Minggu, 30 Desember 2012

PEMBERIAN STATUS MURTAD KEPADA SESAMA MUSLIM

Oleh: Ustadz Ishak



Baru-baru ini, saya masih dapat membaca hadirnya *fenomena memberikan
status murtad kepada sesama umat islam.* Sejujurnya saya terkejut, karena
pengafiran ini justru muncul di grup diskusi dunia maya yang mengusung nama
"tasawuf". Biasanya para ahli tasawuf adalah ahli-ahli yang mampu menyelami
seluk beluk hati sehingga dapat lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru
dalam menghakimi. Saya pikir kekeruhan hati seperti ini sudah musnah dari
dunia tasawuf. Ternyata saya salah....



*Keterkejutan itu tak bertahan lama*, akhirnya tak lama kemudian saya
tersenyum, saya lupa bahwa ini adalah grup diskusi dunia maya, *yang
penulisnya bisa siapa saja. Bukan tak mungkin dari golongan non-muslim,
atau bahkan dari musuh-musuh islam yang menyusup.*



Jika pelakunya adalah musuh islam yang disusupkan seperti pada kasus SHR,
maka saya tidak usah berkomentar banyak. *Mereka memang diperintahkan
untuk mempelajari islam. Tidak untuk mengimaninya, melainkan untuk mencari
kelemahannya kemudian menghancurkannya.*



Biasanya taktik kotor ini mudah dideteksi. *Mereka biasanya melakukan
agitasi, kampanye (propaganda) pada mas media dan elektronik dengan gencar
dan memiliki frekuensi tinggi, sehingga orang-orang yang masih sederhana
pola pikirnya, mudah terhasut dan akhirnya membenarkan. *



*Propaganda pikiran jahat itu dimulai dari penterjemahan, interpretasi dan
penyajian serta pengacauan fakta-fakta yang menyimpang, kasar, halus dan
disengaja.*



Distorsi dan mis-interprestasi ini betul-betul dikemas dengan kepiawaian
bahasa mereka dan logika yang menipu sehingga "para pencari" kesulitan atau
benar-benar tidak memahami aspek islam yang sebenarnya. *Mereka
terperangkap kebohongan yang berhias kefasihan*, dan akhirnya menelan
pil-racun yang berlapis gula kebohongan dan mengikuti tulisan tersebut.



Tetapi jika hal itu dilakukan oleh sesama umat islam,* maka diamnya saya
hanya menghasilkan dosa.* Maka izinkan saya berbicara. *Maaf jika ada yang
tersindir / tersinggung. Dan inilah tausyiah / nasihat bagi mereka :*



*1. JANGAN KAU GELAPKAN AKHIRATMU DENGAN MENDZHALIMI MEREKA*



Saudaraku, ketika engkau mengutuk, memberikan status murtad atau kafir,
atau mendoakan saudaramu agar celaka, maka setan berkata dengan suara
merdu, "Aku sangat berterimakasih kepadamu lebih dari semua makhluk yang
ada di muka bumi. Karena permohonanmu agar saudaramu sesama islam
dicelakakan, telah dikabulkan oleh Allah. Dengan cara itu, engkau telah
meringankan bebanku.



*2. JANGAN KAU SAKITI MEREKA DENGAN KEBODOHANMU DALAM BERMUAMALAH*



Saudaraku, mungkin cerita ini bisa memberimu pencerahan :



Umar ra. Bertanya kepada Khudzaifah bin yaman : "Bagaimana keadaanmu pagi
ini, wahai khudzaifah ?" Khudzaifah menjawab: "Pagi ini aku menyukai
fitnah, membenci kebenaran (haq), shalat tanpa berwudhu dan aku memiliki
sesuatu di muka bumi, apa yang tidak dimiliki oleh Allah di langit."



Mendengar jawaban itu maka Umar marah. Ali karramallahu wajhah datang
menemuinya dan berkata kepadanya : "Di wajahmu terlihat tanda kemarahan,
wahai amirul mukminin." Kemudian Umar menceritakan kepada Ali tentang apa
yang menyebabkannya marah kepada Khudzaifah.





Kemudian Ali berkata : "Sungguh benar Khudzaifah. Adapun kecintaan kepada
fitnah berarti kecintaan kepada harta dan anak-nak, sebagaimana Allah
berfirman dalam Al Quran "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah
cobaan (fitnah) (bagimu) (QS At Taghaabun (64):15). Adapun dia membenci
kebenaran (haq) berarti dia membenci kematian, karena kedatangan kematian
adalah benar (haq). Dan shalat tanpa berwudhu berarti shalawatnya atas Nabi
saw. Adapun yang dimilikinya di muka bumi yang tidak dimiliki oleh Allah di
langit berarti dia memiliki istri dan seorang anak, sedangkan Allah tidak
beristri dan beranak. Hal ini sebagaimana firman Allah "Dia tiada beranak
dan tidak pula diperanakkan" (QS Al Ikhlash : 3)



Umar berkata : "Demi Allah, engkau telah membuatku puas dan lega."



Saudaraku, *berapa banyak orang yang mencela ucapan yang benar hanya
karena pemahamannya yang buruk. *



Apalagi ilmu hikmah sangat pelik dan mendalam. Hikmah adalah karunia Allah.
Suatu ilmu yang paling agung, suatu kebaikan yang paling utama dan
merupakan dasar keutamaan, dan induk segala kebaikan. Hanya segelintir
orang yang diberikan kebijakan berupa hikmah, sebagaimana Allah berfirman :
"Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan
As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barang siapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak.
dan *Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari
firman Allah)*. (QS Al Baqarah : 269)



Hikmah itu berasal dari kesempurnaan Dzat Allah swt dan keberlangsungan
eksistensinya yang terus menerus, tiada pernah berakhir. Allah
memberikannya kepada orang-orang pilihan-Nya. Jarang orang mendapatkannya
kecuali ia telah meninggalkan keduniawian, menundukkan hawa nafsunya sambil
membawa ketakwaan, ke-wara-an, ke-zuhud-an hakiki dan masuk ke jalan
orang-orang yang didekatkan dengan Allah, dari kalangan malaikat atau
hamba-hamba-Nya yang shalih, sehingga Allah menganugerahinya suatu ilmu,
lalu memberinya hikmah dan kebaikan. Menghidupkannya dengan kehidupan yang
baik, dan memberikan cahaya yang mampu menuntunnya di dalam kegelapan jalan
dunia. Sebagaimana firman Allah : "Dan apakah orang yang sudah mati.
Kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang,
yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang
sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? (QS Al An Am : 122)



Nah saudaraku, cerita di atas menceritakan kepadamu perbedaan antara orang
yang telah diberi ilmu hikmah dan orang yang belum diberi ilmu hikmah.
Perbedaannya tampak mencolok, bagaikan perbedaan langit dan bumi. Tetapi
bukan itu yang ingin diketengahkan hari ini,* inti dari cerita di atas
adalah bahwa jika engkau telah mendapatkan ilmu hikmah, maka engkau akan
dapat memandang sesuatu hal secara dalam dan arif.* Pemahaman terhadap ilmu
Allah terpancar dari wajah dan bahasa.* Keputusanmu bukanlah keputusan
serampangan, melainkan dengan hujah (dalil) yang nyata sehingga keputusanmu
adalah keputusan yang bercahaya, sehingga dengan demikian, engkau dapat
menyelematkan seseorang dari fitnah dan kebodohan orang lain.*



Tetapi, ketahuilah olehmu saudaraku, *bahwa kajian-kajian Ilahiah dan
pengetahuan-pengetahuan ketuhanan sangatlah tersembunyi, suatu jalan yang
pelik. Barang siapa yang ingin menyelami lautan pengetahuan Ilahi dan
mendalami hakikat ketuhanan, maka ia harus menempa diri dengan
latihan-latihan (riyadhah) ilmiah dan amaliah serta memperoleh kemampuan
bawaan (malakah) untuk menanggalkan beban berat di badanny*a, untuk
kemudian naik ke kerajaan langit. Dan di situlah engkau akan "menemukan"
Tuhan, dan merasa nyaman dalam pangkuan-Nya.



Ingatlah, *bahwa sebagian kaum memiliki kebencian terhadap perbedaan paham
lawannya. Kebencian ini membuat ia sibuk mendistorsi fakta-fakta mengenai
islam, sehingga secara tak langsung mereka menghancurkan islam dari
dalam.*Semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut.



*Semoga engkau termasuk ke dalam golongan yang didekatkan oleh Allah
kepada-Nya.* Sehingga dengan kedekatanmu, Allah menganugerahimu ilmu hikmah
yang akan menerangi jalanmu di dunia ini. Amin...



*3. BIARKAN ALLAH BESERTA HAMBANYA*



Saudaraku, walaupun abu jahal dikenal sebagai salah seorang dari musuh
Rasul senior, *kenyataannya Nabi masih menasihatinya secara personil.*



"Wahai abu jahal", nabi memulai, "tahukan kamu cerita nabi Ibrahim ketika
beliau diangkat oleh Allah ke alam malakut (alam malaikat) dan ke tempat
yang sedikit di bawah langit. Dari sana ia diberikan oleh Allah suatu
kekuatan sehingga bisa menyaksikan apa yang dilakukan oleh manusia di
dunia, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.



Ketika dilihatnya dua orang yang sedang berzina, *Ibrahim mengangkat kedua
tangannya dan berdoa memohon kutukan dan kecelakaan bagi mereka. Doa ini
dikabulkan. Kemudian Ibrahim melihat dua orang lain yang melakukan hal yang
sama. Dipanjatkannya lagi doa kutukan sampai keduanya celaka. Sampai
Ibrahim melakukan hal tersebut untuk ketiga kalinya.*



Melihat hal itu, Allah berfirman kepada nabi Ibrahim : *Wahai Ibrahim,
tahanlah doamu kepada mereka. Sungguh Aku adalah Allah yang maha pengampun
dana maha penyayang. Dosa hamba-hambaku tidak merugikanku, sebagaimana
ketaatan mereka tidak akan menambahkan apa-apa bagiku.* Aku tidak mengatur
mereka dengan cara melampiaskan rasa murka seperti halnya yang kau lakukan.
Tahanlah doamu dari hamba-hambaku, yang laki-laki dan perempuan karena
engkau hanya seorang hamba yang bertugas memberikan peringatan. Engkau
tidak bersekutu denganku dalam kerajaan-Ku. *Engkau tidak mempunyai kuasa
terhadap-Ku dan terhadap hamba-hambaKu. Hamba-hambaku berada di antara tiga
sifat*



*Pertama, mereka yang memohon ampun dariKu. Aku ampuni mereka. Aku maafkan
kesalahan-kesalahan mereka dan aku sembunyikan aib-aib mereka.*



*Kedua, hamba-hamba-Ku yang Ku tahan mereka dari azab-Ku karena Ku tahu
kelak dari sulbi mereka akan lahir anak keturunan yang beriman.* Aku
bersikap lunak kepada ayah-ayah mereka mereka dan tidak terburu-buru
terhadap ibu-ibu mereka. Aku angkat azabku agar hambaku yang mukmin itu
bisa keluar dari sulbi mereka. Apabila mereka dan anaknya sudah terpisah,
maka akan datanglah saat azab-ku dan turunlah bencana-Ku.



