tidak mengunjungi atau menengok mereka, dan perbuatan yang semisal itu. Menghajr ahli bid'ah adalah wajib berdasarkan firman Allah,
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya" (QS. Al-Mujadilah: 22). (Lihat Ensiklopedia Bid'ah, hal. 123).
Fatwa seperti ini sungguh menyesatkan, karena:
a) Orang-orang yang mereka tuduh sebagai ahli bid'ah adalah umat Islam yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
b) Amalan-amalan yang dilakukan para tertuduh yang mereka vonis sebagai bid'ah, adalah amalan yang tidak ada larangannya di dalam agama, sehingga tidak bisa dihukumi sebagai bid'ah sesat. Bahkan para ulama telah membahas hukum kebolehannya dengan gamblang berdasarkan dalil-dalil serta kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya.
c) Ayat di atas bukan berisi perintah untuk menjauhi ahli bid'ah, tetapi hanya menyampaikan berita tentang orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat yang tidak akan berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.
d) Ayat di atas tidak menjelaskan bahwa maksud dari "Orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya" adalah orang-orang Islam yang dituduh oleh kaum Salafi & Wahabi sebagai ahli bid'ah.
e) Ayat tersebut juga tidak menjelaskan bahwa melakukan amalan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tawassul kepada para wali, tahlilan, ziarah kubur shalihin, dan lain sebagainya adalah merupakan perilaku "memusuhi Allah dan Rasul-Nya".
Bila dalil yang dijadikan dasar ternyata tidak berhubungan konteksnya dengan fatwa tentang kewajiban menghajr, meninggalkan, menjauhi, dan tidak mencintai orang-orang yang dituduh sebagai ahli bid'ah, mengapakah kaum Salafi & Wahabi seperti al-Utsaimin dan al-Fauzan ini begitu berani meyakinkan orang untuk membenci saudaranya bahkan keluarganya sendiri tanpa alasan yang jelas? Bukankah ini bisa dikatakan sebagai upaya memecah belah persatuan umat Islam?!!
Lebih buruknya lagi, sudah diracuni dengan fatwa tentang "kewajiban menjauhi ahli bid'ah" yang tidak jelas alasan dan sasarannya, para pengikut Salafi & Wahabi juga diracuni dengan sikap antipati terhadap kebaikan dan kebenaran apapun yang datang dari orang yang dituduh sebagai ahli bid'ah itu. Perhatikan pula fatwa al-Utsaimin berikut ini:
Termasuk dalam kategori hajr ahli bid'ah adalah tidak membaca buku-bukunya karena khawatir terkena fitnahnya, atau tidak mempromosikannya kepada khalayak. Karena menjauhkan diri dari tempat-tempat kesesatan adalah wajib, berdasarkan sabda Nabi Saw. tentang Dajjal,
مَنْ سَمِعَ بِهِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَاللهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيْهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يَبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ (رواه أبو داود وأحمد)
"Barangsiapa mendengar tentangnya (dajjal) maka hendaklah dia menjauh darinya, maka demi Allah, sesungguhnya seorang akan didatangi dajjal, dan dia mengira bahwa dajjal itu seorang mu'min, lalu orang tersebut mengikutinya karena syubhat-syubhat yang ia tebarkan" (HR. Abu Dawud & Ahmad). (Ensiklopedia Bid'ah, hal. 123).
Bisa dibayangkan, jika seseorang terkena pengaruh paham Salafi & Wahabi, lalu diracuni oleh fatwa yang menyesatkan seperti di atas, di mana orang-orang Islam yang melakukan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tawassul, ziarah kubur para wali, tahlilan, dan lain sebagainya dituduh sebagai ahli bid'ah yang harus dijauhi karena dianggap sama bahayanya dengan Dajjal, lalu ia juga harus mencampakkan segala macam penjelasan tentang dalil atau kebaikan dari para tertuduh ahli bid'ah tersebut baik berupa buku-buku bacaan maupun penyampaian lisan tanpa peduli tentang kebenaran yang ada di dalamnya, maka pastilah orang yang terpengaruh paham Salafi & Wahabi itu akan menjadi seperti "Kerbau yang dicocok hidung" atau "Kuda delman berkacamata".
Betapa jahatnya doktrin Salafi & Wahabi ini; tidak cukup dengan hanya membuat orang menjadi sombong karena menganggap diri benar dan yang lain salah, bahkan juga menutup setiap peluang orang itu untuk menyadari kesombongannya. Adakah yang lebih buruk dari keadaan seseorang yang merasa benar dalam melakukan kesombongan, dan merasa beramal shaleh dalam melakukan dosa??!
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya" (QS. Al-Mujadilah: 22). (Lihat Ensiklopedia Bid'ah, hal. 123).
Fatwa seperti ini sungguh menyesatkan, karena:
a) Orang-orang yang mereka tuduh sebagai ahli bid'ah adalah umat Islam yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
b) Amalan-amalan yang dilakukan para tertuduh yang mereka vonis sebagai bid'ah, adalah amalan yang tidak ada larangannya di dalam agama, sehingga tidak bisa dihukumi sebagai bid'ah sesat. Bahkan para ulama telah membahas hukum kebolehannya dengan gamblang berdasarkan dalil-dalil serta kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya.
c) Ayat di atas bukan berisi perintah untuk menjauhi ahli bid'ah, tetapi hanya menyampaikan berita tentang orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat yang tidak akan berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.
d) Ayat di atas tidak menjelaskan bahwa maksud dari "Orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya" adalah orang-orang Islam yang dituduh oleh kaum Salafi & Wahabi sebagai ahli bid'ah.
e) Ayat tersebut juga tidak menjelaskan bahwa melakukan amalan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tawassul kepada para wali, tahlilan, ziarah kubur shalihin, dan lain sebagainya adalah merupakan perilaku "memusuhi Allah dan Rasul-Nya".
Bila dalil yang dijadikan dasar ternyata tidak berhubungan konteksnya dengan fatwa tentang kewajiban menghajr, meninggalkan, menjauhi, dan tidak mencintai orang-orang yang dituduh sebagai ahli bid'ah, mengapakah kaum Salafi & Wahabi seperti al-Utsaimin dan al-Fauzan ini begitu berani meyakinkan orang untuk membenci saudaranya bahkan keluarganya sendiri tanpa alasan yang jelas? Bukankah ini bisa dikatakan sebagai upaya memecah belah persatuan umat Islam?!!
Lebih buruknya lagi, sudah diracuni dengan fatwa tentang "kewajiban menjauhi ahli bid'ah" yang tidak jelas alasan dan sasarannya, para pengikut Salafi & Wahabi juga diracuni dengan sikap antipati terhadap kebaikan dan kebenaran apapun yang datang dari orang yang dituduh sebagai ahli bid'ah itu. Perhatikan pula fatwa al-Utsaimin berikut ini:
Termasuk dalam kategori hajr ahli bid'ah adalah tidak membaca buku-bukunya karena khawatir terkena fitnahnya, atau tidak mempromosikannya kepada khalayak. Karena menjauhkan diri dari tempat-tempat kesesatan adalah wajib, berdasarkan sabda Nabi Saw. tentang Dajjal,
مَنْ سَمِعَ بِهِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَاللهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيْهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يَبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ (رواه أبو داود وأحمد)
"Barangsiapa mendengar tentangnya (dajjal) maka hendaklah dia menjauh darinya, maka demi Allah, sesungguhnya seorang akan didatangi dajjal, dan dia mengira bahwa dajjal itu seorang mu'min, lalu orang tersebut mengikutinya karena syubhat-syubhat yang ia tebarkan" (HR. Abu Dawud & Ahmad). (Ensiklopedia Bid'ah, hal. 123).
Bisa dibayangkan, jika seseorang terkena pengaruh paham Salafi & Wahabi, lalu diracuni oleh fatwa yang menyesatkan seperti di atas, di mana orang-orang Islam yang melakukan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tawassul, ziarah kubur para wali, tahlilan, dan lain sebagainya dituduh sebagai ahli bid'ah yang harus dijauhi karena dianggap sama bahayanya dengan Dajjal, lalu ia juga harus mencampakkan segala macam penjelasan tentang dalil atau kebaikan dari para tertuduh ahli bid'ah tersebut baik berupa buku-buku bacaan maupun penyampaian lisan tanpa peduli tentang kebenaran yang ada di dalamnya, maka pastilah orang yang terpengaruh paham Salafi & Wahabi itu akan menjadi seperti "Kerbau yang dicocok hidung" atau "Kuda delman berkacamata".
Betapa jahatnya doktrin Salafi & Wahabi ini; tidak cukup dengan hanya membuat orang menjadi sombong karena menganggap diri benar dan yang lain salah, bahkan juga menutup setiap peluang orang itu untuk menyadari kesombongannya. Adakah yang lebih buruk dari keadaan seseorang yang merasa benar dalam melakukan kesombongan, dan merasa beramal shaleh dalam melakukan dosa??!
Jumat, 05 Agustus 2011
DUNIA DZAKAR
Ketika hati tak
terkendali
Tubuh merangkak
mencari mangsa
Berteriak, menorehkan nafsu
Mengepakkan sayap demi memperoleh
senyum senyap
Dalam angkara, tak tahu itu laknat
Tubuh berpoles tanpa selembar iman
Karena hati dan pikir terperangah dunia yang penuh nyaman
Nafsu menebar, mata
tak terkendali, untuk memperoleh madali “SYAHWAT”
Ketika dzakar mengembang Dunia gelap kelam
Tak tahu arti hidup dan kehidupan
Juga, tak pernah tahu hakekat batas kehidupan
Lupa langit dan bumi
Karena hati tak lagi bercahaya
Yang ada hanya
belantara
Promosi makanan,
elektronek dan krucak-krucuknya Hanya sebatas
penampakan dari
dzakar yang terus
melalang
Birahi sudah bak
cambah
Tak mengenal batas
Yang ada hanya
retas-retas menuju puas
Penyakit menebar
Akibat tak pernah
tahu, tempat
menambatkan dzakar.
Hanya Iman pencari kebenaran yang mampu menostalgiakan dzakar pada ladang yang sebenarnya.
terkendali
Tubuh merangkak
mencari mangsa
Berteriak, menorehkan nafsu
Mengepakkan sayap demi memperoleh
senyum senyap
Dalam angkara, tak tahu itu laknat
Tubuh berpoles tanpa selembar iman
Karena hati dan pikir terperangah dunia yang penuh nyaman
Nafsu menebar, mata
tak terkendali, untuk memperoleh madali “SYAHWAT”
Ketika dzakar mengembang Dunia gelap kelam
Tak tahu arti hidup dan kehidupan
Juga, tak pernah tahu hakekat batas kehidupan
Lupa langit dan bumi
Karena hati tak lagi bercahaya
Yang ada hanya
belantara
Promosi makanan,
elektronek dan krucak-krucuknya Hanya sebatas
penampakan dari
dzakar yang terus
melalang
Birahi sudah bak
cambah
Tak mengenal batas
Yang ada hanya
retas-retas menuju puas
Penyakit menebar
Akibat tak pernah
tahu, tempat
menambatkan dzakar.
Hanya Iman pencari kebenaran yang mampu menostalgiakan dzakar pada ladang yang sebenarnya.
Label:
halimi zuhdy
Meredam Rasa Tersinggung
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya amal kita. Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan.
Jika kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan lainnya. Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu keharusan.
Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, saleh, tampan, dan merasa sukses. Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri. Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan membuat kita makin tersinggung. Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan.
Pertama, belajar melupakan. Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita ustadz lupakan keustadzan kita.
Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini amanah agar kita tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali ilmu yang dipercikkan oleh Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik titipan Allah. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Allah amanahkan. Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati.
Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat. Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa menyikapinya dengan tepat.
Kita akan merugi apabila salah menyikapi kejadian, dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji′uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah: 155-157).
Ketiga, kita harus berempati. Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah seseorang yang tengah menuntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang Gajah tersebut. Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari". Kontan ia dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah. Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah tersinggung, cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri.
Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mengamalkan sifat mulia. Yaitu, memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan.
Jika tidak ingin mudah tersinggung, cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan. Jadikan penghinaan orang l...ain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mengamalkan sifat mulia. Yaitu, memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan.
Mustahil semua orang akan menyukai kita walau kita berbuat baik semaksimal mungkin. Tak usah aneh dan kecewa, terus saja berbuat yang terbaik, karena itulah yang kembali kepada kita
Wallahu a′lam bish-shawab.
Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya amal kita. Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan.
Jika kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan lainnya. Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu keharusan.
Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, saleh, tampan, dan merasa sukses. Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri. Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan membuat kita makin tersinggung. Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan.
Pertama, belajar melupakan. Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita ustadz lupakan keustadzan kita.
Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini amanah agar kita tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali ilmu yang dipercikkan oleh Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik titipan Allah. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Allah amanahkan. Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati.
Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat. Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa menyikapinya dengan tepat.
Kita akan merugi apabila salah menyikapi kejadian, dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji′uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah: 155-157).
Ketiga, kita harus berempati. Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah seseorang yang tengah menuntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang Gajah tersebut. Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari". Kontan ia dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah. Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah tersinggung, cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri.
Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mengamalkan sifat mulia. Yaitu, memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan.
Jika tidak ingin mudah tersinggung, cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan. Jadikan penghinaan orang l...ain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mengamalkan sifat mulia. Yaitu, memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan.
Mustahil semua orang akan menyukai kita walau kita berbuat baik semaksimal mungkin. Tak usah aneh dan kecewa, terus saja berbuat yang terbaik, karena itulah yang kembali kepada kita
Wallahu a′lam bish-shawab.
KLAIM SEMUA AGAMA SAMA
Wacana tentang pluralisme agama terus bergulir di Indonesia. Wacana ini dikait-kaitkan dengan soal “kerukunan antar-umat beragama”. Seolah-olah, dengan dianutnya paham itu oleh umat beragama, maka kerukunan antar umat beragama akan terwujud.
Saya sangat tidak sependapat bahwa membangun kerukunan antar umat beragama harus menuju keseragaman (uniformity) atau menyeragamkan segala perbedaan dan keberagaman agama.Pluralisme adalah paham semua agama sama. Kita dituntut merelatifkan kebenaran agama kita. Ini sebuah kekafiran…..bagi saya.
Gagasan pluralisme sulit menjawab pertanyaan yang sangat krusial, yaitu apakah benar-benar mampu memberikan solusi yang ramah terhadap konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para penggagas dan penganjurnya? Atau malah menjadi problem baru dalam fenomena pluralitas keagamaan?
Klaim Pluralisme Agama menyesatkan
Setidaknya ada tiga macam cara memandang klaim kebenaran, yaitu eksklusivisme, inklusivisme, dan pluralisme.
Eksklusivisme adalah kebenaran absolut hanya dimiliki agama tertentu secara eksklusif. Tidak memberikan alternatif lain, tidak memberikan konsesi sedikitpun, dan tidak mengenal kompromi.
Klaim ini direpresentasikan oleh agama-agama semitik: Yudaisme, Kristen, dan Islam, yang ditopang dengan konsep yuridis tentang keselamatan. Yudaisme mempunyai doktrin the chosen people (masyarakat terpilih). Kebenaran, keshalihan, dan keselamatan hanya berdasar atas etnisitas yang sempit, yaitu bangsa Yahudi. Katolik punya doktrin extra ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) dan Protestan dengan doktrin outside Christianity, no salvation (di luar Kristen tidak ada keselamatan). Sementara Islam dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa inna ad-diena ‘inda Allahi al-Islam (sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam).
Klaim Inklusivisme lebih longgar. Hanya salah satu agama saja yang benar, tapi juga mencoba mengakomodasi konsep yuridis keselamatan untuk mencakup pengikut agama lain. Bukan karena agama mereka benar, tapi justru karena limpahan berkah dan rahmat dari kebenaran absolut yang ia miliki.
Teologi inklusif hanya muncul di lingkungan Kristen dalam waktu belakangan. Ini merupakan respons terhadap teologi pluralis yang mulai merebak pada pertengahan kedua abad ke-20, dan di sisi lain menganggap klaim eksklusif sudah ketinggalan zaman.
Ada interpretasi baru yang dianggap lebih segar. Konsep penebusan dosa yang dilakukan Yesus Kristus meliputi seluruh dosa warisan anak Adam. Semua ummat manusia terbuka untuk ampunan Tuhan, meskipun mereka pengikut agama lain. Teologi ini kemudian diadopsi secara resmi dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Tapi klaim kebenaran model ini tidak konsisten. Jika keselamatan dapat dicapai tanpa adanya koneksi apapun dengan gereja dan doktrin Kristen, apa artinya bersikeras memberikan label Kristen? Kenapa berbagai praktik Kristenisasi masih terus dilakukan? Atau inklusivisme hanyalah slogan kosong dengan maksud tertentu?