*Ketiga, mereka yang bukan dari golongan pertama dan kedua. Untuk mereka
telah ku siapkan azab yang lebih besar dari kau (Ibrahim) inginkan. *Karena
azab-ku terhadap hamba-hambaku berdasarkan keagunganKu dan
kemahaperkasaanKu.



*Wahai Ibrahim, biarkan antara Aku dan hamba-hamba-Ku. Karena Aku lebih
kasih terhadap mereka dibandingkan dengan engkau, dan Aku adalah Allah yang
maha kuasa, maha sabar, maha mengetahui dan maha bijaksana.* Aku mengatur
mereka dengan ilmu-Ku dan Aku laksanakan terhadap mereka ketentuan dan
takdir-Ku.



*4. UCAPAN KOTOR BERASAL DARI HATI YANG KOTOR*



"Wahai saudaraku, sesungguhnya orang kau murtadkan telah menemui Rabb-nya.
Dan ingatlah bahwa ketika engkau kelak menghadap pula kepada Allah Azza wa
Jalla. *Engkau pasti akan sadar bahwa dosa terkecil yang pernah engkau
lakukan di dunia jauh lebih berat bagimu dibandingkan kejahatan terbesar
yang dilakukan oleh orang yang kau murtadkan.*



*Di hari itu (kiamat), engkau tidak akan pernah memikirkan dosa terbesar
oleh orang yang kau murtadkan, walaupun ia begitu besar. Sebab engkau hanya
memikirkan dirimu sendiri,* walaupun dosa itu mungkin tidak sebanding
dengan kedzaliman orang yang kau murtadkan. *Ya, saudaraku, masing-masing
kalian kelak akan sibuk dengan dirinya sendiri.*



Ketahuilah saudaraku, *bahwa Allah azza wa jalla akan menuntut balas pada
orang yang kau murtadkan, terhadap orang-orang yang
didzaliminya.*Sebagaimana juga Ia akan menuntut balas kepada
orang-orang yang mendzalimi
orang yang kau murtadkan, untuknya. Maka bila engkau hari ini mendzalimi
orang yang kau murtadkan, pasti Allah akan menunututmu di akhirat akibat
kedzaliman itu.



*Berhati-hatilah menjelek-jelekan siapapun dengan kata-kata kotor. Termasuk
orang yang kau berikan status murtad. Allah tidak akan membiarkanmu menodai
dan mengotori majelisnya dengan celaan dan kebencian kepada siapa saja.*



*5. TIRULAH RASUL DALAM MELURUSKAN KESALAHAN ORANG*



Wahai saudaraku, ketika engkau memurtadkan saudaramu sesalam muslim,
tanyakanlah kepada dirimu sendiri, *"Kira-kira, manakah yang lebih baik,
Dirimu atau Nabi Musa?"* Jawabanmu pastilah, *"Sudah tentu Nabi Musa lebih
baik daripada saya."*



Lalu tanyakanlah pertanyaan kedua, *"lalu, siapakah menurut pendapatmu
yang lebih jahat, orang yang kau murtadkan atau Firaun?"* Tentu jawabanmu
adalah, *"Pada hemat saya, Firaun masih lebih jahat daripada orang yang
saya murtadkan."*



Maaf, saudaraku. Seingat saya, bagaimana pun jahatnya Firaun, sampai ia
mengaku tuhan, dan bertindak kejam kepada umat Nabi Musa, malah telah
merebus hidup-hidup dayang-dayang putrinya yang bernama Masyitah beserta
susuannya, pun Nabi Musa diperintahkan Allah untuk berkata dengan lemah
lembut kepada si zalim itu.* Tolong dapatkah Tuan membacakan buat saya
perintah Allah yang dimuat dalam Al-Quran Surat Thoha ayat 44 tersebut?"
"Berikanlah, hai Musa dan Harun, kepada Firaun nasihat-nasihat yang baik
dengan bahasa yang halus, mudah-mudahan ia mau ingat dan menjadi takut
kepada Allah."* (QS Toha : 44)



Karena itu, *pantas bukan kalau saya meminta Tuan untuk menegur orang yang
salah dengan bahasa yang lebih sopan dan sikap yang lebih bertata krama?
Lantaran Tuan tidak sebaik Nabi Musa dan orang yang tuan murtadkan tidak
sejahat Firaun? Ataukah barangkali Tuan mempunya Al-Quran lain yang memuat
ayat 44 surat Thaha itu?"*



Saudaraku, *hatimu mungkin tidak puas, rasanya masih ingin mengutuk dengan
kalimat yang lebih garang dan keras. Akan tetapi, bagaimanapun pahitnya,
perintah Allah harus dipatuhi, ayat Al-Quran harus dipegang.*



Kutiplah surah An-Nahl ayat 125 yang berbunyi : "*Serulah ke jalan Tuhanmu
dengan bijaksana, dengan nasihat yang baik.*



*Jika seseorang melihat bahwa ada saudaranya sesama muslim menyimpang,
mengapa ia tidak menyayangi saudaranya dengan meluruskannya ? Tidak hanya
berkoar memurtadkan orang lain, sementara ia sendiri tidak melakukan
perbaikan.*





6. Seyogianya seseorang tidak mencampur adukkan pendapat pribadi pada
hal-hal yang menjadi hak prerogatif Allah.



*Pengafiran dan pemurtadan adalah hak prerogatif Allah, bukan hak manusia.
Tahanlah ucapan-ucapanmu dari hamba-hamba Allah, yang laki-laki dan
perempuan karena engkau hanya seorang hamba yang bertugas memberikan
peringatan.* Engkau tidak bersekutu dengan Allah dalam kerajaan-Nya, juga
tidak bersekutu dalam surga dan neraka-Nya. Engkau tidak mempunyai kuasa
terhadap-keputusan Allah dan terhadap hamba-hamba-Nya.



*Sebelum seorang menggenggam surga dan neraka di kedua tangannya, ia tidak
boleh memberikan status kafir atau murtad kepada sesama muslim.*





*7. TAHUKAH ENGKAU*





Berhati-hatilah saudaraku, barangkali orang yang sekarang engkau beri
status murtad, bisa jadi memiliki lautan kebaikan di masa sebelumnya - maka
- *bisa jadi kesalahan itu telah lenyap di tengah lautan kebaikannya.*





Atau barangkali ketika engkau memberikan status murtad kepadanya, ia sudah
bertaubat lama, dan menggantikan kesalahannya dengan kebaikan yang
melangit. *Sehingga status murtad yang engkau berikan akhirnya menjadi
fitnah dan dosa untukmu. *



*Nah saudaraku, semoga kita semua diberkahi Allah, sehingga tidak
melangkahi kuasa-Nya. Amin.*

Minggu, 23 Desember 2012

TAKWIL AYAT2 MUTASYABIHAT YANG DILAKUKAN SAHABAT IBN 'ABBAS RODLIYALLAHU 'ANHU

elah banyak riwayat yang menukil ta'wîl sahabat Ibn 'Abbas tentang
ayat-ayat sifat dengan sanad yang shahih dan kuat.



1) Ibnu Abbas menta'wîl ayat: *يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ*

"Pada hari betis disingkapkan." (QS.al Qalam :42)



*Ibnu Abbas ra. berkata (ayat itu berarti): "Disingkap dari **kekerasan **
(kegentingan**)**." *Disini kata ساق (betis) dita'wîl dengan makna شِدٌَّة
kegentingan.



Ta'wîl ayat di atas ini telah disebutkan juga oleh Ibnu Hajar dalam Fathu
al Bâri,13/428 dan Ibnu Jarir dalam tafsirnya 29/38. Ia mengawali tafsirnya
dengan mengatakan, "Berkata sekelompok sahabat dan tabi'în dari para ahli
ta'wîl, maknanya (ayat al-Qalam:42) ialah, "Hari di mana disingkap
(diangkat) perkara yang genting."

Dari sini tampak jelas bahwa menta'wîl ayat sifat adalah metode dan diamal-
kan para sahabat dan tabi'în. Mereka adalah salaf kita dalam metode ini.
Ta'wîl itu juga dinukil oleh Ibnu Jarir dari Mujahid, Said ibn Jubair,
Qatadah dan lain-lain.



2) Ibnu Abbas ra. menta'wîl ayat: *وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ
وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ*

"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan Sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa." (QS. adz Dzâriyât : 47)

Kata *أَيْدٍ** *secara lahiriyah adalah telapak tangan atau tangan dari
ujung jari jemari hingga lengan, ia bentuk jama' dari kata *يَدٌ** **. *(Baca
Al Qamûs al Muhîth dan Tâj al 'Ârûs,10/417.)



*Akan tetapi Ibnu Abbas ra' mena'wîl arti kata **tangan* dalam ayat
Adz-Dzariyat ini dengan *بِقُوَّةٍ** *artinya *kekuatan*. Demikian
diriwayatkan al-Hafidz Imam Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya,* *7/27.

* *

Selain dari Ibnu Abbas ra., ta'wîl serupa juga diriwayatkannya dari para
tokoh tabi'în dan para pemuka Salaf Shaleh seperti Mujahid, Qatadah,
Manshur Ibnu Zaid dan Sufyan.



3). Allah swt. berfirman: *فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ
يَوْمِهِمْ هَذَا* َ

"Maka pada hari ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupa kan
pertemuan mereka dengan hari ini…" (QS. Al-A'râf : 51)



*Ibnu Abbas ra. menta'wil ayat ini yang menyebut (Allah) **melupakan **kaum
kafir dengan ta'wîl '**menelantarkan/membiarkan'.*



Ibnu Jarir berkata: 'Yaitu maka pada hari ini yaitu hari kiamat*, *Kami
melupakan mereka, Dia berfirman*, *Kami membiarkan mereka dalam siksa..'
(Tafsir Ibnu Jarir, 8/201)



Di sini Ibnu Jarir mena'wîl kata melupakan dengan membiarkan. Dan ia adalah
penggeseran sebuah kata dari makna aslinya yang dhahir kepada makna
majazi/kiasan. Beliau telah menukil ta'wîl tersebut dengan berbagai sanad
dari Ibnu Abbas ra., Mujahid dan lain-lain.



Ibnu Abbas ra. adalah seorang sahabat besar dan pakar dalam tafsir Al
Qur'an….Mujahid adalah seorang tabi'în agung…Ibnu Jarir, ath-Thabari adalah
Bapak Tafsir kalangan Salaf…



Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat Hadits qudsi: -

"Hai anak Adam, Aku sakit tapi engkau tidak menjenguk-Ku. Ia [hamba] ber-
kata, 'Bagaimana aku menjenguk-Mu sementara Engkau adalah Rabbul 'Âlamîin?'
Allah menjawab, 'Tidakkah engkau mengetahui bahwa hamba-Ku si fulan sakit,
engkau tidak menjenguknya, tidakkah engkau mengetahui bahwa jika engkau
menjenguknya engkau akan dapati Aku di sisinya…" (HR. Muslim,4/1990, Hadits
no.2569)



Apakah boleh kita mengatakan; *Kita akan menetapkan bagi Allah sifat sakit,
tetapi sakit Allah tidak seperti sakit kita **(makhluk-Nya)? **Bolehkah
kita meyakini menurut dhahir/lahir kalimat tanpa memasukkan unsur kiasan** *
*jika ada seorang hamba sakit maka Allah juga akan terserang sakit, dan Dia
akan berada di sisi si hamba yang sakit itu? **Pasti tidak boleh!!*



*Bahkan kita berhak mengatakan bahwa siapa saja yang mensifati Allah dengan
**Sakit **atau**Dia sedang Sakit **dia benar-benar telah kafir!*



Sementara pelaku pada kata kerja مَرِضْتُ adalah kata ganti orang
pertama/aku/si pembicara yaitu Allah. Jadi berdasarkan dhahir tekts dalam
hadits itu, Allah-lah yang sakit. Tetapi pastilah dhahir kalimat itu bukan
yang dimaksud. *Kalimat itu harus dita'wîl*. Demikian pandangan setiap
orang berakal. *Dan ini adalah sebuah bukti bahwa Sunnah pun mengajarkan
ta'wîl kepada kita.*



Jadi makna hadits di atas menurut para ulama sebagaimana diuraikan Imam
Nawawi dalam Syarah Muslim sebagai berikut; "Para ulama berkata,
'disandarkannya sifat sakit kepada-Nya sementara yang dimaksud adalah hamba
sebagai tasyrîf, pengagungan bagi hamba dan untuk mendekatkan. Para ulama
berkata*tentang maksud **engkau akan dapati Aku di sisinya **(ialah) **engkau
akan mendapatkan pahala dari-Ku dan pemuliaan-Ku*… " (Syarah Shahih
Muslim,16/126)

Selasa, 11 Desember 2012

ISLAM ADALAH RAHMAT BAGI SELURUH ALAM

Oleh : Ustadz Anwar



"negara Islam" telah menjadi momok yang menakutkan, terutama sejak
dipaksakannya rekayasa sejarah yang mendiskreditkan Islam dan gerakan
Islam. Digambarkan betapa seramnya hukum Islam jika diterapkan, betapa
sadisnya hukum rajam dan potong tangan dan seterusnya.



Ditambah lagi dengan *gerakan-gerakan bid'ah yang berjihad tanpa ilmu, yang
menambah rusaknya gambaran Islam di mata awam.* Yang akibatnya orang awam
dan non-Islam mengira gerakan jihad identik dengan terorisme, perampokan,
penjarahan, dan seterusnya.



Akhirnya Islampobia menjalar di masyarakat, *bahkan orang-orang yang
berstatus Muslim pun takut kalau hukum Islam diterapkan di muka bumi
ini.*Padahal kalau mereka mau melihat Islam dari sumbernya yang asli
dari Qur'an
dan Sunnah, dengan pemahaman generasi-generasi terbaik yang dipuji Allah
dan Rasul-Nya*, maka mereka akan dapati Islam adalah rahmat dan kasih
sayang untuk seluruh alam.*



Allah ciptakan syariat ini dan Allah utus Rasul-Nya adalah sebagai bukti
kasih sayang-Nnya kepada seluruh manusia. Allah berfirman: "Tidaklah Kami
mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam." (Al-Anbiya: 107)



Ibnu Abbas radliyallahu `anhu berkata tentang ayat ini: "Siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka Allah tuliskan baginya rahmat di dunia
dan akhirat. Adapun orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
maka mereka pun mendapat rahmat dengan datangnya Rasul yaitu keselamatan
dari adzab di dunia, seperti ditenggelamkannya ke dalam bumi atau dihujani
dengan batu." (Tafsir Ibnu Katsir 3/222)



Oleh karena itu ketika malaikat Jibril datang kepada Nabi shallallahu
`alaihi wa sallam dalam keadaan beliau terusir dari kaumnya, dilempari
dengan batu di Thaif hingga berdarah kakinya, duduk di luar kota tanpa
kawan, bermunajat kepada Allah. Malaikat itu berkata: "Aku diutus Allah
untuk mentaati perintah-Mu. Jika engkau menginginkan agar aku menimpakan
gunung ini kepada mereka aku akan laksanakan." Maka Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam bersabda: "Ya Allah, berilah hidayah pada mereka karena
sesungguhnya mereka belum mengetahui." Melihat Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam berdoa seperti itu, Jibril mengatakan: "*Maha benar Allah
yang menamakanmu ra'ufur rahim.*" (lihat Nurul Yaqin hal. 56)



Inilah bukti kasih sayang beliau kepada seluruh manusia. Jika beliau diberi
pilihan doa yang maqbul terhadap kaumnya apakah dilaknat dan diadzab
ataukah diberi hidayah, *tentu beliau memilih berdoa agar Allah memberikan
hidayah.*



Pernah suatu hari beliau didatangi oleh Thufail Ad-Dausi. Dia berkata:
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus menentang dan menolak dakwah
ini. Maka doakanlah agar Allah menghancurkan mereka." Maka Rasulullah pun
menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya. *Para shahabat yang ada di
situ berucap: "Binasalah Daus!"* Ternyata *Rasulullah shallallahu `alaihi
wa sallam mengucapkan doa: "Ya Allah, berilah hidayah pada suku Daus dan
bawalah mereka kemari" (beliau mengucapkannya tiga kali).* (HR. Bukhari dan
Muslim).



Doa beliau ternyata maqbul. Suku Daus datang berbondong-bondong kepada Nabi
untuk masuk Islam.



Demikian pula diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya kepada Abu Hurairah
radliyallahu `anhu bahwa dia berkata: Pernah dikatakan kepada Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam: *"Wahai Rasulullah, doakanlah kejelekan bagi
musyrikin." Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjawab:*

*"Aku tidak diutus sebagai tukang laknat, melainkan aku diutus sebagai
rahmat." *(HR. Muslim).



Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: *"Hanya
saja aku diutus sebagai rahmat yang diberikan."* (Lihat Tafsir Ibnu Katsir
3 / 222).



*Maka Islam adalah agama kasih sayang, dibawa oleh seorang penyayang dari
Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.*



*Negara Islam Mengapa Takut?*



Kalau demikian kenyataannya mengapa kita mesti takut terhadap munculnya
negara Islam, *negara yang mengayomi rakyat semesta dan membawa bangsa
kepada kemakmuran yang hakiki, yang memberi kesempatan kepada rakyat non
Islam untuk menjalankan agamanya sambil melihat kesempurnaan syariat Islam
sehingga suatu saat mereka akan masuk Islam tanpa paksaan.* Dan ini berarti
rahmat yang lebih sempurna lagi bagi mereka.



Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam melarang kaum Muslimin untuk
mengganggu orang-orang non-Islam yang hidup sebagai kafir dzimmi. Yaitu
orang kafir yang termasuk warga negara Islam yang dilindungi selama mereka
mentaati peraturan-peraturan negara dan membayar jizyah (semacam upeti atau
pajak). Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "*Sesungguhnya
Allah tidak mengijinkan kalian untuk masuk ke rumah orang-orang ahli kitab
kecuali dengan seijin mereka, tidak boleh memukul mereka dan mengambil
buah-buahan mereka selama mereka memberikan kepada kalian kewajiban
mereka." *(HR. Abu Dawud).



Demikianlah warga negara non-Islam diberikan hak-haknya dan dijaga
hartanya, tidak boleh dirampas hartanya atau dibunuh jiwanya dengan dhalim
selama mereka mentaati peraturan-peraturan negara Islam, walaupun kita
sama-sama tahu bahwa kedudukan mereka lebih rendah dari kaum Muslimin,
sebagaimana ucapan Umar bin Khattab radliyallahu `anhu: "Rendahkanlah
mereka tapi jangan dhalimi mereka." (Fatawa 28 / 653)



Demikian pula orang-orang non-Muslim yang bukan warga negara tetapi terikat
perjanjian damai. Seperti para pendatang dari negara asing yang tidak dalam
keadaan berperang (dengan Muslim) atau dalam kata lain terikat perjanjian
damai. Maka kita tidak boleh mengganggu, apalagi membunuh mereka selama
mereka mengikuti peraturan-peraturan negara Islam. Demikian pula duta-duta
asing yang tinggal di negara Islam. Rasulullah shallallahu `alaihi wa
sallam mengancam orang-orang yang mengganggu atau mendhalimi mereka. Mereka
ini distilahkan dengan kafir mu'ahhad (yaitu terikat perjanjian):



*"Ketahuilah barang siapa mendhalimi seorang mu'ahad; atau mengurangi
hak-haknya; atau membebaninya di luar kemampuannya; atau mengambil sesuatu
daripadanya tanpa keridlaannya. Maka aku akan menjadi penentangnya pada
hari kiamat."* (HR. Abu Dawud dan Baihaqi)



Apalagi membunuh seorang mu`ahad, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
lebih keras lagi mengancamnya: *"Barangsiapa membunuh seorang mu'ahad, maka
ia tidak akan mencium bau surga, padahal harumnya surga didapati dari jarak
40 tahun perjalanan."* (HR. Bukhari).



Oleh karena itu para duta-duta asing atau tamu-tamu asing yang non-Muslim
tidak perlu khawatir masuk negara Islam dan tidak perlu takut berdirinya
negara Islam di bumi ini *karena Islam merupakan rahmat untuk seluruh
manusia.*



Bahkan kalau pendatang non-Muslim itu merupakan utusan, walaupun utusan itu
dari negara kafir yang sedang berperang dengan negara Islam sekali pun,
mereka tidak perlu takut karena Islam dengan rahmatnya tidak membolehkan
menangkap, menahan atau membunuh para utusan (yang diistilahkan dalam
syari'at dengan wufud).