Di lingkungan Islam, sebetulnya juga ada upaya serupa. Di Indonesia pada awal tahun 1990-an muncul jargon “Islam inklusif”. Namun setelah diteliti secara seksama, kandungan pemikiran yang mereka maksudkan ternyata serupa dengan model pluralisme seperti di bawah ini.
Pluralisme yang Berbahaya
Pluralisme muncul dan berkembang dalam setting sosial-politik humanisme sekuler Barat yang bermuara pada lahirnya tatanan demokrasi liberal. Salah satu konstituen utamanya adalah pluralisme agama (yang oleh sebagian sosiolog diidentifikasi sebagai civil religion).
Pluralisme ingin tampil sebagai klaim kebenaran yang humanis, ramah, santun, toleran, cerdas, mencerahkan, demokratis, dan promising. Hal ini antara lain dikatakan oleh tokoh pluralis yang paling bertanggung jawab, John Hick.
Semua agama, yang teistik maupun non-teistik, dapat dianggap sebagai ruang atau jalan yang bisa memberi keselamatan, kebebasan, dan pencerahan. Semuanya valid, karena pada dasarnya semuanya merupakan respons otentik yang beragam terhadap the Real (hakikat ketuhanan) yang sama.
Dalam kenyataannya, klaim itu menjadi klaim ‘kebenaran relatif’ yang absolut. Tidak saja ingin merelatifkan klaim kebenaran agama yang ada—sehingga semua agama secara relatif sama—tapi juga sebetulnya ingin mengungguli klaim-klaim tersebut. Hanya klaim pluralisme saja yang mutlak benar.
Dengan merelatifkan klaim-klaim kebenaran yang ada berarti secara implisit—dan ini jarang disadari oleh kaum pluralis—telah menafikan, atau minimal mendegradasikan, kebenaran hakiki klaim-klaim tersebut.
Pluralisme juga telah bertindak sebagai wasit sepakbola yang mengontrol dan menjaga ketertiban jalannya permainan, termasuk mengeluarkan kartu merah.
Klaim pluralisme membawa implikasi yang berbahaya bagi manusia. Baik itu menyangkut isu-isu yang bersifat teoretis, epistemologis, dan metodologis, sebagian bersifat ideologis dan teologis, dan sebagian lagi berhubungan dengan isu yang lebih praktis, yaitu HAM (hak-hak asasi manusia) –khususnya kebebasan beragama.
Gagasan pluralisme sulit menjawab pertanyaan yang sangat krusial, yaitu apakah benar-benar mampu memberikan solusi yang ramah terhadap konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para penggagas dan penganjurnya? Atau malah menjadi problem baru dalam fenomena pluralitas keagamaan?
Tidak Bisa Dipertahankan Lagi
Istilah pluralisme agama selama ini difahami dan didesain dalam bingkai sekuler, liberal, dan logika Barat yang menampik hal-hal yang berbau metafisis. Ini adalah akar dari semua masalah. Agama dianggap sebagai respons manusia, atau sering pula disebut sebagai pengalaman keagamaan. Kemungkinan datangnya agama dari Tuhan atau Dzat yang Maha Agung dinafikan mentah-mentah.
Tokoh seperti Joachim Wach, seorang ahli perbandingan agama kontemporer, bahkan mendefinisikan konsep pengalaman keagamaan sebagai agama itu sendiri. Lahirlah kesimpulan akan persamaan semua agama secara penuh tanpa ada yang lebih benar daripada yang lain. Sebuah kesimpulan yang justru menyulitkan para penggagas dan penganjurnya, terutama yang beragama Kristen, karena muncul pertanyaan: apakah Kristen sama persis dengan agama-agama primitif dan paganis (penyembah berhala) yang kanibalistik?
Klaim ini juga mengerangkeng agama sehingga hanya boleh beroperasi di wilayah yang sangat sempit dan privat–yakni hubungan manusia dengan Tuhannya. Muncul pertanyaan lagi, apakah hubungan pribadi dengan sesuatu yang sakral dan metafisikal ini mempengaruhi dan membentuk perilaku manusia, baik dalam kehidupan individual maupun sosial, atau tidak?
Kajian-kajian modern yang dilakukan para ahli menguatkan adanya pengaruh tersebut. Joachim Wach misalnya, menyimpulkan bahwa manusia kapan saja dan dimana saja selalu ingin mengekspresikan pengalaman keagamaan. Sementara ahli perbandingan agama Ninian Smart dan anthropolog Clifford Geertz menegaskan tentang komprehensivitas agama yang mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia.
Fakta-fakta di atas menguatkan komprehensivitas, inklusivitas, dan totalitas agama. Cakupannya tidak hanya terbatas pada apa yang disebut institusi agama, melainkan juga seluruh falsafah hidup yang dikenal manusia. Otomatis, konsep dikotomisasi realitas: agama-negara, sakral-profan, dan individu-publik, menjadi tak tepat dan tak akurat. Di Barat sendiri kini ada kajian-kajian ilmiah yang mengkritisi akurasi konsep ini. Hasilnya, dikotomisasi tidak mungkin bisa dipertahankan di depan bukti-bukti dan fakta-fakta objektif dari perkembangan sosio-politis kontemporer.
Di sisi lain, terminologi pluralisme di Barat telah mengalami perubahan yang sangat fundamental, sehingga sama dan sebangun dengan demokrasi, yakni penegasan tentang kebebasan, toleransi persamaan, dan koeksistensi. Namun, konsep yang secara teoretis sangat agung dan toleran ini, pada dataran praktis cenderung menunjukkan perilaku intoleran dan memberangus HAM. Kata Muhammad Imarah, “Barat telah memaksa yang lain untuk mengikutinya secara kultur maupun pemikiran… dan untuk melepaskan sejarah, kultur, dan referensi keagamaan dan intelektual mereka masing-masing.” Barat tidak ingin membiarkan yang lain menjadi dirinya sendiri.
Muncullah kesadaran bahwa konsep pluralisme tidak boleh hanya tunduk pada interpretasi tunggal (baca: Barat). Kata John O Voll, “Terdapat kesadaran yang semakin meningkat bahwa konsep ‘pluralisme’, yang merupakan fokus wacana-wacana masa kini, adalah tunduk pada pemahaman yang beragam.” John D’Arcy May juga menyatakan perlunya keragaman dalam membaca dan memaknai konsep ini.
Alhasil, konsep pluralisme yang menganggap semua agama sama saja, tak mungkin bisa dipertahankan juga suatu kekeliruan besar.
Saya sangat tidak sependapat bahwa membangun kerukunan antar umat beragama harus menuju keseragaman (uniformity) atau menyeragamkan segala perbedaan dan keberagaman agama.Pluralisme adalah paham semua agama sama. Kita dituntut merelatifkan kebenaran agama kita. Ini sebuah kekafiran…..bagi saya.
Gagasan pluralisme sulit menjawab pertanyaan yang sangat krusial, yaitu apakah benar-benar mampu memberikan solusi yang ramah terhadap konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para penggagas dan penganjurnya? Atau malah menjadi problem baru dalam fenomena pluralitas keagamaan?
Klaim Pluralisme Agama menyesatkan
Setidaknya ada tiga macam cara memandang klaim kebenaran, yaitu eksklusivisme, inklusivisme, dan pluralisme.
Eksklusivisme adalah kebenaran absolut hanya dimiliki agama tertentu secara eksklusif. Tidak memberikan alternatif lain, tidak memberikan konsesi sedikitpun, dan tidak mengenal kompromi.
Klaim ini direpresentasikan oleh agama-agama semitik: Yudaisme, Kristen, dan Islam, yang ditopang dengan konsep yuridis tentang keselamatan. Yudaisme mempunyai doktrin the chosen people (masyarakat terpilih). Kebenaran, keshalihan, dan keselamatan hanya berdasar atas etnisitas yang sempit, yaitu bangsa Yahudi. Katolik punya doktrin extra ecclesiam nulla salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) dan Protestan dengan doktrin outside Christianity, no salvation (di luar Kristen tidak ada keselamatan). Sementara Islam dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa inna ad-diena ‘inda Allahi al-Islam (sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam).
Klaim Inklusivisme lebih longgar. Hanya salah satu agama saja yang benar, tapi juga mencoba mengakomodasi konsep yuridis keselamatan untuk mencakup pengikut agama lain. Bukan karena agama mereka benar, tapi justru karena limpahan berkah dan rahmat dari kebenaran absolut yang ia miliki.
Teologi inklusif hanya muncul di lingkungan Kristen dalam waktu belakangan. Ini merupakan respons terhadap teologi pluralis yang mulai merebak pada pertengahan kedua abad ke-20, dan di sisi lain menganggap klaim eksklusif sudah ketinggalan zaman.
Ada interpretasi baru yang dianggap lebih segar. Konsep penebusan dosa yang dilakukan Yesus Kristus meliputi seluruh dosa warisan anak Adam. Semua ummat manusia terbuka untuk ampunan Tuhan, meskipun mereka pengikut agama lain. Teologi ini kemudian diadopsi secara resmi dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).
Tapi klaim kebenaran model ini tidak konsisten. Jika keselamatan dapat dicapai tanpa adanya koneksi apapun dengan gereja dan doktrin Kristen, apa artinya bersikeras memberikan label Kristen? Kenapa berbagai praktik Kristenisasi masih terus dilakukan? Atau inklusivisme hanyalah slogan kosong dengan maksud tertentu?
Di lingkungan Islam, sebetulnya juga ada upaya serupa. Di Indonesia pada awal tahun 1990-an muncul jargon “Islam inklusif”. Namun setelah diteliti secara seksama, kandungan pemikiran yang mereka maksudkan ternyata serupa dengan model pluralisme seperti di bawah ini.
Pluralisme yang Berbahaya
Pluralisme muncul dan berkembang dalam setting sosial-politik humanisme sekuler Barat yang bermuara pada lahirnya tatanan demokrasi liberal. Salah satu konstituen utamanya adalah pluralisme agama (yang oleh sebagian sosiolog diidentifikasi sebagai civil religion).
Pluralisme ingin tampil sebagai klaim kebenaran yang humanis, ramah, santun, toleran, cerdas, mencerahkan, demokratis, dan promising. Hal ini antara lain dikatakan oleh tokoh pluralis yang paling bertanggung jawab, John Hick.
Semua agama, yang teistik maupun non-teistik, dapat dianggap sebagai ruang atau jalan yang bisa memberi keselamatan, kebebasan, dan pencerahan. Semuanya valid, karena pada dasarnya semuanya merupakan respons otentik yang beragam terhadap the Real (hakikat ketuhanan) yang sama.
Dalam kenyataannya, klaim itu menjadi klaim ‘kebenaran relatif’ yang absolut. Tidak saja ingin merelatifkan klaim kebenaran agama yang ada—sehingga semua agama secara relatif sama—tapi juga sebetulnya ingin mengungguli klaim-klaim tersebut. Hanya klaim pluralisme saja yang mutlak benar.
Dengan merelatifkan klaim-klaim kebenaran yang ada berarti secara implisit—dan ini jarang disadari oleh kaum pluralis—telah menafikan, atau minimal mendegradasikan, kebenaran hakiki klaim-klaim tersebut.
Pluralisme juga telah bertindak sebagai wasit sepakbola yang mengontrol dan menjaga ketertiban jalannya permainan, termasuk mengeluarkan kartu merah.
Klaim pluralisme membawa implikasi yang berbahaya bagi manusia. Baik itu menyangkut isu-isu yang bersifat teoretis, epistemologis, dan metodologis, sebagian bersifat ideologis dan teologis, dan sebagian lagi berhubungan dengan isu yang lebih praktis, yaitu HAM (hak-hak asasi manusia) –khususnya kebebasan beragama.
Gagasan pluralisme sulit menjawab pertanyaan yang sangat krusial, yaitu apakah benar-benar mampu memberikan solusi yang ramah terhadap konflik antar agama, sebagaimana yang diklaim oleh para penggagas dan penganjurnya? Atau malah menjadi problem baru dalam fenomena pluralitas keagamaan?
Tidak Bisa Dipertahankan Lagi
Istilah pluralisme agama selama ini difahami dan didesain dalam bingkai sekuler, liberal, dan logika Barat yang menampik hal-hal yang berbau metafisis. Ini adalah akar dari semua masalah. Agama dianggap sebagai respons manusia, atau sering pula disebut sebagai pengalaman keagamaan. Kemungkinan datangnya agama dari Tuhan atau Dzat yang Maha Agung dinafikan mentah-mentah.
Tokoh seperti Joachim Wach, seorang ahli perbandingan agama kontemporer, bahkan mendefinisikan konsep pengalaman keagamaan sebagai agama itu sendiri. Lahirlah kesimpulan akan persamaan semua agama secara penuh tanpa ada yang lebih benar daripada yang lain. Sebuah kesimpulan yang justru menyulitkan para penggagas dan penganjurnya, terutama yang beragama Kristen, karena muncul pertanyaan: apakah Kristen sama persis dengan agama-agama primitif dan paganis (penyembah berhala) yang kanibalistik?
Klaim ini juga mengerangkeng agama sehingga hanya boleh beroperasi di wilayah yang sangat sempit dan privat–yakni hubungan manusia dengan Tuhannya. Muncul pertanyaan lagi, apakah hubungan pribadi dengan sesuatu yang sakral dan metafisikal ini mempengaruhi dan membentuk perilaku manusia, baik dalam kehidupan individual maupun sosial, atau tidak?
Kajian-kajian modern yang dilakukan para ahli menguatkan adanya pengaruh tersebut. Joachim Wach misalnya, menyimpulkan bahwa manusia kapan saja dan dimana saja selalu ingin mengekspresikan pengalaman keagamaan. Sementara ahli perbandingan agama Ninian Smart dan anthropolog Clifford Geertz menegaskan tentang komprehensivitas agama yang mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia.
Fakta-fakta di atas menguatkan komprehensivitas, inklusivitas, dan totalitas agama. Cakupannya tidak hanya terbatas pada apa yang disebut institusi agama, melainkan juga seluruh falsafah hidup yang dikenal manusia. Otomatis, konsep dikotomisasi realitas: agama-negara, sakral-profan, dan individu-publik, menjadi tak tepat dan tak akurat. Di Barat sendiri kini ada kajian-kajian ilmiah yang mengkritisi akurasi konsep ini. Hasilnya, dikotomisasi tidak mungkin bisa dipertahankan di depan bukti-bukti dan fakta-fakta objektif dari perkembangan sosio-politis kontemporer.
Di sisi lain, terminologi pluralisme di Barat telah mengalami perubahan yang sangat fundamental, sehingga sama dan sebangun dengan demokrasi, yakni penegasan tentang kebebasan, toleransi persamaan, dan koeksistensi. Namun, konsep yang secara teoretis sangat agung dan toleran ini, pada dataran praktis cenderung menunjukkan perilaku intoleran dan memberangus HAM. Kata Muhammad Imarah, “Barat telah memaksa yang lain untuk mengikutinya secara kultur maupun pemikiran… dan untuk melepaskan sejarah, kultur, dan referensi keagamaan dan intelektual mereka masing-masing.” Barat tidak ingin membiarkan yang lain menjadi dirinya sendiri.
Muncullah kesadaran bahwa konsep pluralisme tidak boleh hanya tunduk pada interpretasi tunggal (baca: Barat). Kata John O Voll, “Terdapat kesadaran yang semakin meningkat bahwa konsep ‘pluralisme’, yang merupakan fokus wacana-wacana masa kini, adalah tunduk pada pemahaman yang beragam.” John D’Arcy May juga menyatakan perlunya keragaman dalam membaca dan memaknai konsep ini.
Alhasil, konsep pluralisme yang menganggap semua agama sama saja, tak mungkin bisa dipertahankan juga suatu kekeliruan besar.
KATA - KATA MOTIVASI UNTUK SUKSES DARI ORANG - ORANG YG SUKSES
Assalamualaikum
warahmatullahi
wabarakatuh,
B i s m i l l a h i r r a h
m a a n i r r a h i i m,
Alhamdulillahirabbil
‘alamiin, segala pujian
kita panjatkan
kehadirat Allah SWT,
sholawat serta salam
semoga tercurah atas
junjungan kita
Rasulullah SAW,
beserta keluarganya,
para shahabatnya dan
orang - orang yang
istiqomah dijalan-Nya.