*Pernah suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam didatangi dua
orang utusan dari Musailamah al-kadzab, seorang nabi palsu yang memusuhi
Rasulullah. Kemudian Beliau bersabda: "Apakah kalian mau bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah?" Mereka berkata: "Kami bersaksi bahwa
Musailamah adalah Rasulullah." maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa
sallam pun bersabda: "Aku beriman kepada Allah dan para rasul-Nya! Kalau
saja aku membolehkan untuk membunuh seorang utusan tentu akan aku bunuh
kalian berdua!"*



Bahkan walaupun utusan kafir tersebut kemudian masuk Islam, Rasulullah
tetap memerintahkannya untuk kembali kepada kaum yang mengutusnya
sebagaimana diriwayatkan dari Abu Rafi' sebagai berikut: *Aku diutus oleh
orang-orang kafir Quraisy menemui Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam.
Ketika aku melihat beliau, masuklah Islam ke dalam hatiku. Maka aku
mengatakan kepada beliau: "Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak akan
kembali kepada mereka selama-lamanya."*



Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: *"Sesungguhnya aku
tidak akan melanggar perjanjian dan tidak akan menahan para utusan. Maka
kembalilah engkau! Kalau pada dirimu tetap ada keimanan seperti sekarang
ini maka kembalilah engkau kemari."* (HR. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu
Hibban, Al-Hakim dan Ahmad. lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah oleh
Syaikh Al-Albani 6 / 316).



Dalam riwayat lain dikatakan: "Sesungguhnya aku tidak melanggar janji dan
tidak akan menangkap seorang utusan." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i)



*Inilah Islam, inilah keadilan. Tidak akan didapati kebijaksanaan yang
seperti ini dalam agama lain. *Hanya saja orang-orang bodoh dan para ahli
bid'ah merusak gambaran yang indah ini dengan melanggarnya, atau dengan
mengada-adakan aturan-aturan baru (bid'ah) dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
sendiri yang mereka anggap baik dengan emosi dan hawa nafsunya. Yang
akhirnya justru merusak gambaran Islam dan membuat manusia takut kepadanya.



*Rahmat Islam dalam Perang*



Demikian pula dalam peperangan, Agama Islam tidak lepas dari sifatnya
sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan peraturan-peraturan dan
hukum-hukum perang. Siapa yang boleh dibunuh dan siapa yang tidak. Bolehkah
merusak jasad musuh atau tidak, dan seterusnya. Setiap melepas suatu
pasukan untuk berperang Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam selalu
memberikan wasiat kepada mereka, yang berisi nasihat dan peraturan
peperangan. Di dalamnya kita akan dapati rahmat dan kasih sayang. Simaklah
wasiat beliau berikut ini:



Diriwayatkan dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya dari Aisyah
radliyallahu `anha, ia berkata: Bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi
wa sallam jika mengutus seseorang komandan yang membawa sebuah pasukan
--besar atau kecil-- beliau mewasiatkan kepada pribadinya untuk bertakwa
kepada Allah dan mewasiatkan untuk kaum muslimin dengan kebaikan.



Kemudian bersabda: *"Berperanglah dengan nama Allah di jalan Allah!
Perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah tapi jangan mencuri
rampasan perang, jangan ingkar janji, jangan merusak jasad musuh, jangan
membunuh anak-anak. Jika kalian menemui musuhmu dari kalangan musyrikin,
maka ajaklah mereka kepada tiga perkara. Jika mereka menerima salah
satunya, maka terimalah dan berhentilah (tidakmemerangi): Ajaklah kepada
Islam. Kalau mereka mengikuti ajakanmu, maka terimalah dari mereka dan
tahanlah peperangan. Ajaklah kepada Islam. Kalau mereka menyambut ajakanmu,
maka terimalah dan ajaklah untuk pindah (hijrah) dari desa mereka ke tempat
muhajirin (Madinah).*



*Kalau mereka menolak, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa mereka
dianggap sebagai orang-orang arab gunung (nomaden) yang Muslim. Tidak ada
bagi mereka bagian ghanimah (pampasan perang) sedikit pun kecuali jika
mereka berjihad bersama kaum muslimin. Kalau mereka menolak (untuk masuk
Islam) maka mintalah dari mereka untuk membayar jizyah (upeti) (sebagai
orang-orang kafir yang dilindungi). Kalau mereka menolak, maka minta
tolonglah kepada Allah untuk menghadapi mereka kemudian perangilah.*



*Jika engkau mengepung penduduk suatu benteng, kemudian mereka menyerah
ingin meminta jaminan Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kau lakukan.
Tetapi jadikanlah untuk mereka jaminanmu, karena jika kalian melanggar
jaminan-jaminan kalian itu lebih ringan daripada kalian menyelisihi jaminan
Allah. Dan jika mereka menginginkan engkau untuk mendudukkan mereka di atas
hukum Allah, maka jangan kau lakukan. Tetapi dudukkanlah mereka di atas
hukummu karena engkau tidak tahu apakah engkau menepati hukum Allah pada
mereka atau tidak.*" (HR. Muslim dalam Kitabul Jihad bab Ta'mirul Imam no.
1731)



Di awal wasiatnya Beliau memperingatkan untuk* jangan mencuri, jangan
ingkar janji, jangan merusak jasad musuh, jangan membunuh anak-anak,* dan
seterusnya. Sebuah nasihat yang merupakan kasih sayang Islam kepada seluruh
manusia walaupun terhadap orang kafir.



Kemudian Beliau menganjurkan untuk memberikan pilihan kepada musuh. Apakah
mereka akan masuk Islam atau membayar jizyah yang berarti mereka akan
selamat; atau tidak mau memilih keduanya yang berarti perang. Ini merupakan
kasih sayang yang sangat besar, memberikan kesempatan kepada musuh untuk
selamat dunia dan akhirat. Kalau mereka memilih Islam berarti mereka
selamat di dunia dan di akhirat. kalau memilih jizyah berarti selamat di
dunia. Sedangkan kalau mereka tidak ingin selamat, maka barulah mereka
diperangi. Pantaskan?!



Selanjutnya Beliau menasihatkan dalam memberikan keputusan terhadap musuh
tidak boleh mengatasnamakan Allah. Karena bisa jadi dia tidak tepat atau
tidak mencocoki hukum Allah dalam memutuskan. *Wanita juga termasuk pihak
yang tidak boleh dibunuh dalam peperangan*. Islam dengan rahmatnya tidak
membolehkan pembunuhan terhadap wanita.



Pernah pada suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berjalan
bersama pasukannya dalam suatu peperangan. Kemudian Beliau melihat
orang-orang berkerumun pada sesuatu, maka beliau pun mengutus seseorang
untuk melihatnya. Ternyata mereka mengerumuni seorang wanita yang terbunuh
oleh pasukan terdepan. Waktu itu pasukan terdepan dipimpin oleh Khalid bin
Walid. Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam pun bersabda:
"Berangkatlah engkau menemui Khalid dan katakan kepadanya: Sesungguhnya
Rasulullah melarang engkau untuk membunuh dzuriyah (wanita dan anak-anak,
ed) dan pekerja / pegawai." (HR. Abu Dawud).



Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
"Katakan pada Khalid jangan ia membunuh wanita dan pekerja." (HR. Ahmad,
Ibnu Majah dan Ath-Thahawi. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani 6 /
314).



Dalam riwayat yang lebih shahih dikatakan: "Diriwayatkan dari Ibnu Umar
bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam melihat seorang wanita terbunuh
dalam suatu peperangan. Maka beliau pun mengingkari pembunuhan wanita dan
anak-anak." (Muttafaqun `alaihi)



Dari riwayat-riwayat ini jelas bahwa wanita dan anak-anak tidak boleh
dibunuh dalam peperangan. Sedangkan pegawai atau pekerja yang dimaksud
adalah warga sipil yang tidak ikut dalam peperangan. Mereka ini juga tidak
boleh dibunuh. Demikianlah peraturan Islam, betapa indahnya peraturan
tersebut. *Kaum muslimin sudah mengenal istilah "warga sipil" yang tidak
boleh dibunuh sejak turunnya Al-Qur'an ribuan tahun yang lalu. *Inilah
kasih-sayang Islam yang datang sebagai rahmat bagi seluruh alam termasuk
kepada musuhnya sekali pun.



*Rahmat dalam Hukum Had*



Termasuk dalam hukum had dan qishas, kasih sayang Islam tidak pernah
hilang. Di samping hukum itu sendiri memang membawa rahmat, penerapannya
pun tidak sembarangan.* Membutuhkan penyelidikan dan kepastian serta masih
terkait dengan tuntutan korban atau maafnya.*



Seperti hukum qishas, hukum seorang yang membunuh adalah dibunuh pula.
Hukum ini membawa rahmat kepada seluruh kaum muslimin yaitu keamanan dan
ketentraman. Bahkan hukum yang sepintas terlihat akan membawa korban lebih
banyak, ternyata bagi orang yang cerdas akan terlihat bahwa sesungguhnya
hukum ini justru menjaga kehidupan. Allah berfirman : "Sesungguhnya pada
hukum qishash ada kehidupan bagi kalian wahai orang yang cerdas, semoga
kalian bertakwa." (Al-Baqarah: 179)



Namun hukum ini pun terkait dengan tuntutan keluarga korban. *Jika mereka
memaafkan maka tidak dilakukan hukum bunuh melainkan membayar
diat,*semacam uang denda atau tebusan senilai harga seratus ekor unta
yang
diberikan kepada keluarga korban. Ini pun merupakan rahmat dan keringanan
dari Allah untuk mereka sebagaimana Allah katakan sendiri dalam ayat-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba
dengan hamba dan wanita dengan wanita.



Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaknya
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat.

Barangsiapa yang melampui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat
pedih." (Al-Baqarah: 178)



*Ini pun kalau benar-benar terbukti ia membunuh dengan sengaja, kalau
ternyata tidak sengaja maka tidak ada qishas yang ada adalah diat. Bahkan
kalau keluarga korban akan menginfakkan tebusan tersebut kepada sipembunuh
dan mema'afkannya, berarti ia tidak perlu membayar diat.*



Walaupun yang dibunuh adalah seorang kafir mu'ahad yang terikat
perjanjian,*tetap wajib bagi si pembunuh yang Muslim membayar diat
kepada keluarga
korban serta memerdekakan seorang budak.* Tetapi tidak ada qishas baginya.
Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman: "Dan tidak layak bagi seorang mukmin
membunuh seorang mukmin (yang lain) kecuali karena tersalah (tidak
sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu) kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum
yang memusuhimu padahal ia mukmin, (maka hendaklah si pembunuh)
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.



Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara bertaubat kepada
Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (An-Nisa: 92)



*Sedangkan hukum potong tangan bagi pencuri atau hukum cambuk (bagi penzina
yang belum menikah) dan rajam (bagi penzina yang telah menikah) dan
lain-lain merupakan kejahatan yang jika sudah sampai kasusnya kepada
pemerintah maka harus ditegakkan hukum padanya. Inipun sesungguhnya
merupakan rahmat bagi seluruh kaum muslimin bahkan seluruh manusia.*



*Hukum potong tangan bagi pencuri -misalnya-- membawa keamanan dan
ketenangan bagi seluruh rakyat. Hukum cambuk dan rajam bagi penzina membawa
keselamatan bagi seluruh manusia dari berbagai penyakit-penyakit kelamin
disamping menjaga keturunan dan nasab, agar tidak tercampur dan kacau.*



*Hukum-hukum ini pun tidak begitu saja diterapkan, tetapi melalui proses
dan aturan-aturan yang jelas. Seperti pada hukum potong tangan, tidak semua
pencuri di potong tangannya. Jika ia mencuri di bawah tiga dirham, maka ia
tidak dipotong tangannya. Berarti ada jumlah tertentu yang menyebabkan
seorang pencuri mendapatkan hukuman potong tangan. Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam bersabda: "Jangan dipotong tangan seorang pencuri kecuali
pada pencurian seperempat dinar ke atas." (muttafaqun 'alaihi. Dengan
lafadh Muslim). *



Sedangkan dalam riwayat Bukhari dengan lafadh sebagai berikut: "Dipotong
tangan seorang pencuri pada pencurian seperempat dinar ke atas." (HR.
Bukhari)



Seperempat dinar adalah tiga dirham, karena satu dinar adalah duabelas
dirham. Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar yang juga dirkeluarkan oleh
bukhari dan muslim disebutkan bahwa Rasulullah memotong tangan seorang
pencuri yang mencuri sebuah tameng seharga tiga dirham: "Dari Ibnu Umar
radliyallahu `anhuma bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam memotong
tangan pada pencurian sebuah tameng seharga tiga dirham." (Muttafaqun
`alaihi)



*Seperti kita katakan tadi bahwa hukum ini dilaksanakan jika sudah sampai
kasusnya pada pemerintah. Adapun jika belum sampai kasusnya pada
pemerintah, maka dianjurkan untuk saling memaafkan dan tidak saling
menuntut. *Abu Majidah menceritakan: Pernah pada suatu hari aku duduk
bersama Abdullah bin Mas'ud radliyallahu `anhu, maka beliau pun berkata:
Aku ingat orang pertama yang dipotong tangannya oleh Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam. *Waktu itu didatangkan seorang pencuri kepada Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam. Lalu beliau pun memerintahkan untuk dipotong
tangannya. Aku melihat wajah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
sepertinya memendam kekecewaan. Maka para shahabat pun berkata: "Wahai
Rasulullah, sepertinya engkau tidak suka orang itu dipotong tangannya?"
Maka beliau pun bersabda: "Apa yang menghalangiku untuk memotongnya?"
Kemudian beliau bersabda: "Janganlah kalian menjadi pendukung-pendukung
setan terhadap saudaramu! Sesungguhnya tidak pantas bagi seorang imam jika
telah sampai kepadanya hukum had kecuali harus menegakkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf dan cinta pada pemaaf. Maka saling memaafkanlah kalian
dan saling memaklumi. Bukankah kalian suka kalau Allah mengampuni kalian.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."* (HR. Ahmad,
Al-Hakim dan Baihaqi. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah oleh Syaikh
Al-Albani rahimahullah 4 / 181).



Demikianlah kasih sayang Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam yang
diutus oleh Allah yang Maha Penyayang untuk menebarkan kasih sayang kepada
seluruh alam. Kemudian mengenai hukum cambuk dan hukum rajam bagi para
pezina.

Apakah ini kalian anggap menghalangi kebebasanmu dalam bergaul ? *Kalau
kalian cerdas dan tidak sempit pandangan, kalian akan melihat bahwa hukum
ini menjaga dan melindungi istrimu, anak perempuanmu, bibimu, saudara
perempuanmu dan seterusnya. Bukankah ini rahmat dan kebaikan bagimu?*



*Pernah seorang pemuda datang kepada Nabi shallallahu `alaihi wa sallam
meminta ijin untuk berzina. Maka dengan sabar Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam menerangkan kepadanya cara berfikir yang benar:
"Bagaimana pendapatmu kalau itu terjadi pada ibumu?" Anak itu menjawab: "
Ayah dan ibuku sebagai jaminan! aku tidak akan ridla." "Bagaimana
pendapatmu kalau itu terjadi pada istrimu?" Anak muda itu menjawab: "Ayah
dan ibuku sebagai jaminan! aku tidak akan ridla." Demikian seterusnya
Beliau menanyakan bagaimana kalau terjadi perzinaan itu pada keluarganya,
anak perempuannya, kakak perempuannya, bibinya, ternyata dia tidak ridla.
Maka beliaupun bersabda: "Kalau begitu orang lain pun tidak ridla perzinaan
itu terjadi pada ibu-ibu mereka, istri-istri mereka, anak-anak perempuan
mereka, saudara-saudara perempuan mereka, atau pun bibi-bibi mereka."*



Inilah hikmah ditegakkannya hukum bagi para pezina dengan cambuk atau
rajam. *Menjaga istri-istri kita, anak-anak perempuan kita, ibu-ibu kita,
saudara-saudara perempuan kita, bibi-bibi kita, dan seterusnya. Di samping
itu juga penerapannya tidak sembarangan, harus didatangkan empat saksi
untuk ditegakkannya hukum ini. Dan saksi-saksi itu harus mengetahui betul
kejadiannya. Bahkan harus yakin betul kalau "timba telah masuk ke dalam
sumurnya". Adapun dugaan, prasangka, atau melihatnya berpelukan, berciuman
dan lain-lain belum bisa diterima sebagai saksi sampai ia yakin betul bahwa
"timba telah masuk ke dalam sumurnya".*



*Empat saksi dalam keadaan yang seperti ini sangat susah didapat. Keadaan
seperti ini tidak akan didapat kecuali pada beberapa kemungkinan:*



*Kemungkinan pertama adalah seorang yang datang mengakui bahwa dirinya
telah berzina.* Ini pun Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berusaha
untuk memberikan kesempatan kalau dia mau mencabut ucapannya kembali
sebagaimana dalam riwayat berikut: Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radliyallahu `anhu bahwa datang seseorang dari kaum Muslimin kepada
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, sedang beliau berada di masjid.
Orang itu memanggil Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan
berkata: *"Wahai
Rasulullah, aku telah berzina." Rasulullah pun memalingkan wajahnya.
Kemudian orang itu bergeser ke hadapan muka Rasulullah shallallahu `alaihi
wa sallam sambil berkata kembali: "Wahai Rasulullah, sungguh aku telah
berzina." *



* Beliau pun berpaling kembali ke arah lain. Dan orang itu pun kembali
mengikuti ke hadapan muka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan
mengucapkan kembali ucapannya, demikian sampai empat kali. Setelah empat
kali orang itu mempersaksikan atas dirinya dengan zina, Rasulullah
memanggilnya dan bersabda: "Apakah engkau gila?" Orang itu menjawab:
"Tidak." Beliau berkata lagi: "Apakah engkau seorang yang muhsan ?" Orang
itu menjawab: "Ya." Maka Nabi pun memerintahkan kepada kaum Muslimin:
"Pergilah kalian membawa orang ini dan rajamlah ia."* (HR. Muttafaqun
`alaih)



Dalam riwayat Bukhari, orang tersebut ketika dirajam sempat lari. Yaitu
pada saat mulai terasa batu-batu itu menyakiti tubuhnya.



Namun orang-orang mengejarnya dan melanjutkan hukuman rajam sampai matinya.
Ketika disampaikan kejadian larinya orang tersebut,* Rasulullah bersabda:
"Tidakkah kalian biarkan orang itu lari. Barangkali orang itu bertaubat
kepada Allah dan Allah menerima taubatnya." Dalam riwayat lain, beliau
bersabda: "Mengapa kalian tidak membawanya kembali kemari." *(HR. Abu Dawud)



Oleh karena itu, *Imam Syafi'i dan Imam Ahmad menyatakan: Bolehnya seorang
yang sudah mengaku berzina mencabut kembali pernyataannya* dan jika orang
tersebut lari tidak dikejar, semoga dia mau ruju' dan mencabut kembali
ucapannya. Se*kali lagi ini adalah khusus bagi yang datang mempersaksikan
dirinya bahwa ia telah berzina. Inilah kasih sayang Islam kepada manusia.
Tidak sekejam apa yang digambarkan oleh orang-orang kafir dan munafiqin*



Kemungkinan kedua adalah *seorang yang sangat biadab, berzina di tempat
terbuka dan menjadi tontonan manusia tanpa merasa malu apalagi merasa
berdosa. Atau bahkan -- maaf-maaf -- menjadi pemain dalam adegan-adegan
porno didepan para penonton yang membayarnya. Sungguh fitrah kita pun ingin
merajam orang yang seperti ini sebelum kita mengerti hukum rajam.*



Atau kemungkinan ketiga terbukti dengan kehamilan. Berkata Umar bin Khattab
dalam khutbahnya: "…Sesungguhnya rajam itu adalah hak di dalam kitab Allah
bagi orang yang berzina jika ia seorang yang muhsan, baik ia laki-laki
maupun perempuan jika telah tegak bukti-bukti (saksi-saksi). Atau adanya
kehamilan, atau ia mempersaksikan dirinya dengan zina." (Muttafaqun `alaih).



*RAHMAT KEPADA HEWAN*



Kepada hewan sekali pun Islam tetap mengajarkan untuk memberikan kasih
sayangnya.

Dalam memelihara kita harus memberinya makan yang cukup. Dalam menunggangi
kita dilarang memberikan beban yang terlalu berat. Dalam menyembelih kita
harus menggunakan pisau yang tajam dan di tempat yang langsung mematikan,
yaitu di lehernya. Dan seterusnya.



Pernah suatu hari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memasuki
perkampungan kaum Anshar. Kemudian beliau masuk ke suatu tembok kebun salah
seorang dari mereka. Tiba-tiba beliau melihat seekor unta yang kurus.
Ketika melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, unta itu menangis,
merintih dan meneteskan air mata. Maka beliau pun mendekatinya lalu
mengusap perutnya sampai ke punuknya dan ekornya. Unta itu pun tenang
kembali. Kemudian Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Siapa
penggembala unta ini?"