Sahabat fillah
rahimakumullah,
berikut ini ada
sederetan kata - kata
motivasi buat sahabat
yang pengin SUKSES,
atau mungkin sedang
mengalami KEGAGALAN,
barangkali apa yang
coba saya terbitkan
ulang ini bisa
membantu dan bisa
memberikan energi
buat sahabat untuk
BANGKIT dan
BERSEMANGAT untuk
tidak PUTUS ASA untuk
mewujudkan IMPIAN
yang ada di ASA. KAta
- kata motivasi ini
merupakan ungkapan
dari orang - orang
BESAR yang telah
berhasil MERAIH
KESUKSESAN DUNIA.
Nah sahabat fillah,
semoga bermanfaat.
"Sukses tidak datang
kepadamu.Kamu
sendirilah yang harus
mendatanginya." Wally
Amos
"Banyak orang yang
sebenarnya sudah
sangat dekat dengan
sukses,tapi,sayangnya
mereka kemudian
menyerah." Thomas A.
Edison
" Sukses selalu
bersumber dari
berbuat dan bekerja."
Conrad Hilton
" Banyak orang
mencapai sukses
hanya bermodalkan
keyakinan bahwa
mereka bisa ." John
C.Maxwell
"Saya sukses karena
saya tidak pernah
peduli pada penolakan
pertama atau
penolakan
ke-100.Saya tidak
pernah menyerah. "
John Mautner
" Biasakanlah untuk
berpikir bahwa sukses
hanya tinggal
selangkah lagi dan
pasti akan dik
raih,niscaya masa
depan yang cerah
akan ada di depanmu."
Andrew Carnegie
" Anda hanya
membutuhkan satu ide
cemerlang untuk bisa
sukses." Napolen Hill
"Bagi saya
kesuksesan hanya
bisa di capai melalui
kegagalan yang
berulang-ulang dan
instropeksi.Kesuksesan
adalah hasil 1% setelah
99% kegagalan."
Soichiro Honda
"Rahasia utama dari
kesuksesan adalah
antusiame." Walter P.
Chrylser
" Sukses bukan di
tentukan oleh IQ .Nilai
yang tinggi tidak dapt
menghalangi
sukses.Demikian
juga,nilai tinggi
bukanlah jaminan
untuk sukses."
R.J.Steinberg
" Jika engkau benar-
benar ingin
sukses,mungkin
engkau harus
melipatgandakan
tingkat kegagalanmu."
Bob Urichuck
"Cita-cita tinggi
memang tidak selalu
membuat Anda meraih
bintang.Namun,yang
jelas,Anda pun tidak
akan mengenggam
lumpur." Leo Burnett
" Cerita tentang
kesuksesan adalh juga
cerita tentang
kegagalan besar,yang
sayangnya orang
kurang senag
membacanya." Shiv
Khera
" Kesuksesan Anda
bergantung pada
orang lain,kecuali Anda
bercita-cita menjadi
seorang pemain biola
tunggal. " William
G.McGowan
" Kesuksesan adalh
seperti mobil dengan
10 persenling.Banyak
oraang yang memiliki
persneling yang tidak
pernah di gunakan."
Charles Schultz
" Banyak yang mengira
kesuksesan saya
datangnya tiba-
tiba.Padahal,saya
meraihnya hari demi
hari selama 30 tahun."
Ray Kroc
" Kadang-kadang
unutuk menjadi
sukses ,kita perlu
belajar untuk tidak
melakukan apa yang
telah di ajarkan
kepada kita untuk
dilakukan." R.Kiyosaki
Sumber 1800 MOTIVASI
warahmatullahi
wabarakatuh,
B i s m i l l a h i r r a h
m a a n i r r a h i i m,
Alhamdulillahirabbil
‘alamiin, segala pujian
kita panjatkan
kehadirat Allah SWT,
sholawat serta salam
semoga tercurah atas
junjungan kita
Rasulullah SAW,
beserta keluarganya,
para shahabatnya dan
orang - orang yang
istiqomah dijalan-Nya.
Sahabat fillah
rahimakumullah,
berikut ini ada
sederetan kata - kata
motivasi buat sahabat
yang pengin SUKSES,
atau mungkin sedang
mengalami KEGAGALAN,
barangkali apa yang
coba saya terbitkan
ulang ini bisa
membantu dan bisa
memberikan energi
buat sahabat untuk
BANGKIT dan
BERSEMANGAT untuk
tidak PUTUS ASA untuk
mewujudkan IMPIAN
yang ada di ASA. KAta
- kata motivasi ini
merupakan ungkapan
dari orang - orang
BESAR yang telah
berhasil MERAIH
KESUKSESAN DUNIA.
Nah sahabat fillah,
semoga bermanfaat.
"Sukses tidak datang
kepadamu.Kamu
sendirilah yang harus
mendatanginya." Wally
Amos
"Banyak orang yang
sebenarnya sudah
sangat dekat dengan
sukses,tapi,sayangnya
mereka kemudian
menyerah." Thomas A.
Edison
" Sukses selalu
bersumber dari
berbuat dan bekerja."
Conrad Hilton
" Banyak orang
mencapai sukses
hanya bermodalkan
keyakinan bahwa
mereka bisa ." John
C.Maxwell
"Saya sukses karena
saya tidak pernah
peduli pada penolakan
pertama atau
penolakan
ke-100.Saya tidak
pernah menyerah. "
John Mautner
" Biasakanlah untuk
berpikir bahwa sukses
hanya tinggal
selangkah lagi dan
pasti akan dik
raih,niscaya masa
depan yang cerah
akan ada di depanmu."
Andrew Carnegie
" Anda hanya
membutuhkan satu ide
cemerlang untuk bisa
sukses." Napolen Hill
"Bagi saya
kesuksesan hanya
bisa di capai melalui
kegagalan yang
berulang-ulang dan
instropeksi.Kesuksesan
adalah hasil 1% setelah
99% kegagalan."
Soichiro Honda
"Rahasia utama dari
kesuksesan adalah
antusiame." Walter P.
Chrylser
" Sukses bukan di
tentukan oleh IQ .Nilai
yang tinggi tidak dapt
menghalangi
sukses.Demikian
juga,nilai tinggi
bukanlah jaminan
untuk sukses."
R.J.Steinberg
" Jika engkau benar-
benar ingin
sukses,mungkin
engkau harus
melipatgandakan
tingkat kegagalanmu."
Bob Urichuck
"Cita-cita tinggi
memang tidak selalu
membuat Anda meraih
bintang.Namun,yang
jelas,Anda pun tidak
akan mengenggam
lumpur." Leo Burnett
" Cerita tentang
kesuksesan adalh juga
cerita tentang
kegagalan besar,yang
sayangnya orang
kurang senag
membacanya." Shiv
Khera
" Kesuksesan Anda
bergantung pada
orang lain,kecuali Anda
bercita-cita menjadi
seorang pemain biola
tunggal. " William
G.McGowan
" Kesuksesan adalh
seperti mobil dengan
10 persenling.Banyak
oraang yang memiliki
persneling yang tidak
pernah di gunakan."
Charles Schultz
" Banyak yang mengira
kesuksesan saya
datangnya tiba-
tiba.Padahal,saya
meraihnya hari demi
hari selama 30 tahun."
Ray Kroc
" Kadang-kadang
unutuk menjadi
sukses ,kita perlu
belajar untuk tidak
melakukan apa yang
telah di ajarkan
kepada kita untuk
dilakukan." R.Kiyosaki
Sumber 1800 MOTIVASI
Kamis, 04 Agustus 2011
Wasiat Wahab bin Munabbih Tentang Akhlak Mulia
Wahhab bin Munabbih
(1) berkata :
“Jika kamu ingin
melaksanakan
ketaatan kepada Allah
‘Azza wa Jalla, maka
berusahalah agar
dirimu benar-benar
tulus dan berilmu
tentang Allah, sebab
tidak akan diterima
amal yang dilakukan
oleh seseorang yang
tidak tulus. Dan
ketulusan kepada Allah
‘Azza wa Jalla itu juga
tidak akan sempurna
kecuali dengan
ketaatan kepada Allah.
Ibarat buah yang baik,
baunya harum dan
rasanya lezat.
Demikian pula
permisalan untuk
ketaatan kepada Allah,
ketulusan adalah
baunya dan amal
adalah rasanya.
Kemudian, hiaslah
ketaatan kepada Allah
dengan ilmu,
kesabaran dan
pemahaman.
Kemudian jauhkanlah
dirimu dari perilaku
orang-orang yang
bodoh, paksalah ia
mengikuti perilaku para
ulama, biasakanlah ia
melakukan perbuatan-
perbuatan orang-
orang penyabar,
cegahlah ia dari
perbuatan orang-
orang yang celaka,
haruskanlah ia
mengikuti peri
kehidupan para fukaha
dan jauhkanlah ia dari
jalan orang-orang
yang jahat.
Jika kamu mempunyai
kelebihan, maka
bantulah orang lain
dengan kelebihanmu
itu; jika ada
kekurangan pada
orang lain, maka
bantulah ia sehingga ia
bisa seperti dirimu.
Orang bijak adalah
yang mengumpulkan
kelebihan-
kelebihannya kemudian
menyalurkannya
kepada orang lain.
Kemudian ia
memandang
kekurangan-
kekurangan orang lain,
lalu meluruskan dan
membimbingnya
sehingga bisa
memperbaikinya.
Jika ia seorang fakih,
maka ia akan membawa
orang yang tidak
mempunyai pemahaman
tentang fikih, jika
dilihatnya orang itu
ingin bisa bersahabat
dan mendapatkan
bantuannya.
Jika ia seorang yang
berharta, maka ia
memberikan sebagian
hartanya untuk orang
yang tidak punya
harta,
Jika ia seorang saleh,
maka ia memohonkan
ampunan untuk pelaku
dosa, jika
diharapkannya orang
itu bertaubat.
Jika ia seorang yang
berbuat kebajikan,
maka ia berbuat baik
kepada orang yang
pernah berbuat jahat
kepadanya, kemudian
mengharapkan pahala
dari perbuatan itu. Ia
tidak akan tertipu oleh
kata-kata sebelum
diiringi dengan kerja
nyata dan tidak akan
berangan-angan untuk
mentaati Allah jika
belum
melaksanakannya.
Jika ia berhasil
melaksanakan
sebagian ketaatan
kepada Allah, ia memuji
Allah, kemudian
memohon pertolongan
untuk bisa
melaksanakan
ketaatan lain yang
belum dicapainya.
Jika ia mengetahui
suatu ilmu, maka ia
tidak merasa puas
sebelum bisa
mempelajari apa yang
belum diketahui.
Jika teringat kepada
kesalahan dirinya, ia
menutupi kesalahan itu
lantas memohon
ampunan kepada Allah
yang berkuasa untuk
mengampuninya. Ia
tidak akan
menggunakan ucapan
dusta untuk mencapai
sesuatu, karena
kedustaan adalah
ibarat kayu yang
dimakan rayap,
luarnya tampak bagus
tetapi dalamnya
keropos. Orang yang
tertipu tetap
menyangka bahwa
kayu itu mampu
mengangkat beban
yang diletakkan di
atasnya, sampai kayu
itu patah karena
bebannya dan orang
yang tertipu itu
menjadi binasa.
Demikian pula ucapan
dusta, pelakunya
masih terpedaya
olehnya dan
menyangka bahwa
kedustaan itu
membantunya dalam
memperoleh
kebutuhannya.
Keinginannya untuk
melakukannya semakin
bertambah, sampai
kebohongannya itu
diketahui oleh orang-
orang yang berakal
dan para ulama bisa
menyimpulkan sesuatu
yang disembunyikan
dari pandangan
mereka. Jika mereka
telah melihat dan
mengetahui dengan
jelas keadaan yang
sesungguhnya, maka
mereka tidak
mempercayai lagi
omongannya, menolak
kesangsiannya,
menghinakannya,
membenci majlisnya,
menyembunyikan isi
hati mereka darinya,
menutupi pembicaraan
mereka, mengalihkan
kepercayaan dan
menjauhkan urusan
mereka darinya,
mengkhawatirkannya
terhadap agama dan
kehidupan mereka,
tidak mengundangnya
ke majlis-majlis
mereka, tidak
mempercayainya untuk
mengetahui rahasia
mereka, dan tidak
menjadikannya sebagai
hakim dalam
persengketaan mereka
(2)
Catatan kaki :
(1) Wahab bin Munabih
bin Kamil Al-Yamani
Ash-Shan’ani, seorang
tabi’i yang tsiqah.
Riwayat hidupnya
disebutkan dalam
“Tahdzibut
Tahdzib” (II : 166) dan
“Hilyatul
Auliya”" (IV:23).
(2). Dikeluarkan oleh
Abu Nu’aim dalam “Al-
Hilyah” (IV: 36-37).
Diketik dari buku :
Wasiat para salaf,
Salim bin ‘Ied Al Hilali ,
PustakaAt Tibyan (hal
96-99)
(1) berkata :
“Jika kamu ingin
melaksanakan
ketaatan kepada Allah
‘Azza wa Jalla, maka
berusahalah agar
dirimu benar-benar
tulus dan berilmu
tentang Allah, sebab
tidak akan diterima
amal yang dilakukan
oleh seseorang yang
tidak tulus. Dan
ketulusan kepada Allah
‘Azza wa Jalla itu juga
tidak akan sempurna
kecuali dengan
ketaatan kepada Allah.
Ibarat buah yang baik,
baunya harum dan
rasanya lezat.
Demikian pula
permisalan untuk
ketaatan kepada Allah,
ketulusan adalah
baunya dan amal
adalah rasanya.
Kemudian, hiaslah
ketaatan kepada Allah
dengan ilmu,
kesabaran dan
pemahaman.
Kemudian jauhkanlah
dirimu dari perilaku
orang-orang yang
bodoh, paksalah ia
mengikuti perilaku para
ulama, biasakanlah ia
melakukan perbuatan-
perbuatan orang-
orang penyabar,
cegahlah ia dari
perbuatan orang-
orang yang celaka,
haruskanlah ia
mengikuti peri
kehidupan para fukaha
dan jauhkanlah ia dari
jalan orang-orang
yang jahat.
Jika kamu mempunyai
kelebihan, maka
bantulah orang lain
dengan kelebihanmu
itu; jika ada
kekurangan pada
orang lain, maka
bantulah ia sehingga ia
bisa seperti dirimu.
Orang bijak adalah
yang mengumpulkan
kelebihan-
kelebihannya kemudian
menyalurkannya
kepada orang lain.
Kemudian ia
memandang
kekurangan-
kekurangan orang lain,
lalu meluruskan dan
membimbingnya
sehingga bisa
memperbaikinya.
Jika ia seorang fakih,
maka ia akan membawa
orang yang tidak
mempunyai pemahaman
tentang fikih, jika
dilihatnya orang itu
ingin bisa bersahabat
dan mendapatkan
bantuannya.
Jika ia seorang yang
berharta, maka ia
memberikan sebagian
hartanya untuk orang
yang tidak punya
harta,
Jika ia seorang saleh,
maka ia memohonkan
ampunan untuk pelaku
dosa, jika
diharapkannya orang
itu bertaubat.
Jika ia seorang yang
berbuat kebajikan,
maka ia berbuat baik
kepada orang yang
pernah berbuat jahat
kepadanya, kemudian
mengharapkan pahala
dari perbuatan itu. Ia
tidak akan tertipu oleh
kata-kata sebelum
diiringi dengan kerja
nyata dan tidak akan
berangan-angan untuk
mentaati Allah jika
belum
melaksanakannya.
Jika ia berhasil
melaksanakan
sebagian ketaatan
kepada Allah, ia memuji
Allah, kemudian
memohon pertolongan
untuk bisa
melaksanakan
ketaatan lain yang
belum dicapainya.
Jika ia mengetahui
suatu ilmu, maka ia
tidak merasa puas
sebelum bisa
mempelajari apa yang
belum diketahui.
Jika teringat kepada
kesalahan dirinya, ia
menutupi kesalahan itu
lantas memohon
ampunan kepada Allah
yang berkuasa untuk
mengampuninya. Ia
tidak akan
menggunakan ucapan
dusta untuk mencapai
sesuatu, karena
kedustaan adalah
ibarat kayu yang
dimakan rayap,
luarnya tampak bagus
tetapi dalamnya
keropos. Orang yang
tertipu tetap
menyangka bahwa
kayu itu mampu
mengangkat beban
yang diletakkan di
atasnya, sampai kayu
itu patah karena
bebannya dan orang
yang tertipu itu
menjadi binasa.
Demikian pula ucapan
dusta, pelakunya
masih terpedaya
olehnya dan
menyangka bahwa
kedustaan itu
membantunya dalam
memperoleh
kebutuhannya.
Keinginannya untuk
melakukannya semakin
bertambah, sampai
kebohongannya itu
diketahui oleh orang-
orang yang berakal
dan para ulama bisa
menyimpulkan sesuatu
yang disembunyikan
dari pandangan
mereka. Jika mereka
telah melihat dan
mengetahui dengan
jelas keadaan yang
sesungguhnya, maka
mereka tidak
mempercayai lagi
omongannya, menolak
kesangsiannya,
menghinakannya,
membenci majlisnya,
menyembunyikan isi
hati mereka darinya,
menutupi pembicaraan
mereka, mengalihkan
kepercayaan dan
menjauhkan urusan
mereka darinya,
mengkhawatirkannya
terhadap agama dan
kehidupan mereka,
tidak mengundangnya
ke majlis-majlis
mereka, tidak
mempercayainya untuk
mengetahui rahasia
mereka, dan tidak
menjadikannya sebagai
hakim dalam
persengketaan mereka
(2)
Catatan kaki :
(1) Wahab bin Munabih
bin Kamil Al-Yamani
Ash-Shan’ani, seorang
tabi’i yang tsiqah.
Riwayat hidupnya
disebutkan dalam
“Tahdzibut
Tahdzib” (II : 166) dan
“Hilyatul
Auliya”" (IV:23).
(2). Dikeluarkan oleh
Abu Nu’aim dalam “Al-
Hilyah” (IV: 36-37).
Diketik dari buku :
Wasiat para salaf,
Salim bin ‘Ied Al Hilali ,
PustakaAt Tibyan (hal
96-99)
Label:
artikel
Rabu, 03 Agustus 2011
WASIAT NABI SAW
Dalam sebuah
kesempatan sahabat
Abu Dzar a-Ghifffari r.a
pernah bercakap-
cakap dalam waktu
yang cukup lama
dengan Rasulullah saw.
Diantara isi percakapan tersebut adalah wasiat beliau
kepadanya.
Berikut petikannya ;
Aku berkata kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah,
berwasiatlah
kepadaku." Beliau
bersabda, "Aku
wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan." "Ya Rasulullah,
tambahkanlah."
pintaku.
"Hendaklah engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa
jalla, karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit."
"Ya Rasulullah,
tambahkanlah." kataku. "Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan
cahaya wajah." "Lagi ya Rasulullah."
"Hendaklah engkau pergi berjihad karena
jihad adalah
kependetaan
ummatku."
"Lagi ya Rasulullah."
"Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka."
"Tambahilah lagi."
"Katakanlah yang
benar walaupun pahit akibatnya."
"Tambahlah lagi
untukku."
"Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui
dan mereka belum
mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak
mengetahui apa yang telah diketahui manusia
dan engkau membawa
sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui)."
Kemudian beliau
memukulkan tangannya
kedadaku seraya
bersabda,"Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur
(berfikir), tidak ada wara` sebagaimana
orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri
sebagaimana orang yang baik akhlaqnya."
Itulah beberapa wasiat emas yang
disampaikan Rasulullah saw. kepada salah
seorang sahabat
terdekatnya.
Semoga kita dapat meresapi
dan mengamalkan
wasiat beliau.
kesempatan sahabat
Abu Dzar a-Ghifffari r.a
pernah bercakap-
cakap dalam waktu
yang cukup lama
dengan Rasulullah saw.
Diantara isi percakapan tersebut adalah wasiat beliau
kepadanya.
Berikut petikannya ;
Aku berkata kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah,
berwasiatlah
kepadaku." Beliau
bersabda, "Aku
wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan." "Ya Rasulullah,
tambahkanlah."
pintaku.
"Hendaklah engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa
jalla, karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit."
"Ya Rasulullah,
tambahkanlah." kataku. "Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan
cahaya wajah." "Lagi ya Rasulullah."
"Hendaklah engkau pergi berjihad karena
jihad adalah
kependetaan
ummatku."
"Lagi ya Rasulullah."
"Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka."
"Tambahilah lagi."
"Katakanlah yang
benar walaupun pahit akibatnya."
"Tambahlah lagi
untukku."
"Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui
dan mereka belum
mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak
mengetahui apa yang telah diketahui manusia
dan engkau membawa
sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui)."
Kemudian beliau
memukulkan tangannya
kedadaku seraya
bersabda,"Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur
(berfikir), tidak ada wara` sebagaimana
orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri
sebagaimana orang yang baik akhlaqnya."
Itulah beberapa wasiat emas yang
disampaikan Rasulullah saw. kepada salah
seorang sahabat
terdekatnya.
Semoga kita dapat meresapi
dan mengamalkan
wasiat beliau.
Label:
artikel
Cara Mendatangi Masjid Ketika Sesudah Iqamat
Jika seseorang di saat mendatangi masjid mendengarkan suara iqamat, hendaklah ia berjalan tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-bru, akan tetapi berjalan dengan tenang.
Hal tersebut berdasarkan hadits Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda.”Jika shalat sudah diiqamah (ditegakkan) maka janganlah kalian mendatanginya dengan tergesa-gesa, namun datangilah sambil berjalan dengan tenang, apa saja yang kamu dapati shalatlah (Ikut imam) dan apa saja yang tertinggal sempurnakanlah.” (HR. Imam Bukhari, FAthul Baari 2/390)
Disalin dari kitab “Fiqih Darurat” Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajid.
Selamat menunaikan ibadah sholat subuh ^_^
sumber http://artikelassunnah.blogspot.com/2010/05/
cara-mendatangi-
masjid-ketika-
sesudah.html
Hal tersebut berdasarkan hadits Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda.”Jika shalat sudah diiqamah (ditegakkan) maka janganlah kalian mendatanginya dengan tergesa-gesa, namun datangilah sambil berjalan dengan tenang, apa saja yang kamu dapati shalatlah (Ikut imam) dan apa saja yang tertinggal sempurnakanlah.” (HR. Imam Bukhari, FAthul Baari 2/390)
Disalin dari kitab “Fiqih Darurat” Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajid.
Selamat menunaikan ibadah sholat subuh ^_^
sumber http://artikelassunnah.blogspot.com/2010/05/
cara-mendatangi-
masjid-ketika-
sesudah.html
Nasihat sahabat 'ali bin abi tholib untuk para liberalis
sebuah hadits shohih yang dijelaskan oleh syaikh abdurrahman al-’ajlan ini hendaknya didalami oleh para pendakwah islam yang kini telah banyak menganut paham liberal, yaitu membebaskan akal-pikirannya dalam memaknai syariat Allah.
Hadits ini berkaitan mengenai hukum membasuh sepatu tinggi yang biasa dikenakan oleh orang arab, atau biasa disebut dengan ‘khuf’. ketika itu, seorang sahabat datang kepada ali bin abi thalib, beliau menanyakan bagaimana wudhunya orang yang menggunakan khuf. ali kemudian menjelaskan “andaikan islam itu ada pada otakku, pastilah aku menyuruhnya untuk membasuh pada bagian bawahnya (di bagian telapak kakinya)”
potongan hadits ini adalah sebuah pelajaran besar yang ketika kita memahaminya, pemahaman liberalisme insya Allah akan lenyap dari benak kita. ya, ali bin abi tholib adalah seorang cerdas didikan rasul secara langsung.
perkataan seperti diatas adalah contoh bagaimana seorang muslim harus bersikap sebagaimana yang dicontohkan oleh sahabat nabi. dalam hukum ini, ada sebuah penjelasan rasul yang bila dipikir, tidak masuk nalar kita sebagai manusia. bagaimana mungkin ketika kita memakai khuf dalam berwudhu, justru diharuskan untuk membasuk bagian atas khuf tersebut. dan tidak mebasuh bagian bawahnya.
padahal jika yang kita pakai adalah akal kita, pastilah yang akan kita basuh bagian bawahnya, karena yang terkena kotoran adalah bagian bawah khuf, bukan bagian atasnya.
hal semacam ini pun pernah mampir di benak oleh ali bin abi tholib, beliau pun ketika mendapati hukum tersebut sempat dibuat takjub. bagaimana mungkin hal demikian justru yang disyariatkan oleh Allah.
inilah sebuah teladan bagi kita ummat islam yang hidup di zaman yang penuh dengan fitnah.
para muballigh yang menyampaikan dakwahnya kerap kali membawa para pendengarnya untuk berkelana dengan alam pikirnya, dan tak jarang harus menanggalkan dalil yang tercantum dalam al-quran dan al-hadits.
ketika dua sisi ini bertentangan, akal kita tak bisa mencerna sebuah maksud dari sebuah syariat, kadang kita dengan sombongnya ingin mengedepankan pikiran kita untuk sebuah impian dan tak lagi menggubris syariat Allah.
ali bin abi tholib telah memberikan contoh kepada kita, ada suatu fase dimana kita harus menanggalkan akal kita untuk sebuah syariat. hal semacam ini didasarkan pada sebuah ayat 285 dalam surat al-baqarah.
ﺁﻣَﻦَ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﺑِﻤَﺎ ﺃُﻧْﺰِﻝَ
ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻪِ
ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﻛُﻞٌّ ﺁﻣَﻦَ
ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺘِﻪِ ﻭَﻛُﺘُﺒِﻪِ
ﻭَﺭُﺳُﻠِﻪِ ﻟَﺎ ﻧُﻔَﺮِّﻕُ ﺑَﻴْﻦَ
ﺃَﺣَﺪٍ ﻣِﻦْ ﺭُﺳُﻠِﻪِ ﻭَﻗَﺎﻟُﻮﺍ
ﺳَﻤِﻌْﻨَﺎ ﻭَﺃَﻃَﻌْﻨَﺎ ﻏُﻔْﺮَﺍﻧَﻚَ
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻭَﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺍﻟْﻤَﺼِﻴﺮُ
kesimpulannya..
ketika kita dihadapkan sebuah syariat Allah, dimana syariat itu bertentangan dengan akal sehat kita. maka tanggalkan akal kita, dan pegang eratlah syariat Allah. karena islam tidak dibangun dengan akal kita.
wallahu a’lam semoga kita masih dijaga oleh Allah dari bermaksiat kepadaNya. amien
sumber: http://rafiqjauhary.wordpress.com/2010/06/19/andaikan-agama-ada-pada-akalku
Hadits ini berkaitan mengenai hukum membasuh sepatu tinggi yang biasa dikenakan oleh orang arab, atau biasa disebut dengan ‘khuf’. ketika itu, seorang sahabat datang kepada ali bin abi thalib, beliau menanyakan bagaimana wudhunya orang yang menggunakan khuf. ali kemudian menjelaskan “andaikan islam itu ada pada otakku, pastilah aku menyuruhnya untuk membasuh pada bagian bawahnya (di bagian telapak kakinya)”
potongan hadits ini adalah sebuah pelajaran besar yang ketika kita memahaminya, pemahaman liberalisme insya Allah akan lenyap dari benak kita. ya, ali bin abi tholib adalah seorang cerdas didikan rasul secara langsung.
perkataan seperti diatas adalah contoh bagaimana seorang muslim harus bersikap sebagaimana yang dicontohkan oleh sahabat nabi. dalam hukum ini, ada sebuah penjelasan rasul yang bila dipikir, tidak masuk nalar kita sebagai manusia. bagaimana mungkin ketika kita memakai khuf dalam berwudhu, justru diharuskan untuk membasuk bagian atas khuf tersebut. dan tidak mebasuh bagian bawahnya.
padahal jika yang kita pakai adalah akal kita, pastilah yang akan kita basuh bagian bawahnya, karena yang terkena kotoran adalah bagian bawah khuf, bukan bagian atasnya.
hal semacam ini pun pernah mampir di benak oleh ali bin abi tholib, beliau pun ketika mendapati hukum tersebut sempat dibuat takjub. bagaimana mungkin hal demikian justru yang disyariatkan oleh Allah.
inilah sebuah teladan bagi kita ummat islam yang hidup di zaman yang penuh dengan fitnah.
para muballigh yang menyampaikan dakwahnya kerap kali membawa para pendengarnya untuk berkelana dengan alam pikirnya, dan tak jarang harus menanggalkan dalil yang tercantum dalam al-quran dan al-hadits.
ketika dua sisi ini bertentangan, akal kita tak bisa mencerna sebuah maksud dari sebuah syariat, kadang kita dengan sombongnya ingin mengedepankan pikiran kita untuk sebuah impian dan tak lagi menggubris syariat Allah.
ali bin abi tholib telah memberikan contoh kepada kita, ada suatu fase dimana kita harus menanggalkan akal kita untuk sebuah syariat. hal semacam ini didasarkan pada sebuah ayat 285 dalam surat al-baqarah.
ﺁﻣَﻦَ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝُ ﺑِﻤَﺎ ﺃُﻧْﺰِﻝَ
ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺭَﺑِّﻪِ
ﻭَﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﻛُﻞٌّ ﺁﻣَﻦَ
ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺘِﻪِ ﻭَﻛُﺘُﺒِﻪِ
ﻭَﺭُﺳُﻠِﻪِ ﻟَﺎ ﻧُﻔَﺮِّﻕُ ﺑَﻴْﻦَ
ﺃَﺣَﺪٍ ﻣِﻦْ ﺭُﺳُﻠِﻪِ ﻭَﻗَﺎﻟُﻮﺍ
ﺳَﻤِﻌْﻨَﺎ ﻭَﺃَﻃَﻌْﻨَﺎ ﻏُﻔْﺮَﺍﻧَﻚَ
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻭَﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺍﻟْﻤَﺼِﻴﺮُ
kesimpulannya..
ketika kita dihadapkan sebuah syariat Allah, dimana syariat itu bertentangan dengan akal sehat kita. maka tanggalkan akal kita, dan pegang eratlah syariat Allah. karena islam tidak dibangun dengan akal kita.
wallahu a’lam semoga kita masih dijaga oleh Allah dari bermaksiat kepadaNya. amien
sumber: http://rafiqjauhary.wordpress.com/2010/06/19/andaikan-agama-ada-pada-akalku
TIGA CIRI MANUSIA PALING BAHAGIA
Dikatakan bahwa manusia yang paling bahagia adalah orang yang memiliki:
1. Hati yang meyakini bahwa Allah senantiasa
bersamanya;
2. Jiwa raga yang sabar; dan
3. Sikap qana'ah dengan apa yang dimiliki.
Qana'ah adalah menerima pemberian Allah dengan hati ridha dan tidak risau dengan apa yang luput darinya.
Apakah ketiga ciri-ciri diatas ada pada diri kita? :)
1. Hati yang meyakini bahwa Allah senantiasa
bersamanya;
2. Jiwa raga yang sabar; dan
3. Sikap qana'ah dengan apa yang dimiliki.
Qana'ah adalah menerima pemberian Allah dengan hati ridha dan tidak risau dengan apa yang luput darinya.
Apakah ketiga ciri-ciri diatas ada pada diri kita? :)
Selasa, 02 Agustus 2011
Kebudayaan vs Peradaban
_Pada makalah terdahulu mengetengahkan akan korelasi yang kuat antara Ilmu-Alam-Kalam (bahasa) dimana ketiga definisi ini masing-masing memiliki jejak apabila dikorelasikan dengan Ruang-Gerak-Waktu dan dikerangkakan menurut Surah Al-Iklas yang menempati 4 dimensi pengajaran dengan melihat 3 tahap yaitu etika-estetika-logika.
_Demikian rumit permasalahan yang ada sehingga tidak mudah jika hanya di mengandalkan beberapa faktor saja untu suatu pengajaran yang menyeluruh, adapun yg bisa saya sajikan adalah dengan satu setting awal (ruang tertentu), dari satu sesi ke sesi berikutnya sedangkan kerangka diatas adalah backgroun (latar belakang) pemikiran saya. Sebagaimana fadilah surah Al-Ikhlas ini dikatakan sepertiga isi Qur'an dan menurut suatu riwayat apabila dibaca tiga kali sama saja telah khatam Qur'an. Kemudian bilangan-bilangan yang Rosululloh tinggalkan tersebut sebagaimana bilangan lain yang beliau wariskan memiliki makna yang mengarah pada hitungan pasti yang sempurna apabila dipertemukan dengan Al-Qur'an. Sebagaimana firmanNYA :
[72.26] (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu.
[72.27] Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
[72.28] Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.