Atau dalam riwayat lain beliau bersabda: "Siapa pemilik unta ini?" Maka
datanglah seorang pemuda dari Anshar, kemudian berkata: "Itu milikku ya
Rasulullah." Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berkata:
"Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam memelihara ternak yang telah
Allah berikan kepadamu itu? Sesungguhnya ia mengeluh kepadaku bahwa engkau
melaparkan dan melelahkannya."



*Yakni beliau menegur si pemilik unta tersebut karena dia kurang dalam
memberi makan, tetapi mempekerjakannya dengan beban yang terlalu berat.
Maka beliau menegurnya dengan ucapan: "Tidakkah kamu takut kepada
Allah."*Ini mengandung ancaman bagi orang yang menyiksa hewan
peliharaannya.
Bukankah ini suatu rahmat dan kasih sayang yang besar.



*PENUTUP*



Demikianlah apa yang bisa ana tulis tentang kasih sayang dan rahmat Islam
kepada seluruh manusia. Mudah-mudahan Allah menambahkan kepada kita dan
para pembaca sekalian keilmuan dan keimanan... Aamiin Allaahumma Aamiin

Wallahu a`lam bis-shawab.

Senin, 12 November 2012

BEGINILAH SEORANG SYAIKH MENGAJARKAN ZUHUD

Oleh: Ustadz Ishak



Pada suatu hari seorang murid berjumpa dengan Asy-Syeikh, lalu memintanya
agar mengajariku berzujud. Lalu beliau berkata kepadaku:



"Kalau engkau ingin menjadi muridku dalam berzuhud, jangan hendaknya engkau
meminta sesuatu dari seseorang, andaikan pemberian itu datang tanpa engkau
minta juga jangan hendaknya engkau terima". Sehingga engkau meyakini, bahwa
hanya Allah-lah yang menjadi segala sumber dari apa-apa yang engkau miliki,
bukan yang lain !



Dalam hatiku aku berkata :"Nabi sendiri menerima hadiah dan beliau juga
bersabda apa yang datang kepadamu tanpa engkau minta, maka terimalah !".



Maka Syaikh berkata :"Nampaknya seolah-olah engkau berkata bahwa Nabi saw.
menerima hadiah dan Nabi bersabda :"Apa yang mendatangimu tanpa engkau
minta maka terimalah !". Tapi ingatlah anakku,



"Katakanlah Aku hanya memperingati kamu dengan wahyu" (Al-Anbiya' 21:45).



"Lalu sejak kapan Allah memberi wahyu kepadamu ?"



"Jika engkau hendak meneladani Rasulullah dalam hal menerima, maka teladani
pula perasaan yang terkandung dalam hati beliau dikala menerima pemberian
itu. Rasulullah saw. mau menerima sesuatu karena beliau handak memberi
kesempatan kepada si pemberi untuk menerima pahala dari pemberiannya dan
Rasulullah pun berdoa agar Allah memberikan penggantian bagi sang pemberi.



Jika jiwamu sudah suci dari najis dan sudah bersih dari segala kotoran,
sudah suci dari nafsu ingin diberi, sudah suci dari nafsu ingin mendapatkan
yang orang lain miliki, barulah engkau diperbolehkan, menerima hadiah,
kalau belum, maka jangan engkau lakukan".



Syarh dari pentahkik :



Pendapat yang amat mendalam ini kami sajikan agar difahami oleh pegawai dan
pejabat yang mempunyai kedudukan dan pangkat dan sering menerima hadiah dan
uang suapan, dan juga bagi siapa saja yang suka makan harta dengan jalan
batal, itulah mereka yang sudah disamarkan oleh setan hingga tidak dap at
membedakan antara kebenaran dan kebatilan.



Keterangan :

Perawi hadis Ibnu Majah mengisahkan, seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW dan berkata, ''Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu
perbuatan yang jika aku lakukan, maka aku akan dicintai oleh Allah dan juga
oleh manusia.''



Rasulullah menjawab, ''Berlaku zuhud-lah kamu terhadap kenikmatan dunia
niscaya kamu akan dicintai Allah, dan berlaku zuhud-lah kamu di tengah
manusia niscaya kamu akan dicintai oleh mereka.''



"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan
suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu
dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Quran surat
Al-Hadiid ayat 20-23)



Dari ayat itu juga, kita mendapat pelajaran bahwa akhlak zuhud tidak
mungkin diraih kecuali dengan mengetahui hakikat dunia –yang bersifat
sementara, cepat berubah, rendah, hina dan bahayanya ketika manusia
mencintanya– dan hakikat akhirat –yang bersifat kekal, baik kenikmatannya
maupun penderitaannya.



Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan tentang
makna dan hakikat zuhud. Banyak orang yang salah paham terhadap zuhud.
Banyak yang mengira kalau zuhud adalah meninggalkan harta, menolak segala
kenikmatan dunia, dan mengharamkan yang halal. padahal tidak demikian.
Secara etimologi, zuhud adalah menjauhkan diri dari sesuatu karena
menganggap hina dan tidak bernilai. Bagi para sufi, zuhud adalah
meninggalkan sesuatu yang lebih dari kebutuhan hidup walaupun sudah jelas
kehalalannya.



Rasulullah saw. bersabda, "Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takuti
atas kalian, tetapi aku takut pada kalian dibukakannya dunia bagi kalian
sebagaimana telah dibuka bagi umat sebelum kalian. Kemudian kalian
berlomba-lomba sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan menghancurkan kalian
sebagaimana telah menghancurkan mereka." (Muttafaqun 'alaihi)



Para ulama memperjelas makna dan hakikat zuhud. Secara syar'i, zuhud
bermakna mengambil sesuatu yang halal hanya sebatas keperluan.

- Abu Idris Al-Khaulani berkata, "Zuhud terhadap dunia bukanlah
mengharamkan yang halal dan membuang semua harta. Akan tetapi zuhud
terhadap dunia adalah lebih menyakini apa yang ada di sisi Allah ketimbang
apa yang ada di tangan kita. Dan jika kita ditimpa musibah, maka kita
sangat berharap untuk mendapatkan pahala. Bahkan ketika musibah itu masih
bersama kita, kita pun berharap bisa menambah dan menyimpan pahalanya."
- Ibnu Khafif berkata, "Zuhud adalah menghindari dunia tanpa terpaksa."
- Ibnu Taimiyah berkata, "Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak
bermanfaat di akhirat nanti, sedangkan wara' adalah meninggalkan sesuatu
yang ditakuti bahayanya di akhirat nanti."

Imam Al-Ghazali menyebutkan ada 3 tanda-tanda zuhud, yaitu: * *

1. **tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal
yang hilang.
2. **sama saja di sisinya orang yang mencela dan mencacinya, baik
terkait dengan harta maupun kedudukan.
3. **hendaknya senantiasa bersama Allah dan hatinya lebih didominasi
oleh lezatnya ketaatan. Karena hati tidak dapat terbebas dari kecintaan.
Apakah cinta Allah atau cinta dunia. Dan keduanya tidak dapat bersatu.

Imam Ahmad mengatakan, "Zuhud ada tiga bentuk.

1. meninggalkan sesuatu yang haram, dan ini adalah zuhudnya orang awwam.
2. meninggalkan berlebihan terhadap yang halal, ini adalah zuhudnya
golong yang khusus.
3. meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkannya dari mengingat Allah,
dan ini adalah zuhudnya orang-orang arif."

Demikianlah orang-orang zuhud, sampai Abu Bakar berkata*, "Ya Allah,
jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami."*

Minggu, 11 November 2012

MEREKA ADALAH MANUSIA YANG TAK BUTUH SURGA DAN TAK TAKUT NERAKA ^_^

Oleh: Ustadz Ishak



Wahai anakku, Allah swt telah berkata : Ketika Aku menjadikan mahluk, maka
semua mengaku cinta pada-Ku. Kemudian aku membuat dunia, maka lari dari-Ku
90% (untuk mendapatkan dunia dan meninggalkan Allah), Kemudian Aku membuat
surga, maka larilah dari-Ku 90% dari yang tersisa (untuk mendapatkan surga
dan meninggalkan Allah). Kemudian aku membuat neraka, maka larilah dari-Ku
90% dari yang tersisa (untuk menghindari neraka dan meninggalkan Allah).
Kemudian aku turunkan bala (bencana), maka larilah dari-Ku 90% dari yang
tersisa (untuk menghindari bencana, dan meninggalkan Allah).



Maka Aku bertanya kepada sisa yang tinggal itu. Dunia kamu tidak mau, sorga
kau tak suka, neraka kau tidak takut, dari bala dan musibat kamu juga tidak
lari, maka apakah keinginanmu?



Mereka menjawab : Engkau maha mengetahui keinginan kami. (kami hanya
menginginkan yang satu (ahad) yaitu Engkau)



Aku berkata : Aku akan menuangkan kepadamu bala yang bukit besar pun tak
akan sanggup menanggungnya, sabarkah kamu ?



Jawab mereka : Apabila Engkau yang menguji, maka terserah padaMu
(berbuatlah sekehendak-Mu).



Maka mereka itulah hambaKu yang sebenarnya....



Anakku, begitu banyak buku yang menulis tentang cinta, bahkan dinilai
paling banyak dibandingkan dengan pengalaman hidup manusia lainnya. Banyak
orang yang berusaha menorehkan kalamnya ke kertas untuk menuliskan
keindahan cinta. Tetapi di balik itu semua, sisi cinta terindah yang
dimiliki oleh manusia adalah cinta kepada Tuhannya. Suatu cinta di mana
manusia kehitangan ego-nya, dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada cintanya
kepada Allah.



Orang yang benar-benar mencintai kekasihnya tidak akan pernah memperdulikan
kekayaan, kekuasaan, dan apapun yang dimiliki kekasihnya. Selain itu Ia pun
akan bertahan terhadap badai yang akan dilaluinya bersama kekasihnya.
Baginya, kekasihnya merupakan sesuatu yang jauh lebih berharga dari itu
semua. Ia akan mencintai kekasihnya dengan tulus, walaupun tanpa
diiming-imingi.