Ke-budaya-an vs Per-adab-an
==================
_Adalah dari 2 kata baku yang sebenarnya secara etimologis memiliki makna yang sama akan tetapi pada benggunaan dan maknanya berbeda sebagaimana kita menggunakannya kalimat itu sekarang, namun jika kita telusuri dari 2 kata ini akan banyak sekali pelajaran yang kita peroleh apabila distrukturkan dengan definisi2 yang saya sampaikan diatas.
_Pembahasan kali ini berangkat dari sisi kalam (bahasa). Jika ditinjau dari segi Ruang-Gerak-Waktu yaitu secara geologis Indonesia dengan pergerakan/pertumbuhan berikut sejarah bahasanya (Bhs Ind - melayu) merupakan pertemuan/muara antara bahasa sanskrit dan bahasa arab dan menyusul dari barat (kolonial) yang pengaruhnya belakangan. Dan jika ditelusuri jauh kemasa lampau banyak kemiripan bunyi namun menurut ahli geologis bahwa bumi ini pernah mengalami kehancuran 81 kali tentunya pelacakan akan menjadi semakin susah, namun kesemuanya itu tercatat pada kitab induk (lohmafus) dimana Al-Qur'an merupakan bagian darinya, dan bagi saya adalah gerbang (benang merah) untuk mengakses apa yang tercatat didalam kitab induk tersebut dengan seizinNYA. Karena nilai (khasanah) yang terkandung didalamnya hanya ditujukan kepada pihak yang di exlusivekan oleh Alloh yaitu orang yang mencapai keridhoanNYA (sesuai yang dikehendakiNYA). Khasanah itu tidak mungkin diturunkan kepada orang yang tamak karena pastilah akan disalah gunakan. Terbukti pada kaum brahma (haman) lebih banyak menjadi legalitas kaum ksatria (firaun) dan hanya memakmurkan qorun (hartawan). Sedangkan rakyat dibiarkan menderita, bahkan menjadi alat perang demi melanggengkan kerajaan tiga macam orang tersebut.
> KE-BUDAYA-AN
_Kebudayaan adalah dari asal kata budhi dan daya jika ditelusuri erat kaitannya dengan masa Iskandar Zulkarnain yang pernah memimpin kerejaan terbesar yang pernah ada di Bumi. Namun sumbernya semakin kabur hanya sedikit saja tersisa pada kisah Melayu. Sebagaimana kita tahu bahwa kisah orang hebat akan senantiasa menjadi inspirasi jika dilihat dari pihak yang merasa dirugikan mendustakan sedangkan yang merasa dimenangkan akan mengelukannya. Contoh terdekat seperti halnya Hitler atau GusDur. Saya pribadi tidak mau terkecoh oleh hal-hal semacam itu... karena nama bagi saya bisa diakui siapapun, sedangkan karakteristik sejarah itu yang saya cari sebagai benang merah yang tidak mungkin dapat dikaburkan.
_Sebagaimana kisah Iskandar Zulkarnain sering dinisbatkan kepada Alexander the Great, padahal dari segi karakteristik sejarahnya berbeda jauh. Demikianlah sejarah akan senantiasa dikaburkan demi kepentingan satu pihak yang selalu mengekor. Seperti keberhasilan Islam menaklukan jazirah Arab menuju eropa (Roma & Turki) dipraktekan oleh penjajah kapitalis dengan membawa agama dibungkus misi dagang namun mendirikan benteng untuk mencengkramkan kekuasaan.
_Kemudian pada pekerkembangannya seperti halnya pada perang Padri (Imam Bonjol - Sumbar) antara budaya (adat) setempat yang masih mengakar yang sebenarnya degradasi nilai luhur agama tercampur animisme yang diwarisi secara turun temurun (agama nenek moyang). Apabila melihat jauh lagi munculnya kerajaan Majapahit sampai diambang kehancuran oleh perebutan kekuasaan, kemudian munculah Islam, lalu muncul Belanda dan pecah juga perang Diponegoro dan Padri. Karena musuh senantiasa mengejar seperti halnya Firaun mengejar Musa as.
_Inilah karakter sejarah dimana terbukanya khazanah (keilmuan) senantiasa diiringi dengan penyalahgunaan. Seperti kita tahu akan teknologi nuklir dan teknologi lainnya. Begitu juga kenapa Al-Qur'an tidak secara gamblang menghamburkan sains modern yang sekarang diagung-agungkan. Sehingga apabila dikatakan 'bumi terhampar' ditafsir sebagai datar/rata (karena hanya mengartikan dari segi literasi/etimologis) namun sesungguhnya bulat. Padahal jika kita artikan dalam pengertian hakikat pengertian 'terhampar' dari segi kronologis (Ruang-Gerak-Waktu) memiliki makna yang jauh dari literasinya. Pada dasarnya Al-Qur'an diperuntukan dengan ukuran terntentu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Silahkan dikaitkan dengan pengertian 'menggulung' pada hari kiamat. Bagaimana dengan analogi karpet atau tisu toilet? Manakah kitab induk yang nyata itu?
_Dalam pengertian ini kita akan lebih arif dalam membicarakan Islam bukan sekedar agama. Dan saya cukup kecewa dengan hasil pemikiran selama ini, apalagi membaca 'ilusi negara Islam' jelas penelusuran semacam itu hanya tidak lebih hanya senda-gurau karena hanya melihat Islam sebagai agama pengikat manusia sebagai mahluk sosial, tidak melihat dimensi surah Al-Ikhlas sebagai satu kesatuan.
_Sungguh disayangkan apabila ulama tidak ubahnya seperti penjaja cinta, senantiasa menawarkan kedamaian tapi mengingkari keselamatan atau berkata baik namun mengingkar kebenaran. Selain daripada itu hanya maklum karena masing-masing mempunyai wilayah (ruang pemahaman) yang tidak lebih dibangungnya sendiri. Maksud hati merangkul orang banyak (kuantitas) namun tidak menitik beratkan kualitas.
_Sedangkan sejarah sudah membuktikan bahwa quantitas tidak berarti apa-apa dihadapan Alloh. Berkacalah pada kaum terdahulu yang dibinasakan/diadzab karena keengganannya mengikat diri pada hukum Alloh. Jika kita lihat sekarang kesemuanya sedang mengarah pada kehancuran karena keegoan masing-masing atas nama kebebasan tidak menyadari sedang menuju kehancuran.
[7 Al A'raaf 56] "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik."
_Belum lagi dengan adanya tatantan dunia baru 'the new world order' yang digagas zionis, dengan salah satu agendanya melenyapkan 95% penduduk bumi tidak peduli makanan sebagai senjata disamping senjata lainnya seperti virus dimana mantan menkes kita sudah mencium gelagat itu. Dan berapa banyak orang dibungkam (dibunuh) karena membeberkan rahasia ini. Senjata dengan mengarahkan fanatisme agama sudah sedari dulu dengan berbagai cara baik antara kaum adat, kekuasaan, apapun dengan itu satu sama lain saling menghancurkan. Namun ada saja orang tolol yang sok menjadi pahlawan seakan mampu berdiri diatas semua agama yang tidak lebih termakan propaganda (doktrin) zionis atau hasil pencampuran lainnya. Manakah penduduk goa yang terbangun? Aku merindukannya... masihkah belum puas dengan mimpi indahmu?
> PER-ADAB-AN
Silahkan telusuri kalimat ini sebagai warisan Islam membenahi agama sebelumnya. Dari segi etimologis dan kronologisnya dalam koridor bahasa diatas.
_Demikian rumit permasalahan yang ada sehingga tidak mudah jika hanya di mengandalkan beberapa faktor saja untu suatu pengajaran yang menyeluruh, adapun yg bisa saya sajikan adalah dengan satu setting awal (ruang tertentu), dari satu sesi ke sesi berikutnya sedangkan kerangka diatas adalah backgroun (latar belakang) pemikiran saya. Sebagaimana fadilah surah Al-Ikhlas ini dikatakan sepertiga isi Qur'an dan menurut suatu riwayat apabila dibaca tiga kali sama saja telah khatam Qur'an. Kemudian bilangan-bilangan yang Rosululloh tinggalkan tersebut sebagaimana bilangan lain yang beliau wariskan memiliki makna yang mengarah pada hitungan pasti yang sempurna apabila dipertemukan dengan Al-Qur'an. Sebagaimana firmanNYA :
[72.26] (Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu.
[72.27] Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.
[72.28] Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.
Ke-budaya-an vs Per-adab-an
==================
_Adalah dari 2 kata baku yang sebenarnya secara etimologis memiliki makna yang sama akan tetapi pada benggunaan dan maknanya berbeda sebagaimana kita menggunakannya kalimat itu sekarang, namun jika kita telusuri dari 2 kata ini akan banyak sekali pelajaran yang kita peroleh apabila distrukturkan dengan definisi2 yang saya sampaikan diatas.
_Pembahasan kali ini berangkat dari sisi kalam (bahasa). Jika ditinjau dari segi Ruang-Gerak-Waktu yaitu secara geologis Indonesia dengan pergerakan/pertumbuhan berikut sejarah bahasanya (Bhs Ind - melayu) merupakan pertemuan/muara antara bahasa sanskrit dan bahasa arab dan menyusul dari barat (kolonial) yang pengaruhnya belakangan. Dan jika ditelusuri jauh kemasa lampau banyak kemiripan bunyi namun menurut ahli geologis bahwa bumi ini pernah mengalami kehancuran 81 kali tentunya pelacakan akan menjadi semakin susah, namun kesemuanya itu tercatat pada kitab induk (lohmafus) dimana Al-Qur'an merupakan bagian darinya, dan bagi saya adalah gerbang (benang merah) untuk mengakses apa yang tercatat didalam kitab induk tersebut dengan seizinNYA. Karena nilai (khasanah) yang terkandung didalamnya hanya ditujukan kepada pihak yang di exlusivekan oleh Alloh yaitu orang yang mencapai keridhoanNYA (sesuai yang dikehendakiNYA). Khasanah itu tidak mungkin diturunkan kepada orang yang tamak karena pastilah akan disalah gunakan. Terbukti pada kaum brahma (haman) lebih banyak menjadi legalitas kaum ksatria (firaun) dan hanya memakmurkan qorun (hartawan). Sedangkan rakyat dibiarkan menderita, bahkan menjadi alat perang demi melanggengkan kerajaan tiga macam orang tersebut.
> KE-BUDAYA-AN
_Kebudayaan adalah dari asal kata budhi dan daya jika ditelusuri erat kaitannya dengan masa Iskandar Zulkarnain yang pernah memimpin kerejaan terbesar yang pernah ada di Bumi. Namun sumbernya semakin kabur hanya sedikit saja tersisa pada kisah Melayu. Sebagaimana kita tahu bahwa kisah orang hebat akan senantiasa menjadi inspirasi jika dilihat dari pihak yang merasa dirugikan mendustakan sedangkan yang merasa dimenangkan akan mengelukannya. Contoh terdekat seperti halnya Hitler atau GusDur. Saya pribadi tidak mau terkecoh oleh hal-hal semacam itu... karena nama bagi saya bisa diakui siapapun, sedangkan karakteristik sejarah itu yang saya cari sebagai benang merah yang tidak mungkin dapat dikaburkan.
_Sebagaimana kisah Iskandar Zulkarnain sering dinisbatkan kepada Alexander the Great, padahal dari segi karakteristik sejarahnya berbeda jauh. Demikianlah sejarah akan senantiasa dikaburkan demi kepentingan satu pihak yang selalu mengekor. Seperti keberhasilan Islam menaklukan jazirah Arab menuju eropa (Roma & Turki) dipraktekan oleh penjajah kapitalis dengan membawa agama dibungkus misi dagang namun mendirikan benteng untuk mencengkramkan kekuasaan.
_Kemudian pada pekerkembangannya seperti halnya pada perang Padri (Imam Bonjol - Sumbar) antara budaya (adat) setempat yang masih mengakar yang sebenarnya degradasi nilai luhur agama tercampur animisme yang diwarisi secara turun temurun (agama nenek moyang). Apabila melihat jauh lagi munculnya kerajaan Majapahit sampai diambang kehancuran oleh perebutan kekuasaan, kemudian munculah Islam, lalu muncul Belanda dan pecah juga perang Diponegoro dan Padri. Karena musuh senantiasa mengejar seperti halnya Firaun mengejar Musa as.
_Inilah karakter sejarah dimana terbukanya khazanah (keilmuan) senantiasa diiringi dengan penyalahgunaan. Seperti kita tahu akan teknologi nuklir dan teknologi lainnya. Begitu juga kenapa Al-Qur'an tidak secara gamblang menghamburkan sains modern yang sekarang diagung-agungkan. Sehingga apabila dikatakan 'bumi terhampar' ditafsir sebagai datar/rata (karena hanya mengartikan dari segi literasi/etimologis) namun sesungguhnya bulat. Padahal jika kita artikan dalam pengertian hakikat pengertian 'terhampar' dari segi kronologis (Ruang-Gerak-Waktu) memiliki makna yang jauh dari literasinya. Pada dasarnya Al-Qur'an diperuntukan dengan ukuran terntentu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Silahkan dikaitkan dengan pengertian 'menggulung' pada hari kiamat. Bagaimana dengan analogi karpet atau tisu toilet? Manakah kitab induk yang nyata itu?
_Dalam pengertian ini kita akan lebih arif dalam membicarakan Islam bukan sekedar agama. Dan saya cukup kecewa dengan hasil pemikiran selama ini, apalagi membaca 'ilusi negara Islam' jelas penelusuran semacam itu hanya tidak lebih hanya senda-gurau karena hanya melihat Islam sebagai agama pengikat manusia sebagai mahluk sosial, tidak melihat dimensi surah Al-Ikhlas sebagai satu kesatuan.
_Sungguh disayangkan apabila ulama tidak ubahnya seperti penjaja cinta, senantiasa menawarkan kedamaian tapi mengingkari keselamatan atau berkata baik namun mengingkar kebenaran. Selain daripada itu hanya maklum karena masing-masing mempunyai wilayah (ruang pemahaman) yang tidak lebih dibangungnya sendiri. Maksud hati merangkul orang banyak (kuantitas) namun tidak menitik beratkan kualitas.
_Sedangkan sejarah sudah membuktikan bahwa quantitas tidak berarti apa-apa dihadapan Alloh. Berkacalah pada kaum terdahulu yang dibinasakan/diadzab karena keengganannya mengikat diri pada hukum Alloh. Jika kita lihat sekarang kesemuanya sedang mengarah pada kehancuran karena keegoan masing-masing atas nama kebebasan tidak menyadari sedang menuju kehancuran.
[7 Al A'raaf 56] "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik."
_Belum lagi dengan adanya tatantan dunia baru 'the new world order' yang digagas zionis, dengan salah satu agendanya melenyapkan 95% penduduk bumi tidak peduli makanan sebagai senjata disamping senjata lainnya seperti virus dimana mantan menkes kita sudah mencium gelagat itu. Dan berapa banyak orang dibungkam (dibunuh) karena membeberkan rahasia ini. Senjata dengan mengarahkan fanatisme agama sudah sedari dulu dengan berbagai cara baik antara kaum adat, kekuasaan, apapun dengan itu satu sama lain saling menghancurkan. Namun ada saja orang tolol yang sok menjadi pahlawan seakan mampu berdiri diatas semua agama yang tidak lebih termakan propaganda (doktrin) zionis atau hasil pencampuran lainnya. Manakah penduduk goa yang terbangun? Aku merindukannya... masihkah belum puas dengan mimpi indahmu?
> PER-ADAB-AN
Silahkan telusuri kalimat ini sebagai warisan Islam membenahi agama sebelumnya. Dari segi etimologis dan kronologisnya dalam koridor bahasa diatas.
Label:
artikel
AKTIFITAS, ILMU DAN KONSENTRASI
Assalamu'alaikum ikhwan,
1. Di antara faktor yang dapat mengatasi goncangan jiwa karena tegangnya urat saraf dan hati yang galau ialah:
"Menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas atau dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat."
Aktifitas semacam ini bisa mengalihkan perhatian hati seseorang dari hal-hal yang dapat menggoncangkan hatinya. Bahkan, mungkin mampu melupakan faktor-faktor yang mendatangkan kesedihan dan musibah, jiwanya menjadi senang dan semangatnya pun bertambah. Faktor- faktor semacam ini bisa berlaku kepada orang yang beriman dan lainnya. Hanya saja, orang yang beriman unggul dengan keimanan dan keikhlasannya ketika dia menyibukkan diri dengan ilmu yang dia pelajari atau dia ajarkan, juga dengan perbuatan baik yang dia lakukan. Jika yang dia lakukan berbentuk ibadah maka tentu nilainya adalah ibadah. Jika berbentuk pekerjaan atau kebiasaan duniawi dia ikuti dengan niat yang baik dan dimaksudkan untuk membantunya dalam ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan karena itu semua, maka faktor-faktor tersebut sangat berperan dalam menghilangkan kesedihan dan berbagai macam musibah. Betapa banyak orang yang ditimpa kegoncangan hati dan kesedihan yang berlarut, sampai akhirnya ditimpa berbagai macam penyakit.