Demikian juga dengan cinta para aulia (kekasih Allah) dan para Wali Allah.
Mereka mencintai dan beribadah kepada Allah dengan tulus, tanpa memikirkan
apa yang akan mereka dapatkan dari ibadahnya. Para Wali Allah bahkan tidak
takut kepada bala yang akan ditimpakan Allah kepada mereka. Karena mereka
menyadari bahwa bila Allah berkasih sayang kepada seorang hamba, maka akan
dituangkan-Nya bala. Bila seorang wali Allah ditimpa bala, mereka akan
berdoa. Dan ketika si hamba berdoa, maka malaikat berkata : "Suara yang
sudah dikenal". Jibril berkata : "Tuhanku, hambamu si Fulan menyampaikan
hajatnya. Allah menjawab : "Biarkan hambaKu, aku suka mendengar suaranya.
Maka bila si hamba berkata : "Yaa Rabbi ..." Maka Allah menjawab :
"Labbaika hambaku, tiada engkau berdoa, melainkan Aku sambut, dan tiada
engkau meminta, melainkan pasti aku berikan. Imma (ada kalanya) Aku
segerakan untukmu, atau Aku simpan untukmu yang lebih baik bagimu, atau aku
tolak daripadamu bala yang lebih besar itu.



Berdasarkan kecintaan itu, seorang kekasih Allah akan mampu menghamba
kepada Allah dengan tulus dan ikhlas, tanpa merasa butuh kepada surga yang
dimiliki Allah, juga tidak berusaha menghindar dari keburukan neraka yang
dimiliki Allah. Mereka beribadah kepada Allah semata-mata karena kecintaan
mereka, dengan suatu bentuk kecintaan yang dirasakan oleh dua kekasih yang
sedang berkasih-kasihan.



Sesungguhnya jika manusia meminta surga atau meminta terhindar dari -
neraka atas amalan yang telah dilakukannya, maka hal itu berarti ia telah
meminta upah atas apa yang telah dikerjakannya. Seseorang pantas meminta
upah jika dia memberikan manfaat kepada pemberi upah atau menghindarkan si
pemberi upah dari tertimpa kemadtorotan.



Ketika seseorang beribadah, ia sama sekali tidak memberikan manfaat kepada
Allah. Allah tak diuntungkan dari ibadah manusia. Demikian juga jika
manusia tak beribadah, hal ini sama sekali tidak memberikan kemadlorotan
kepada Allah. Bahkan jika semua manusia berbuat dosa, sama sekali tidak
merubah kedudukan Allah sebagai Rabb. Lalu mengertikah kau, anakku, kenapa
manusia masih merasa pantas menerima-surga atau terhindar dari neraka
sebagai upah dari amalannya ?



Dengan pemberian upah, maka harga amalanmu menjadi murah. Tetapi dengan
amalan yang tulus, maka harga amalan melonjak tinggi, melesat ke langit
sampai ke arsy Allah swt.



Lagi pula amal ibadah seseorang tak akan sanggup menyampaikan seseorang ke
surga jika tidak dibarengi dengan rahmat Allah. Dalam hal ini Allah
menurunkan beberapa rahmatnya sekaligus. Allah dengan Al-Rahimnya telah
melipatgandakan nilai ibadah umatnya (tapi tidak nilai dosanya), dan Allah
dengan Al Ghofurnya telah memberikan ampunan dosa yang tak terbatas
(kecuali syirik) kepada umatnya. Maka fahamilah bahwa masuknya seseorang ke
surga adalah karena kasih sayang dari Allah pada umatnya, bukan hasil
amalannya. Bahkan puasa 300 tahun dan ibadah yang terus menerus selama itu,
hanya sanggup mengimbangi nikmat berupa diberikannya sebelah mata oleh
Allah. Maka demi Allah, DIA adalah dzat yang pantas untuk diibadahi.



Pantaskah kita mendapat surga, jika amalan kita hanya sholat lima waktu ?
(Sekitar 25 menit (2%) dari 24 jam sehari) Pantaskah kita terhindar dari
neraka jika kita sering melakukan persetujuan dengan setan dalam berbuat
dosa ?



Jika saja bukan karena sumpah Allah untuk memenuhi neraka dengan
orang-orang kafir dari golongan jin dan manusia seluruhnya, dan jika saja
bukan karena sumpah Allah untuk memenuhi surga dengan orang-orang beriman,
maka terdapat sebagian para wali yang berkeinginan untuk mengisi neraka
dengan es, dan menghiasi surga dengan api, agar ibadah yang dilakukan
manusia tidak lagi untuk surga atau terhindar dari neraka, melainkan murni
hanya untuk Allah. Bukan yang lain.



Dalam hal ini Rabiah Al Adawiyah bersyair :



Ya Allah,

Jika aku menyembah-Mu karena takut dari pada api nerakaMu

Maka Bakarlah aku di dalamnya !

Jika aku menyembah-Mu karena tamak kepada surga-Mu

Maka haramkanlah aku daripadanya !

Tetapi jika aku menyembahmu karena kecintaanku kepadaMu

Maka berikanlah aku balasan yang besar,

Yaitu melihat Dzat-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu



Di waktu yang lain Rabiah Al Adawiyah menyatakan cintanya kembali kepada
Allah



Wahai Allah

Berikanlah surga-Mu kepada para ahli ibadah

Dan berikanlah nerakamu, kepada pada pendosa

aku tak butuh kepada keduanya

untukku, cukuplah Engkau....



Nah anakku, malulah engkau kepada Allah, jika ibadahmu karena menginginkan
surga atau menghindari neraka. Allah telah menciptakan surga dan neraka
BUKAN untuk diibadahi, Beribadahlah bukan karena pemberian, tetapi
beribadahlah karena DIA memang pantas untuk disembah.



Anakku, jika nanti (berandai-andai) engkau dianugerahi tiga orang putra.
Putra yang pertama mengikuti perkataanmu karena menginginkan uang jajannya
ditambah. Putra kedua mengikuti perkataanmu karena takut dimarahi atau
dihukum olehmu ketika melanggar. Sedangkan putra ketiga mengikuti
perkataanmu karena kecintaannya kepadamu. Putra yang manakah yang
mendapatkan cinta terbesarmu ?



Karena itu,

- Anakku, jika engkau beribadah kepada Allah, Jangankah karena takut
pada-Nya Sehingga engkau serupa saja dengan budak yang buruk, yang bekerja
dengan rasa takut terhadap hukuman majikannya.
- Anakku, jika engkau beribadah, janganlah karena mengharapkan surga,
sehingga engkau serupa dengan budak yang buruk, yang harus diiming-imingi
sesuatu untuk agar mau bekerja
- Anakku, beribadahlah engkau kepada Allah, Karena rasa cinta dan
rindumu kepada- Nya Dan karena DIA dengan segala keMaha-an-Nya memang
pantas untuk diibadahi.
-

Sungguh, bermuwajahah (bertemu Dzat-Nya) dalam kebersamaan dengan Allah
adalah kenikmatan puncak, yang jauh lebih besar kenikmatannya ketimbang
kenikmatan surga. Tapi jika kekasihmu, Allah, memaksamu untuk menerima
surga-Nya. Terima saja. Tak baik menolak pemberian kekasih, walaupun
kenikmatan surga tak ada artinya tanpa kehadiran-Nya menyertaimu. Janganlah
sampai kau berpaling dari Allah karena kenikmatan surga.

Nah, anakku, dekati Allah sedekat-dekatnya. Jika dalam proses tersebut
Allah berkenan "memperkenalkan diriNya" kepadamu, maka akan terbuka semua
hijab (penghalang), dan akan terbuka semua rahasia keTuhanan, akan
dibukakan kepadamu manazil al-qurubat, dan berkelilinglah ruh-mu di alam
malakut, merindukan belaian kasih sayang-Nya, merindukan perjumpaan
dengan-Nya, sehingga engkau menghampiri-Nya seperti menghampiri seorang
kekasih



*Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau mau menyembah-Nya ?*

Sabtu, 03 November 2012

NIAT LISAN DAN NIAT HATI (TINJAUAN TASAWUF) ^_^

Oleh: Ustadz Ishak



Beberapa hari lalu, saya berbincang dengan bos saya. Kebetulan yang
diperbincangkan adalah masalah firqoh (perbedaan) dalam beribadah di dalam
agama Islam. Terutama perbedaan antara masalah niat dalam hati dan niat
dengan lafal USHOLI melalui lisan.



Saya katakan kepadanya, "*Sebaiknya pertanyaan bapak, tidak
mempermasalahkan perbedaan, tapi tanyakanlah "Ibadah seperti apa yang
diterima oleh Allah....*" Pertanyaan itu mungkin lebih bermanfaat ketika
dibahas, dan secara otomatis akan menjawab pertanyaan seputar perbedaan
yang ada.

Mari kita bahas :



1. *SYARAT AMAL DITERIMA ALLAH : YG DITUJUKAN BAGI ALLAH*



Syidad bin Ausi berkata, "Suatu hari saya melihat Rasulullah S.A.W sedang
menangis, lalu saya pun bertanya beliau, Ya Rasulullah, mengapa anda
menangis?"



Sabda Rasulullah S.A.W, "*Ya Syidad, aku menangis kerana khawatir terhadap
umatku akan perbuatan syirik, ketahuilah bahwa mereka itu tidak menyembah
berhala tetapi mereka berlaku riya' dengan amalan perbuatan mereka*."



Rasulullah bersabda lagi, "Para malaikat penjaga akan naik membawa amal
perbuatan para hamba dari puasanya, solatnya, dermanya dan sebagainya,
dengan suara seperti suara lebah dan mereka mempunyai sinar seterang
matahari dan bersama mereka itu 3,000 malaikat dan mereka membawa amal-amal
itu ke langit ketujuh."



Sesampainya di pintu langit, malaikat penjaga pintu langit berkata kepada
para malaikat penjaga yang membawa amal-amal hasil dari perbuatan riya,
"Berdirilah kamu semua dan pukulkanlah amal perbuatan ini ke muka
pemiliknya dan semua anggotanya dan tutuplah hatinya, sungguh saya
menghalangi amal ini untuk sampai kepada Tuhan. Setiap amal perbuatan yang
tidak dikehendaki untuk Tuhan, *maka amal itu untuk selain Allah. (membuat
sesuatu amal bukan karena Allah)."*



*"Berlaku riya di kalangan ahli fiqh adalah karena inginkan ketinggian
posisi, untuk kemudian supaya mereka menjadi sebutan. Di kalangan para
ulama terjadi pula riya' untuk menjadi populer di kota dan di kalangan umum.
* Allah S.W.T telah memerintahkan agar saya tidak membiarkan amal-amal yang
bukan untuk Allah melewati saya.