Ternyata obat yang paling tepat untuk itu adalah dengan melupakan faktor-faktor yang membuatnya gelisah dan menyibukkan diri dengan aktifitas-aktifitas pentingnya.
Karena itu hendaklah kita memilih kesibukan yang di-senangi dan diinginkan oleh jiwa. Sebab yang demikian ini dapat mempercepat hasil yang dimaksudkan. Wallahu a'lam.
2. Di antara hal yang juga dapat menolak kesedihan dan kegelisahan adalah mengkonsentrasikan segenap pikiran pada tugas/pekerjaan yang ada pada hari itu, tidak memikirkan hal yang masih akan datang serta kesedihan yang pernah terjadi. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mohon perlindungan dari Al-Ham dan Al-Huzn.
Al-Huzn artinya kesedihan atas hal-hal yang telah berlalu yang sudah tidak mungkin ditolak dan diraih kembali.
Al-Ham artinya kesedihan yang terjadi karena perasaan takut akan hal yang akan datang.
Dengan demikian, seorang hamba akan menjadi "Ibnu Yaumih" (putra harinya), dia akan giat dan
bersungguh-sungguh memperbaiki hari dan waktu yang dia ada saat itu. Bila hati dikonsentrasikan untuk hal ini, dia akan berusaha menyempurnakan semua tugasnya.
Dengan demikian dia akan terhibur dari kesedihan dan musibahnya. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca do'a atau mengajarkan umatnya berdo'a, pada hakikatnya dia memberikan dorongan --tentu dengan bantuan Allah dan karuniaNya-- semangat dan kesungguhan mencapai prestasi dan menolak kegagalan sebagaimana yang diminta dalam do'a. Karena do'a itu bergandeng dengan amal. Setiap hamba berusaha mendapatkan apa yang bermanfaat baginya dunia akhirat. Dan dia juga berdo'a memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar sukses mendapat apa yang dia inginkan. Seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagi-mu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Bila kamu ditimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan:
'Seandainya saya bertindak begini, tentu (hasil-nya) akan begini dan begini.' Tapi katakanlah: 'Allah sudah mentakdirkan dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.' Sebab, sesungguhnya perkataan 'Seandainya ...' akan membuka (pintu) perbuatan syaithan." (HR.Muslim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghimpun antara perintah berusaha meraih yang bermanfaat dalam setiap kondisi dengan perintah mohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perintah agar tidak memperturutkan sikap lemah yang merupakan cerminan dari sifat malas yang berbahaya. Semua itu dikumpulkan dengan perintah pasrah terhadap hal-hal yang sudah berlalu dan selalu memperhatikan qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagi urusan manusia menjadi dua bagian:
Pertama, bagian yang dibolehkan bagi seorang hamba berusaha mendapatkannya, menolaknya atau meringankannya.
Bagian kedua adalah bagian yang tidak boleh/tidak bisa disikapi seperti di atas. Di sini seorang hamba dituntut tenang, rela dan menerima. Dan tidak diragukan lagi bahwa memperhatikan sikap semacam ini adalah faktor memperoleh kesenangan dan melenyapkan kesedihan.
Wassalam
1. Di antara faktor yang dapat mengatasi goncangan jiwa karena tegangnya urat saraf dan hati yang galau ialah:
"Menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas atau dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat."
Aktifitas semacam ini bisa mengalihkan perhatian hati seseorang dari hal-hal yang dapat menggoncangkan hatinya. Bahkan, mungkin mampu melupakan faktor-faktor yang mendatangkan kesedihan dan musibah, jiwanya menjadi senang dan semangatnya pun bertambah. Faktor- faktor semacam ini bisa berlaku kepada orang yang beriman dan lainnya. Hanya saja, orang yang beriman unggul dengan keimanan dan keikhlasannya ketika dia menyibukkan diri dengan ilmu yang dia pelajari atau dia ajarkan, juga dengan perbuatan baik yang dia lakukan. Jika yang dia lakukan berbentuk ibadah maka tentu nilainya adalah ibadah. Jika berbentuk pekerjaan atau kebiasaan duniawi dia ikuti dengan niat yang baik dan dimaksudkan untuk membantunya dalam ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan karena itu semua, maka faktor-faktor tersebut sangat berperan dalam menghilangkan kesedihan dan berbagai macam musibah. Betapa banyak orang yang ditimpa kegoncangan hati dan kesedihan yang berlarut, sampai akhirnya ditimpa berbagai macam penyakit.
Ternyata obat yang paling tepat untuk itu adalah dengan melupakan faktor-faktor yang membuatnya gelisah dan menyibukkan diri dengan aktifitas-aktifitas pentingnya.
Karena itu hendaklah kita memilih kesibukan yang di-senangi dan diinginkan oleh jiwa. Sebab yang demikian ini dapat mempercepat hasil yang dimaksudkan. Wallahu a'lam.
2. Di antara hal yang juga dapat menolak kesedihan dan kegelisahan adalah mengkonsentrasikan segenap pikiran pada tugas/pekerjaan yang ada pada hari itu, tidak memikirkan hal yang masih akan datang serta kesedihan yang pernah terjadi. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mohon perlindungan dari Al-Ham dan Al-Huzn.
Al-Huzn artinya kesedihan atas hal-hal yang telah berlalu yang sudah tidak mungkin ditolak dan diraih kembali.
Al-Ham artinya kesedihan yang terjadi karena perasaan takut akan hal yang akan datang.
Dengan demikian, seorang hamba akan menjadi "Ibnu Yaumih" (putra harinya), dia akan giat dan
bersungguh-sungguh memperbaiki hari dan waktu yang dia ada saat itu. Bila hati dikonsentrasikan untuk hal ini, dia akan berusaha menyempurnakan semua tugasnya.
Dengan demikian dia akan terhibur dari kesedihan dan musibahnya. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca do'a atau mengajarkan umatnya berdo'a, pada hakikatnya dia memberikan dorongan --tentu dengan bantuan Allah dan karuniaNya-- semangat dan kesungguhan mencapai prestasi dan menolak kegagalan sebagaimana yang diminta dalam do'a. Karena do'a itu bergandeng dengan amal. Setiap hamba berusaha mendapatkan apa yang bermanfaat baginya dunia akhirat. Dan dia juga berdo'a memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar sukses mendapat apa yang dia inginkan. Seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagi-mu, mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Bila kamu ditimpa sesuatu, janganlah kamu mengatakan:
'Seandainya saya bertindak begini, tentu (hasil-nya) akan begini dan begini.' Tapi katakanlah: 'Allah sudah mentakdirkan dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.' Sebab, sesungguhnya perkataan 'Seandainya ...' akan membuka (pintu) perbuatan syaithan." (HR.Muslim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghimpun antara perintah berusaha meraih yang bermanfaat dalam setiap kondisi dengan perintah mohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan perintah agar tidak memperturutkan sikap lemah yang merupakan cerminan dari sifat malas yang berbahaya. Semua itu dikumpulkan dengan perintah pasrah terhadap hal-hal yang sudah berlalu dan selalu memperhatikan qadha' dan qadar Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagi urusan manusia menjadi dua bagian:
Pertama, bagian yang dibolehkan bagi seorang hamba berusaha mendapatkannya, menolaknya atau meringankannya.
Bagian kedua adalah bagian yang tidak boleh/tidak bisa disikapi seperti di atas. Di sini seorang hamba dituntut tenang, rela dan menerima. Dan tidak diragukan lagi bahwa memperhatikan sikap semacam ini adalah faktor memperoleh kesenangan dan melenyapkan kesedihan.
Wassalam
Jadikan Lebih Baik
Setetes air mata
yang jatuh karena
keinsyafan, seribu
kali lebih baik
daripada sejuta
mutiara di lautan.
Sesaat bersedih
karena ingat dosa,
adalah lebih mulia
dari pada seharian
bersedih karena
cinta anak manusia.
Sejernih wajah
karena wudhu yg
sempurna adalah
lebih bercahaya dari
kilauan segunung
permata.
yang jatuh karena
keinsyafan, seribu
kali lebih baik
daripada sejuta
mutiara di lautan.
Sesaat bersedih
karena ingat dosa,
adalah lebih mulia
dari pada seharian
bersedih karena
cinta anak manusia.
Sejernih wajah
karena wudhu yg
sempurna adalah
lebih bercahaya dari
kilauan segunung
permata.
SYUKUR
Bangun di fajar subuh dengan hati
seringan awan
Mensyukuri hari
baru penuh sinar
kecintaan
Istirahat di terik
siang merenungkan
puncak getaran cinta
Pulang di kala senja
dengan syukur
penuh di rongga
dada
Kemudian terlena
dengan doa bagi
yang tercinta dalam
sanubari
Dan sebuah
nyanyian
kesyukuran
terpahat di bibir
senyuman
:+: Kahlil Gibran :+:
Selamat pagi, selamat beraktifitas, semoga hari-hari kita lalui dengan ceria seperti cerahnya mentari pagi ini :)
seringan awan
Mensyukuri hari
baru penuh sinar
kecintaan
Istirahat di terik
siang merenungkan
puncak getaran cinta
Pulang di kala senja
dengan syukur
penuh di rongga
dada
Kemudian terlena
dengan doa bagi
yang tercinta dalam
sanubari
Dan sebuah
nyanyian
kesyukuran
terpahat di bibir
senyuman
:+: Kahlil Gibran :+:
Selamat pagi, selamat beraktifitas, semoga hari-hari kita lalui dengan ceria seperti cerahnya mentari pagi ini :)
Hilangnya Warna Warni Dunia Kedalam Satu Warna
Hilangnya Warna Warni Dunia Kedalam Satu Warna
Alhamdulillah, puji syukur pada Dzat yang telah menghiasi alam dengan corak dan warna yang beragam, yang karenanya kita dapat temukan warna yang tunggal, di dalam keEsaann-Nya yang penuh keagungan, shalawat serta salam smoga slalu terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam yang telah menuntun umat manusia dari dimensi warna kedalam satu warna dalam keabadian, kekal tanpa akhiran, indah tanpa cacat dan kekurangan, juga kepada keluarga, sahabat dan bagi penuntut kebaikan dalam sunnah Nabi akhir zaman.
Saudaraku, sebenarnya warna dari perbuatan manusia itu satu warna.. Dan meskipun terbilang banyak macam dan rupa tapi tetap bermuara ke satu warna dan ma'na..
Kullu man 'alaiha faan "semua yang ada di muka bumi hakekatnya musnah binasa" inilah warna yang satu itu, kecuali dzikrullah dia kekal bersama keabadian-Nya, jadi peganglah yang kekal ini dan gunakan warna-warni lain sekedar mengingatkan untuk warna yang tunggal, dan jangan salahkan perbuatan hanya karena melihat sumber pelakunya, tapi jadikan sebagai "dzikir" pengingat bahwa kita masih bernama manusia yang hidup dengan berjuta warna fanaa..
Saudaraku, tidak diragukan, dzikirmu adalah kesombongan jika masih terdapat "aku" dalam hembusan dzikirmu, ketahuilah tidak ada "aku" ketika kita sedang mensucikan-Nya, tidak ada "aku" ketika kita sedang bertahmid pada-Nya dan tidak ada "aku" ketika hati tertunduk dalam munajat.
Saudaraku, jika langkahmu ke masjid dikarenakan mendengar gema adzan dari sang muaddzin, berarti langkahmu ke masjid belum berpondasikan tauhid, sungguh halus tipu daya syetan hingga menjelma bagai hembusan angin syorgawi, keindahan, kenikmatan, kebahagiaan semua terajut jadi satu bak selendang bidadari syorga yang menarikmu kedalam kehancuran yang tersembunyi.
Saudaraku, ketika shalatmu tidak mampu melebur semua bentuk dan warna kedalam wadah tanpa arah, maka kau masih menyembah sebuah benda, bagaimanapun juga kau masih bernama manusia dengan hijab yang kau buat, sehingga hati tertutup dari Dzat yang harus kau sembah di dalam shalat.
Saudaraku, jika engkau masih melihat segala sesuatu selain Yang Satu, maka engkau telah bermaksiat kepada Allah, karena telah berlaku syirik dengan penglihatanmu, maka kembalillah untuk slalu perbaiki taubat, getarkan dalam tunduk penyesalanmu dengan ikrar penuh penghayatan "sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan yang menguasai langit dan bumi".
Saudaraku, ketika kau tetap masih bersikukuh untuk tetapkan semua warna di dalam ibadahmu, maka segeralah mencari guru yang dapat membimbingmu kedalam satu warna "laa Ilaaha illa Allah".
Saudaraku, kutitipkan tulisan ini sebagai PR untuk hati kita, semoga aku dan kau dapat bermimpi dan mewujudkan mimpi di alam fanaa tanpa harus dibebani dengan berjuta asa dan damba pada dunia, karena hakekat kita semua sama akan kembali kepada-Nya.
Sumber : http//www.rohiminalasror.com
Alhamdulillah, puji syukur pada Dzat yang telah menghiasi alam dengan corak dan warna yang beragam, yang karenanya kita dapat temukan warna yang tunggal, di dalam keEsaann-Nya yang penuh keagungan, shalawat serta salam smoga slalu terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam yang telah menuntun umat manusia dari dimensi warna kedalam satu warna dalam keabadian, kekal tanpa akhiran, indah tanpa cacat dan kekurangan, juga kepada keluarga, sahabat dan bagi penuntut kebaikan dalam sunnah Nabi akhir zaman.
Saudaraku, sebenarnya warna dari perbuatan manusia itu satu warna.. Dan meskipun terbilang banyak macam dan rupa tapi tetap bermuara ke satu warna dan ma'na..
Kullu man 'alaiha faan "semua yang ada di muka bumi hakekatnya musnah binasa" inilah warna yang satu itu, kecuali dzikrullah dia kekal bersama keabadian-Nya, jadi peganglah yang kekal ini dan gunakan warna-warni lain sekedar mengingatkan untuk warna yang tunggal, dan jangan salahkan perbuatan hanya karena melihat sumber pelakunya, tapi jadikan sebagai "dzikir" pengingat bahwa kita masih bernama manusia yang hidup dengan berjuta warna fanaa..
Saudaraku, tidak diragukan, dzikirmu adalah kesombongan jika masih terdapat "aku" dalam hembusan dzikirmu, ketahuilah tidak ada "aku" ketika kita sedang mensucikan-Nya, tidak ada "aku" ketika kita sedang bertahmid pada-Nya dan tidak ada "aku" ketika hati tertunduk dalam munajat.
Saudaraku, jika langkahmu ke masjid dikarenakan mendengar gema adzan dari sang muaddzin, berarti langkahmu ke masjid belum berpondasikan tauhid, sungguh halus tipu daya syetan hingga menjelma bagai hembusan angin syorgawi, keindahan, kenikmatan, kebahagiaan semua terajut jadi satu bak selendang bidadari syorga yang menarikmu kedalam kehancuran yang tersembunyi.
Saudaraku, ketika shalatmu tidak mampu melebur semua bentuk dan warna kedalam wadah tanpa arah, maka kau masih menyembah sebuah benda, bagaimanapun juga kau masih bernama manusia dengan hijab yang kau buat, sehingga hati tertutup dari Dzat yang harus kau sembah di dalam shalat.
Saudaraku, jika engkau masih melihat segala sesuatu selain Yang Satu, maka engkau telah bermaksiat kepada Allah, karena telah berlaku syirik dengan penglihatanmu, maka kembalillah untuk slalu perbaiki taubat, getarkan dalam tunduk penyesalanmu dengan ikrar penuh penghayatan "sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan yang menguasai langit dan bumi".
Saudaraku, ketika kau tetap masih bersikukuh untuk tetapkan semua warna di dalam ibadahmu, maka segeralah mencari guru yang dapat membimbingmu kedalam satu warna "laa Ilaaha illa Allah".
Saudaraku, kutitipkan tulisan ini sebagai PR untuk hati kita, semoga aku dan kau dapat bermimpi dan mewujudkan mimpi di alam fanaa tanpa harus dibebani dengan berjuta asa dan damba pada dunia, karena hakekat kita semua sama akan kembali kepada-Nya.
Sumber : http//www.rohiminalasror.com
Senin, 01 Agustus 2011
NABI IDRIS AS. DAN PEDOMAN HIDUP
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Alhamdulillaahi
robbil'aalamiin,
wassholaatu
wassalaamu 'alaa
sayyidinaa
Muhammadin wa 'alaa
aalihii wa shohbihii wa
sallim
Nabi Idris a.s adalah
keturunan keenam
Nabi Adam, putera dari
Yazid bin Mihla'iel bin
Qoinan bin Anusy bin
Syits bin Adam a.s dan
dia adalah keturunan
pertama yang
dikurniakan kenabian
setelah Adam dan
Syits.
Nabi Idris a.s
berdasarkan riwayat
beliau bermukim di
Mesir, di mana ia
berdakwah untuk
agama Allah
mengajarkan tauhid
dan beribadah
menyembah Allah serta
memberi beberapa
pedoman hidup bagi
pengikut-pengikutnya
agar menyelamatkan
diri dari siksaan di
akhirat dan
kehancuran serta
kebinasaan di dunia. Ia
hidup sampai berusia
82 tahun.
Di antara beberapa
nasihat dan kata-kata
mutiaranya ialah :
1. Kesabaran yang
disertai iman kepada
Allah memebawa
kemenangan.
2. Orang yang bahagia
adalah orang yang
merendah diri dan
mengharapkan syafaat
dari Tuhannya dengan
amal-amal solehnya.
3. Bila kamu memohon
sesuatu daripada Allah
dan berdoa, maka
ikhlaskanlah niatmu.
Demikian pula puasa
dan sembahnyangmu.
4. Janganlah
bersumpah dengan
keadaan kamu
berdusta dan
janganlah menuntut
sumpah dari orang
yang berdusta agar
kamu tidak menyekutui
mereka dalam dosa.
5. Taatlah kepada
raja-rajamu dan
tunduklah kepada
pembesar-pembesarmu
serta penuhilah selalu
mulut-mulutmu dengan
ucapan syukur dan
puji kepada Allah.
6. Janganlah iri dg
orang yang mujur
nasibnya kerana
mereka tidak akan
banyak dan lama
menikmati kemujuran
nasibnya. (semua
orang akan mati)
7. Barangsiapa
melampaui
kesederhanaan, tidak
ada sesuatupun akan
memuaskannya.
8. Tanpa membagi-
bagikan nikmat yang
diperoleh, seseorang
tidak dapat bersyukur
kepada Allah atas
nikmat-nikmat yang
diperolehnya itu.
walhamdulillaahirobbil'aalamiin,
semoga bermanfaat
bagi kita semua ^_^
Alhamdulillaahi
robbil'aalamiin,
wassholaatu
wassalaamu 'alaa
sayyidinaa
Muhammadin wa 'alaa
aalihii wa shohbihii wa
sallim
Nabi Idris a.s adalah
keturunan keenam
Nabi Adam, putera dari
Yazid bin Mihla'iel bin
Qoinan bin Anusy bin
Syits bin Adam a.s dan
dia adalah keturunan
pertama yang
dikurniakan kenabian
setelah Adam dan
Syits.
Nabi Idris a.s
berdasarkan riwayat
beliau bermukim di
Mesir, di mana ia
berdakwah untuk
agama Allah
mengajarkan tauhid
dan beribadah
menyembah Allah serta
memberi beberapa
pedoman hidup bagi
pengikut-pengikutnya
agar menyelamatkan
diri dari siksaan di
akhirat dan
kehancuran serta
kebinasaan di dunia. Ia
hidup sampai berusia
82 tahun.
Di antara beberapa
nasihat dan kata-kata
mutiaranya ialah :
1. Kesabaran yang
disertai iman kepada
Allah memebawa
kemenangan.
2. Orang yang bahagia
adalah orang yang
merendah diri dan
mengharapkan syafaat
dari Tuhannya dengan
amal-amal solehnya.
3. Bila kamu memohon
sesuatu daripada Allah
dan berdoa, maka
ikhlaskanlah niatmu.
Demikian pula puasa
dan sembahnyangmu.
4. Janganlah
bersumpah dengan
keadaan kamu
berdusta dan
janganlah menuntut
sumpah dari orang
yang berdusta agar
kamu tidak menyekutui
mereka dalam dosa.
5. Taatlah kepada
raja-rajamu dan
tunduklah kepada
pembesar-pembesarmu
serta penuhilah selalu
mulut-mulutmu dengan
ucapan syukur dan
puji kepada Allah.
6. Janganlah iri dg
orang yang mujur
nasibnya kerana
mereka tidak akan
banyak dan lama
menikmati kemujuran
nasibnya. (semua
orang akan mati)
7. Barangsiapa
melampaui
kesederhanaan, tidak
ada sesuatupun akan
memuaskannya.
8. Tanpa membagi-
bagikan nikmat yang
diperoleh, seseorang
tidak dapat bersyukur
kepada Allah atas
nikmat-nikmat yang
diperolehnya itu.
walhamdulillaahirobbil'aalamiin,
semoga bermanfaat
bagi kita semua ^_^
Label:
artikel
Arti Niat - kalam Alhabib Achmad Bin Zein Al habsyie -
“Niat saleh” adalah kecenderungan dan keinginan hati untuk berbuat baik. Suara hati merupakan sumber dan penyebab pertama timbulnya niat. Niat adalah ruhnya amal, seperti ruh bagi jasad, dan hujan bagi bumi.
Barang siapa yang niat dan tujuannya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia memiliki niat yang saleh. Karena itulah beliau RA berkata, “carilah selalu niat-niat saleh”.
Niat ada yang saleh dan ada yang buruk.
Dalam suatu amal kadang kala dapat diperoleh niat yang banyak. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”
Niat yang baik akan membuahkan amal yang baik,sedangkan niat yang buruk akan mengakibatkan amal yang buruk.
Allah berfirman:
“Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.” (QS Al-Bayyinah, 98:5)
Yakni, dengan niat yang ikhlas untuk Allah. Niat juga merupakan salah satu sebab untuk memperoleh taufik: Jika kedua juru pendamai itu berniat mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu (untuk berdamai). (QS An-Nisa, 4:35)
Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berniat melakukan kebajikan, namun ia tidak mengamalkannya, Allah akan mencatatkan kebajikan baginya.”
Dan sabdanya lagi:
“Mereka kelak dikumpulkan berdasarkan niat mereka.”
Imam At-Tsauri berkata, “Dahulu mereka mempelajari niat untuk beramal sebagaimana mereka mempelajari amal.”
Dan diriwayatkan dalam kitab Taurat bahwa Allah Ta’ala berfirman,
“Segala sesuatu yang diniatkan untuk-Ku, maka sedikitnya adalah banyak, dan segala sesuatu yang ditujukan kepada selain Aku, maka banyaknya adalah sedikit.”
Bilal bin Sa’ad berkata, “Sesungguhnya seorang hamba akan mengucapkan ucapan seorang mukmin, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan amalnya, jika ia mengamalkannya, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan niatnya, jika niatnya baik, Allah akan memperbaiki kelemahan amalnya.”
Niat adalah tiangnya amal, oleh karena itu amal sangat membutuhkan niat. Nabi SAW bersabda: “Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” Hati adalah pengawas yang ditaati dan niat adalah amal hati. Amal tanpa niat yang saleh, tidak akan bermanfaat, dan amal dengan niat yang buruk, akan mencelakakan.
Banyaknya niat tergantung pada banyaknya usaha untuk berbuat kebaikan, keluasan ilmu dan ketekunan dalam menghimpun berbagai niat yang baik. Dan banyaknya niat ini dapat menyucikan dan melipat-gandakan amal. Namun maksiat akan tetap maksiat, karena niat baik tidak akan dapat merubahnya.
Berbagai amal yang mubah, dengan niat yang benar dari seorang yang sidq, dapat menjadi sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. Mereka yang selalu disibukkan dengan urusan keduniaan, niat-niat saleh tersebut tidak akan terlintas dalam benak mereka. Jika mereka mengaku memiliki suatu niat baik, ketahuilah, sesungguhnya itu hanyalah bisikan hati, bukan niat.
Saat melaksanakan atau meninggalkan suatu amal harus disertai dengan niat yang baik, karena meninggalkan suatu amal adalah amal juga.
Oleh karena itu, jangan sampai hawa nafsu yang tersembunyi menjadi penggerak suatu amal. Karena alasan inilah beberapa sufi urung melaksanakan suatu ketaatan, karena gagal menetapkan niat yang baik.
Niat adalah fath dari Allah yang pada dasarnya tidak bisa diusahakan. Niat yang baik ini oleh Allah Ta’ala dianugerahkan kepada orang-orang yang berhati suci, memiliki ilmu yang luas dan selalu disibukkan dengan ajaran Allah, bukan orang-orang seperti kita. Kita ini tidak mudah untuk berniat baik walaupun dalam melaksanakan yang wajib, kecuali setelah berusaha dengan susah payah.
Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi, Syarhul ‘Ainiyyah, Wasiat dan Nasihat.
semoga bermanfaat, amin.
Barang siapa yang niat dan tujuannya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia memiliki niat yang saleh. Karena itulah beliau RA berkata, “carilah selalu niat-niat saleh”.
Niat ada yang saleh dan ada yang buruk.
Dalam suatu amal kadang kala dapat diperoleh niat yang banyak. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya seseorang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.”
Niat yang baik akan membuahkan amal yang baik,sedangkan niat yang buruk akan mengakibatkan amal yang buruk.
Allah berfirman:
“Padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.” (QS Al-Bayyinah, 98:5)
Yakni, dengan niat yang ikhlas untuk Allah. Niat juga merupakan salah satu sebab untuk memperoleh taufik: Jika kedua juru pendamai itu berniat mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu (untuk berdamai). (QS An-Nisa, 4:35)
Nabi SAW bersabda, “Barang siapa berniat melakukan kebajikan, namun ia tidak mengamalkannya, Allah akan mencatatkan kebajikan baginya.”
Dan sabdanya lagi:
“Mereka kelak dikumpulkan berdasarkan niat mereka.”
Imam At-Tsauri berkata, “Dahulu mereka mempelajari niat untuk beramal sebagaimana mereka mempelajari amal.”
Dan diriwayatkan dalam kitab Taurat bahwa Allah Ta’ala berfirman,
“Segala sesuatu yang diniatkan untuk-Ku, maka sedikitnya adalah banyak, dan segala sesuatu yang ditujukan kepada selain Aku, maka banyaknya adalah sedikit.”
Bilal bin Sa’ad berkata, “Sesungguhnya seorang hamba akan mengucapkan ucapan seorang mukmin, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan amalnya, jika ia mengamalkannya, maka Allah tidak akan membiarkannya sebelum menyaksikan niatnya, jika niatnya baik, Allah akan memperbaiki kelemahan amalnya.”
Niat adalah tiangnya amal, oleh karena itu amal sangat membutuhkan niat. Nabi SAW bersabda: “Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” Hati adalah pengawas yang ditaati dan niat adalah amal hati. Amal tanpa niat yang saleh, tidak akan bermanfaat, dan amal dengan niat yang buruk, akan mencelakakan.
Banyaknya niat tergantung pada banyaknya usaha untuk berbuat kebaikan, keluasan ilmu dan ketekunan dalam menghimpun berbagai niat yang baik. Dan banyaknya niat ini dapat menyucikan dan melipat-gandakan amal. Namun maksiat akan tetap maksiat, karena niat baik tidak akan dapat merubahnya.
Berbagai amal yang mubah, dengan niat yang benar dari seorang yang sidq, dapat menjadi sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah. Mereka yang selalu disibukkan dengan urusan keduniaan, niat-niat saleh tersebut tidak akan terlintas dalam benak mereka. Jika mereka mengaku memiliki suatu niat baik, ketahuilah, sesungguhnya itu hanyalah bisikan hati, bukan niat.
Saat melaksanakan atau meninggalkan suatu amal harus disertai dengan niat yang baik, karena meninggalkan suatu amal adalah amal juga.
Oleh karena itu, jangan sampai hawa nafsu yang tersembunyi menjadi penggerak suatu amal. Karena alasan inilah beberapa sufi urung melaksanakan suatu ketaatan, karena gagal menetapkan niat yang baik.
Niat adalah fath dari Allah yang pada dasarnya tidak bisa diusahakan. Niat yang baik ini oleh Allah Ta’ala dianugerahkan kepada orang-orang yang berhati suci, memiliki ilmu yang luas dan selalu disibukkan dengan ajaran Allah, bukan orang-orang seperti kita. Kita ini tidak mudah untuk berniat baik walaupun dalam melaksanakan yang wajib, kecuali setelah berusaha dengan susah payah.
Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi, Syarhul ‘Ainiyyah, Wasiat dan Nasihat.
semoga bermanfaat, amin.
Romantika Pasangan Jiwa
Oleh Anis Matta
Orang-orang di negerinya, di Mesir sana, menganggapnya pahlawan cinta. Mereka menyebutnya sebagai kampiun asmara.
Dody Al Fayed dan Lady Diana adalah sebuah roman yang tragis. Dua jiwa bertemu. Tapi tanpa raga. Mereka tidak ditakdirkan bersatu.
Tapi Lady Diana dan pangeran Charles adalah juga roman yang tragis. Dua raga bertemu. Tapi tanpa jiwa. Mereka pernah ditakdirkan bersatu. Tapi tidak ditakdirkan untuk saling mencintai.
Tragis. Terlalu tragis. Dua setengah milyar umat manusia yang ikut menyaksikan proses pemakaman Lady Diana dan Dody hanya mampu menangis. Menyatakan haru entah kepada siapa: sebab di alam jiwa mereka semua nestapa.
Tapi cerita Charles dengan Camilla Parker yang entah menjadi pemicu keretakan rumah tangganya atau tidak, menyelipkan sebuah pertanyaan besar: mengapa sang pangeran lebih tertarik dengan perempuan tua itu ketimbang Diana yang cantik dan anggun, Diana? Bahkan ketika Camila menjadi musuh bersama rakyat Inggris, Charles tetap menikahinya beberapa tahun kemudian? Seperti sebuah kehendak yang dipaksakan walaupun harus melawan arus. Tidak berartikah kecantikan Diana baginya? Dan apakah pesona perempuan tua yang membuatnya nekat itu?
Charles adalah sebuah cerita tentang kesepian. Punya ibu seorang ratu hampir sama dengan menjadi yatim. Maka Charles tumbuh dengan sebuah kebutuhan jiwa yang akut: seseorang yang bisa diajak bicara, mau mendengarnya dan mampu memahaminya, seseorang yang bisa membuatnya merasa sebagai orang normal yang bersikap wajar dalam kehidupannya. Camilla hadir dan bisa memenuhi kebutuhan jiwa itu. Sementara Diana tumbuh sebagai gadis cantik yang terlalu lugu untuk kerumitan-kerumitan besar yang dihadapi Cahrles. Ia bagus sebagai icon kerajaan yang cantik. Tapi tidak bagi Charles yang rumit. Jiwa mereka tidak bertemu ketika raga mereka justru seranjang.
Tim kehidupan pada intinya adalah ide tentang pasangan jiwa dalam katagori cinta jiwa. Bukan terutama tentang poligami. Ini ide tentang pertemuan jiwa yang disebabkan oleh kesamaan, atau kesepadanan, atau keseimbangan, atau kelengkapan. Jiwa-jiwa yang saling bertemu itu bisa dua atau tiga atau empat dan seterusnya. Sama persis dalam semua bentuk tim dalam sebuah organisasi.
Tim itu juga bisa besar pada mulanya lalu menciut pada akhirnya. Umar bin Khattab, misalnya, menceraikan dua istrinya yang sangat cantik, Jamilah dan Qaribah. Tapi bisa bertahan hidup bersama Ummu Kaltsum binti AN atau cucu Rasulullah saw yang usianya terpaut lebih 40 tahun.
Itu sebabnya cinta jiwa merupakan sumber semua cerita roman percintaan dalam sejarah umat manusia. Baik yang berujung tragis maupun yang berakhir bahagia. Jiwa mempunyai hajatnya sendiri. Maka ia lebih bisa mengenal pasangannya sendiri. Juga bergerak dengan caranya sendiri menuju pasangannya.
Di alam jiwa, terlalu banyak kaidah dan kebiasaan alam raga yang tidak berlaku. Itu membuatnya rumit. Tapi agung. Rumit jalan ceritanya. Tapi agung suasananya. Rumit untuk dicerna. Tapi agung untuk dirasakan. Maka romantika cinta pasangan jiwa selalu begitu: bauran yang kompleks antara kerumitan dan keagungan.
(Majalah Tarbawi edisi 140 Th.8/Ramadhan 1427 H/28 September 2006 M)
Orang-orang di negerinya, di Mesir sana, menganggapnya pahlawan cinta. Mereka menyebutnya sebagai kampiun asmara.
Dody Al Fayed dan Lady Diana adalah sebuah roman yang tragis. Dua jiwa bertemu. Tapi tanpa raga. Mereka tidak ditakdirkan bersatu.
Tapi Lady Diana dan pangeran Charles adalah juga roman yang tragis. Dua raga bertemu. Tapi tanpa jiwa. Mereka pernah ditakdirkan bersatu. Tapi tidak ditakdirkan untuk saling mencintai.
Tragis. Terlalu tragis. Dua setengah milyar umat manusia yang ikut menyaksikan proses pemakaman Lady Diana dan Dody hanya mampu menangis. Menyatakan haru entah kepada siapa: sebab di alam jiwa mereka semua nestapa.
Tapi cerita Charles dengan Camilla Parker yang entah menjadi pemicu keretakan rumah tangganya atau tidak, menyelipkan sebuah pertanyaan besar: mengapa sang pangeran lebih tertarik dengan perempuan tua itu ketimbang Diana yang cantik dan anggun, Diana? Bahkan ketika Camila menjadi musuh bersama rakyat Inggris, Charles tetap menikahinya beberapa tahun kemudian? Seperti sebuah kehendak yang dipaksakan walaupun harus melawan arus. Tidak berartikah kecantikan Diana baginya? Dan apakah pesona perempuan tua yang membuatnya nekat itu?
Charles adalah sebuah cerita tentang kesepian. Punya ibu seorang ratu hampir sama dengan menjadi yatim. Maka Charles tumbuh dengan sebuah kebutuhan jiwa yang akut: seseorang yang bisa diajak bicara, mau mendengarnya dan mampu memahaminya, seseorang yang bisa membuatnya merasa sebagai orang normal yang bersikap wajar dalam kehidupannya. Camilla hadir dan bisa memenuhi kebutuhan jiwa itu. Sementara Diana tumbuh sebagai gadis cantik yang terlalu lugu untuk kerumitan-kerumitan besar yang dihadapi Cahrles. Ia bagus sebagai icon kerajaan yang cantik. Tapi tidak bagi Charles yang rumit. Jiwa mereka tidak bertemu ketika raga mereka justru seranjang.
Tim kehidupan pada intinya adalah ide tentang pasangan jiwa dalam katagori cinta jiwa. Bukan terutama tentang poligami. Ini ide tentang pertemuan jiwa yang disebabkan oleh kesamaan, atau kesepadanan, atau keseimbangan, atau kelengkapan. Jiwa-jiwa yang saling bertemu itu bisa dua atau tiga atau empat dan seterusnya. Sama persis dalam semua bentuk tim dalam sebuah organisasi.
Tim itu juga bisa besar pada mulanya lalu menciut pada akhirnya. Umar bin Khattab, misalnya, menceraikan dua istrinya yang sangat cantik, Jamilah dan Qaribah. Tapi bisa bertahan hidup bersama Ummu Kaltsum binti AN atau cucu Rasulullah saw yang usianya terpaut lebih 40 tahun.
Itu sebabnya cinta jiwa merupakan sumber semua cerita roman percintaan dalam sejarah umat manusia. Baik yang berujung tragis maupun yang berakhir bahagia. Jiwa mempunyai hajatnya sendiri. Maka ia lebih bisa mengenal pasangannya sendiri. Juga bergerak dengan caranya sendiri menuju pasangannya.
Di alam jiwa, terlalu banyak kaidah dan kebiasaan alam raga yang tidak berlaku. Itu membuatnya rumit. Tapi agung. Rumit jalan ceritanya. Tapi agung suasananya. Rumit untuk dicerna. Tapi agung untuk dirasakan. Maka romantika cinta pasangan jiwa selalu begitu: bauran yang kompleks antara kerumitan dan keagungan.
(Majalah Tarbawi edisi 140 Th.8/Ramadhan 1427 H/28 September 2006 M)
KUALITAS dalam KUANTITAS
KUALITAS dalam
KUANTITAS
Seorang murid berkata
pada gurunya, “Guru,
bila saya belajar tidak
hanya dari Anda, tetapi
juga dari guru-guru
yang lain, bukankah
ilmu saya akan
berlimpah ?”
Sang guru tersenyum,
menatap lembut sang
murid, lalu berkata,
“Dia yang mengejar
mengejar dua kelinci
(pada waktu
bersamaan), tidak
akan mendapatkan
kelinci!”
Sang murid bingung,
dan terpekur;
“Bukankah 1+1 =2,
dan 2+2=4? Artinya 2
guru + 2 guru = 4
ilmu?“.
Sang guru, seakan-
akan dapat membaca
pikiran muridnya,
melanjutkan; “Dalam
kehidupan ini, tidak
semua ilmu yang kamu
pelajari akan terpakai.
Hanya segelintir ilmu
yang akan kamu
gunakan untuk
memperbaiki kualitas
hidupmu”.
“Hidup ini terlalu
singkat, untuk dapat
mempelajari semua
ilmu. Bila kamu
mempelajari semua
ilmu, lalu memilah-milah
ilmu yang terbaik
untukmu, kapankah
kamu punya waktu
untuk
menerapkannya?”
“Tujuan belajar adalah
bukan untuk
mengetahui, tetapi
untuk menerapkan,
untuk kemakmuran dan
kebahagiaanmu, serta
masyarakat di
sekelilingmu” .
Sang murid, dengan
mimik muka serius,
bertanya; “Lalu,
bagaimanakah caranya
mendapatkan ilmu
terbaik, yang terhebat
dan dalam waktu cepat
mengantarkan kita
pada kesuksesan?”.
Sang guru, kembali
tersenyum, dan
menjawab dengan
lembut, “Tidak ada
guru yang terbaik, dan
tidak ada ilmu yang
terbaik. Yang terbaik
tahun lalu, belum tentu
terbaik di tahun
mendatang.”
“Lalu, siapakah yang
terbaik?”
“Semua ilmu itu baik,
asal cocok dengan
pengguna ilmunya.
Kecocokan dalam
bakat, sifat,
kepribadian dan juga
kecenderungan si
Pengguna, akan
sangat menentukan
kecepatan penguasaan
ilmu tersebut”.
“Daripada
menghabiskan waktu
untuk mencari banyak
ilmu, lalu memilah-milah
yang terbaik,
bukankah lebih mudah
bagimu untuk mencari
hanya seorang guru
dan ilmu yang sesuai,
lalu kamu belajar
sebanyak-banyaknya,
dan sedalam-
dalamnya, dari
Beliau ?”
Sang guru mengakhiri
percakapan dengan
sebuah renungan.
“Dalam kehidupan,
manusia lebih
menghargai banyak
dari pada dalam”.
Manakah yang lebih
berarti bagi Anda;
Banyak bisnis yang
membuat kepala
pening, atau satu
bisnis yang membuat
Anda untung besar?
Banyak proyek yang
tidak selesai, atau
satu pekerjaan yang
mendapatkan pujian?
Banyak ilmu yang
belum diterapkan, atau
satu ilmu yang
menghasilkan banyak?
KUANTITAS
Seorang murid berkata
pada gurunya, “Guru,
bila saya belajar tidak
hanya dari Anda, tetapi
juga dari guru-guru
yang lain, bukankah
ilmu saya akan
berlimpah ?”
Sang guru tersenyum,
menatap lembut sang
murid, lalu berkata,
“Dia yang mengejar
mengejar dua kelinci
(pada waktu
bersamaan), tidak
akan mendapatkan
kelinci!”
Sang murid bingung,
dan terpekur;
“Bukankah 1+1 =2,
dan 2+2=4? Artinya 2
guru + 2 guru = 4
ilmu?“.
Sang guru, seakan-
akan dapat membaca
pikiran muridnya,
melanjutkan; “Dalam
kehidupan ini, tidak
semua ilmu yang kamu
pelajari akan terpakai.
Hanya segelintir ilmu
yang akan kamu
gunakan untuk
memperbaiki kualitas
hidupmu”.
“Hidup ini terlalu
singkat, untuk dapat
mempelajari semua
ilmu. Bila kamu
mempelajari semua
ilmu, lalu memilah-milah
ilmu yang terbaik
untukmu, kapankah
kamu punya waktu
untuk
menerapkannya?”
“Tujuan belajar adalah
bukan untuk
mengetahui, tetapi
untuk menerapkan,
untuk kemakmuran dan
kebahagiaanmu, serta
masyarakat di
sekelilingmu” .
Sang murid, dengan
mimik muka serius,
bertanya; “Lalu,
bagaimanakah caranya
mendapatkan ilmu
terbaik, yang terhebat
dan dalam waktu cepat
mengantarkan kita
pada kesuksesan?”.
Sang guru, kembali
tersenyum, dan
menjawab dengan
lembut, “Tidak ada
guru yang terbaik, dan
tidak ada ilmu yang
terbaik. Yang terbaik
tahun lalu, belum tentu
terbaik di tahun
mendatang.”
“Lalu, siapakah yang
terbaik?”
“Semua ilmu itu baik,
asal cocok dengan
pengguna ilmunya.
Kecocokan dalam
bakat, sifat,
kepribadian dan juga
kecenderungan si
Pengguna, akan
sangat menentukan
kecepatan penguasaan
ilmu tersebut”.
“Daripada
menghabiskan waktu
untuk mencari banyak
ilmu, lalu memilah-milah
yang terbaik,
bukankah lebih mudah
bagimu untuk mencari
hanya seorang guru
dan ilmu yang sesuai,
lalu kamu belajar
sebanyak-banyaknya,
dan sedalam-
dalamnya, dari
Beliau ?”
Sang guru mengakhiri
percakapan dengan
sebuah renungan.
“Dalam kehidupan,
manusia lebih
menghargai banyak
dari pada dalam”.
Manakah yang lebih
berarti bagi Anda;
Banyak bisnis yang
membuat kepala
pening, atau satu
bisnis yang membuat
Anda untung besar?
Banyak proyek yang
tidak selesai, atau
satu pekerjaan yang
mendapatkan pujian?
Banyak ilmu yang
belum diterapkan, atau
satu ilmu yang
menghasilkan banyak?
Minggu, 31 Juli 2011
Sedikit kumpulan random hadits nabi
Assaalamu 'alaikum wr.wb.
Nabi bersabda: "Malaikat Jibril selalu memberitahuku 7 hal setiap kali menyampaikan firman Allah sehingga 7 hal tersebut kuanggap sangat penting atau hampir wajib."
1.Berbuat baik pada tetangga
2.Jangan sekali-kali menceraikan istri (rawatlah wanita secara baik)
3.Jangan terlalu keras dengan budak atau buruh
4.Jangan lupa bersiwak (membersihkan mulut)
" Sholat 2 rakaat dengan bersiwak lebih besar pahalanya daripada shalat 70 rakaat tanpa bersiwak terlebih dulu"
5.Jangan lupa shalat berjamaah
"Nabi beranggapan bahwa shalat tidak sah jika tidak berjamaah"
6.Selalu shalat malam
7.Selalu berzikir kepada Allah
"tidak bermanfaat suatu pembicaraan jika tidak dibarengi dengan dzikir (ingat) kepada Allah"
Nabi bersabda: "Allah menyukai seseorang karena 3 perkara :
1.Orang yang punya kekuatan/kekuasaan yang digunakan untuk taat kepada Allah.
Misalnya waktu kita masih sehat, memiliki waktu luang sebaiknya dimanfaatkan untuk beribadah.
2.Orang yang menangis dan menyesal setelah berbuat maksiat.
3.Orang yang sabar ketika miskin
"orang miskin itu memiliki 3 perhiasan : tidak minta-minta (bekerja sendiri), syukur saat mendapat nikmat, sabar saat tertimpa musibah."
* Nabi mengatakan: "Bingkisan yang paling berharga bagi orang mukmin adalah fakir. --orang fakir yang sabar akan masuk surga dengan lebih mudah dan ketika di surga akan bersanding dengan Nabi Besar Muhammad saw.--
Nabi bersabda: "Nanti di hari kiamat Allah tidak akan melihat (kasihan) terhadap 7 orang (golongan). Mereka akan dimasukkan ke neraka."
1.Orang yang suka sesama jenis ---seperti kaum Nabi Luth---
2.Orang yang menikah dengan tangannya sendiri ---berbuat sendiri untuk mendapat
kepuasan (onani/masturbasi)---
3.Orang yang mengumpuli kuda
4.Orang yang mengumpuli istrinya lewat jalan belakang
5.Orang yang mengumpuli anaknya sendiri
6.Orang yang mengumpuli istri orang lain
7.Orang yang menyakiti tetangganya.
Nabi bersabda: "Aku melaknati terhadap 6 golongan."
1.Orang yang menambah-nambah kitab Allah
2.Orang yang tidak percaya terhadap kepastian Allah
3. Raja/penguasa yang berbuat sewenag-wenang ---yang salah dibuat benar, yang benar disalahkan atau yang mengangkat orang yanng dicela Allah (korupsi dan koluso)---
4.Orang yang menghalalkan barang di tanah Haram (Mekah)
5.Orang yang menghalalalkan yang diharamkan Allah
6.Orang yang berpaling dari jalannya Nabi Muhammad.
Semoga kita semakin taqwa, amin.
Nabi bersabda: "Malaikat Jibril selalu memberitahuku 7 hal setiap kali menyampaikan firman Allah sehingga 7 hal tersebut kuanggap sangat penting atau hampir wajib."
1.Berbuat baik pada tetangga
2.Jangan sekali-kali menceraikan istri (rawatlah wanita secara baik)
3.Jangan terlalu keras dengan budak atau buruh
4.Jangan lupa bersiwak (membersihkan mulut)
" Sholat 2 rakaat dengan bersiwak lebih besar pahalanya daripada shalat 70 rakaat tanpa bersiwak terlebih dulu"
5.Jangan lupa shalat berjamaah
"Nabi beranggapan bahwa shalat tidak sah jika tidak berjamaah"
6.Selalu shalat malam
7.Selalu berzikir kepada Allah
"tidak bermanfaat suatu pembicaraan jika tidak dibarengi dengan dzikir (ingat) kepada Allah"
Nabi bersabda: "Allah menyukai seseorang karena 3 perkara :
1.Orang yang punya kekuatan/kekuasaan yang digunakan untuk taat kepada Allah.
Misalnya waktu kita masih sehat, memiliki waktu luang sebaiknya dimanfaatkan untuk beribadah.
2.Orang yang menangis dan menyesal setelah berbuat maksiat.
3.Orang yang sabar ketika miskin
"orang miskin itu memiliki 3 perhiasan : tidak minta-minta (bekerja sendiri), syukur saat mendapat nikmat, sabar saat tertimpa musibah."
* Nabi mengatakan: "Bingkisan yang paling berharga bagi orang mukmin adalah fakir. --orang fakir yang sabar akan masuk surga dengan lebih mudah dan ketika di surga akan bersanding dengan Nabi Besar Muhammad saw.--
Nabi bersabda: "Nanti di hari kiamat Allah tidak akan melihat (kasihan) terhadap 7 orang (golongan). Mereka akan dimasukkan ke neraka."
1.Orang yang suka sesama jenis ---seperti kaum Nabi Luth---
2.Orang yang menikah dengan tangannya sendiri ---berbuat sendiri untuk mendapat
kepuasan (onani/masturbasi)---
3.Orang yang mengumpuli kuda
4.Orang yang mengumpuli istrinya lewat jalan belakang
5.Orang yang mengumpuli anaknya sendiri
6.Orang yang mengumpuli istri orang lain
7.Orang yang menyakiti tetangganya.
Nabi bersabda: "Aku melaknati terhadap 6 golongan."
1.Orang yang menambah-nambah kitab Allah
2.Orang yang tidak percaya terhadap kepastian Allah
3. Raja/penguasa yang berbuat sewenag-wenang ---yang salah dibuat benar, yang benar disalahkan atau yang mengangkat orang yanng dicela Allah (korupsi dan koluso)---
4.Orang yang menghalalkan barang di tanah Haram (Mekah)
5.Orang yang menghalalalkan yang diharamkan Allah
6.Orang yang berpaling dari jalannya Nabi Muhammad.
Semoga kita semakin taqwa, amin.
Label:
artikel
Langganan:
Postingan (Atom)