Tiba giliran malaikat penjaga yang membawa amal orang-orang soleh.
Amal-amal itu kemudian dibawa oleh malaikat di langit sehingga terbuka
tabir dan penghalang dan sampai kepada Allah S.W.T. Mereka berhenti di
hariban Allah dan memberikan persaksian terhadap amal orang tersebut yang
betul-betul soleh dan ikhlas kerana Allah. Kemudian Allah S.W.T berfirman, "
*Kamu semua adalah para malaikat Hafazdah (malaikat penjaga) pada amal-amal
perbuatan hamba-Ku, sedang Aku-lah yang mengawasi dan mengetahui hatinya,
bahwa sesungguhnya, jika dia menghendaki amal ini bukan untuk-Ku, laknat
para malaikat dan laknat segala sesuatu di langit baginya.*"





2. *SYARAT AGAR IBADAH MASUK KATEGORI "YG DITUJUKAN BAGI ALLAH" : IBADAH
DENGAN NIAT YANG IKHLASH*





*Terkadang manusia beribadah bukan untuk Allah. Kadang ia beribadah agar
dipuji oleh orang, atau untuk dirinya sendiri, agar dirinya mendapatkan
surga, atau terhindar dari neraka.*



*Ibadah orang pencari surga adalah ibadahnya pedagang*, ia mencari untung
dari ibadahnya. *Ibadahnya penghindar neraka adalah ibadahnya para
budak,*karena ia takut dimarahi majikannya.
*Ibadahnya para pecinta Allah, adalah ibadah dengan nilai
tertinggi.*Mereka tidak lagi memperdulikan pendapat orang lain, bahkan
mereka tak lagi
memperdulikan surga dan neraka. Bagi mereka keridhoan Allah terhadap ibadah
yang mereka laksanakan adalah yang terpenting.



Jika seorang bapak memiliki tiga anak, anak pertama menurut kepada bapaknya,
* karena ingin mendapatkan hadiah*. Anak kedua menurut kepada bapaknya *karena
takut dihukum*. Dan anak yang ketiga menurut kepada bapaknya *karena
kecintaannya kepada bapaknya. Siapakah yang akan menjadi anak paling
disayang ?*



3.* Apakah itu IKHLASH ?*



*Keikhlasan untuk Allah lawannya adalah riya' (berbuat untuk kepentingan
selain Allah).* Niat adalah perihal rahasia hati. Keikhlasan adalah rahasia
dari rahasia yang teramat lembut, sehingga samar dari dugan semua yang
hidup. Begitu samar dan tersembunyi, *sehingga sulit bagi diri seseorang
atau orang lain untuk mengukur kemurniannya. Seringkali seseorang termangu
lama, setelah ia mengetahui bahwa niat yang semula ia sangka sudah ikhlash,
ketika ditimbang, ternyata masih tercampur dengan keinginan dipuji orang
lain, sehingga amalan itu tidak diterima dan dilemparkan lagi ke mukanya.*



Sungguhpun keikhlasan hati merupakan suatu hal yang *"tidak terlihat" bagi
mahluk*, tetapi tidak demikian bagi Allah. Sebagaimana kaum ahlullah
mengatakan bahwa "rahasia itu ada dua macam : Rahasia bagi al-Haq, yaitu
sesuatu yang selalu diawasiNya tanpa ada perantara apapun, dan rahasia
untuk mahluk di mana ia selalu diawasiNya dengan perantara."



Allah selalu mengawasi setiap tujuan akhir dari setiap niat yang diamalkan
oleh mahlukNya, betapapun dirahasiakannya. Kemudian *Allah menolak semua
amal yang tidak diniatkan untukNya.*



DEFINISI IKHLASH TINGKAT 1 :



Untuk itu, agar suatu amalan dapat diterima oleh Allah, maka *engkau harus
membersihkan niatmu dari makhluk-makhluk selain Allah (manusia, nafsu,
setan, bahkan dirimu sendiri !)*



DEFINISI IKHLASH TINGKAT 2:



Adapun tingkatan iklash yang baik adalah tingkatan yang dikatakan malaikat
Jibril kepada Rasulullah saw. : 'Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci
tentang ikhlas, apakah sebenarnya ?' Allah swt. menjawab , *'Suatu rahasia
dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang kucintai.*"
(HR. Al-Qazwini meriwayatkan dari Hudzaifah)



Tingkat keikhlasan yang disebutkan oleh malaikat jibril adalah sebagaimana
didefisikan oleh Al-Junayd tentang ikhlas :



*"Keikhlasan adalah rahasia antara Allah dengan si hamba. Sedemikian
rahasianya, bahkan malaikat pencatat tidak mengetahui sedikitpun
mengenainya untuk dapat dituliskannya, setan tidak mengetahuinya hingga
tidak dapat merusaknya, nafsu pun tidak menyadarinya keberadaan niat
tersebut, sehingga ia tidak mampu mempengaruhinya."*



DEFINISI IKHLASH TINGKAT 3 :



*Rahasia itu adalah dari rahasia dan untuk RAHASIA, ia adalah sesuatu yang
haq dan tidak akan tampak kecuali dengan HAQ. Sementara apa yang tampak
pada mahluk, maka itu bukanlah rahasia.* Karena itu, rahasiakanlah niat
ikhlasmu, bahkan dari dirimu sendiri. *Sehingga apabila engkau dapat
melihat keikhlasan dalam keikhlasanmu, maka keikhlasanmu itu memerlukan
keikhlasan lagi.*



*Ketahuilah, cacat keikhlasan dari masing-masing orang yang ikhlas adalah
penglihatannya akan keikhlasannya itu.* Jika Allah menghendaki untuk
memurnikan keikhlasan seorang hamba, maka Dia akan menggugurkan keikhlasan
si hamba dengan cara tidak memandang keikhlasannya sendiri, dan jadilah ia
sebagai orang yang diikhlaskan Allah swt. (Mukhlas), bukannya berikhlas
(Mukhlish).



4. SULITKAH MENITI TINGKATAN IKHLAS SATU DEMI SATU ?



* Ya, sulit utk awam, bahkan untuk mencapai tingkatan pertama saja sudah
sedemikian sulit. Apalah lagi meniti anak tangga ke dua dan ketiga.*

**

5. Di manakah letak niat ?



Beberapa dalil islam menyatakan bahwa* niat itu ada di dalam hati. Karena
itu pula sebagian orang mem-bid'ah-kan / melarang niat yang dilisankan
melalui mulut (apa yang dikenal orang awam sebagai "niat usholi....").
Timbulah pertengkaran itu ...*



6. SOLUSINYA ?



Ulama menyadari bahwa* untuk mendapatkan keikhlasan perlu latihan yang
terus menerus dan berkesinambungan.* Bahkan untuk menahan keluhan ketika
beribadah pun memerlukan latihan. *Ulama pun menyadari bahwa tidak semua
orang bisa mencapai keikhlasan secara instan. Sebagian orang awam mengalami
kesulitan dalam meluruskan niatnya di dalam hati, agar niatnya itu hanya
untuk Allah*. Karena itu Ulama dengan ilmu pengetahuannya agamanya yang
luas, menyadari, bahwa untuk kalangan awam ini,* agar niat di dalam hatinya
lurus hanya untuk Allah, maka niatnya harus dibantu dengan alat.*



Bagaikan anak kecil yang belajar naik sepeda, *maka sepeda itu diberi roda
tambahan pengaman agar anak kecil itu tidak jatuh ketika belajar.*



Maka ulama dengan kasih sayangnya kepada golongan awam ini berusaha meramu
alat bantu, dari hapalan quran-nya dari hapalan ribuan hadist-nya, maka
terciptalah suatu alat yang sering disebut oleh orang awam sebagai *"niat
usholi....". Rangkaian kalimat "usholi..." tersebut adalah hasil
verifikasi dan verifikasi silang antar kitab yang dilakukan ulama, sehingga
dapat dipertanggungjawabkan.*



*Selama seseorang masih mengalami kesulitan dalam meluruskan niat di dalam
hati, maka seyogianya dia memakai alat bantu melisankan usholi, sampai ia
dapat meluruskan niat langsung di dalam hati. Barulah kemudian alat bantu
tersebut dapat dilepas.* Bagaikan anak kecil yang sudah bisa menyeimbangkan
sepeda yang dikendarainya, maka ia bisa mulai melepaskan roda pengaman
tambahan yang dipasang di sepedanya.



*Niat yang dilafalkan ini tidak berpengaruh ke dalam status sholat,
misalnya, karena shalat adalah "dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam". Dengan demikian posisi niat ada sebelum shalat, bukan di dalam
shalat.*



6. KESIMPULAN



*Seyogianya kita lebih berbesar hati dan berkasih sayang dengan saudara
kita yang masih memerlukan alat bantu dalam meluruskan niat dalam hatinya
dengan niat usholi.....*



*Jangan di salah-salahkan. Toh mereka tidak melakukan kemungkaran...*



*Andaikan itu disalahkan, maka hasil ramuan ulama dari hapalan quran dan
hadist pun disalahkan. Lebih menyedihkan lagi, yang menyalahkan itu tak
hapal quran dan tak hapal satu hadist pun... hanya bisa berkata, saya benar
dan engkau salah, tanpa berdasarkan dalil.*



SEMOGA BERMANFAAT

Selasa, 30 Oktober 2012

7 CIRI ULAMA' AKHIRAT (KAJIAN KITAB IHYA' ULUMUDDIN)

*Dan orang-orang yang beruntung dan didekatkan (kepada Allah) adalah ulama
akhirat. Ikutilah para ulama akhirat ini, dan jangan terjebak dengan
ulama-ulama dunia (ulama yang buruk). Ulama akhirat benar-benar mengajak
kepada kebahagiaan akhirat. ^_^*



Artikel ini ringkasan dari sebagian kecil isi kitab *Ihya Ulumuddin karya
Imam al Ghazali*. Dalam kitab ini, ulama akhirat mempunyai tanda-tanda,
sebagian dari padanya adalah :





*1. Ia tidak mencari dunia dengan ilmunya.*

**

Hasan rahimahullah berkata: *"Tersiksanya para ulama adalah kematian hati.
Sedangkan kematian hati adalah mencari dunia dengan amal akhirat"*.

Sahl rahimahullah berkata: *"Ilmu seluruhnya adalah dunia kecuali
pengamalannya. Sedangkan amal itu seluruhnya beterbangan (lenyap) kecuali
amal yang ikhlas.*

**

Firman Allah Ta'ala tentang ulama dunia,

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah
diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada
manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji
itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang
sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka terima. (QS. Ali Imran:187)

Firman Allah Ta'ala tentang ulama akhirat,

Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah
dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada
mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan
ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi
Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. (QS. Ali
Imran:199)



*"Barangsiapa yang menuntut ilmu dari apa yang untuk mencari keridlaan
Allah Ta'ala itu untuk mencari harta benda dunia maka ia tidak mendapatkan
bau syurga pada hari Kiamat"*. [HR. Abu Dawud, Ibn Majah]



"Ulama umat ini ada dua orang yaitu seseorang yang dikarunia ilmu oleh
Allah lalu ia memberikannya kepada manusia dan ia tidak mengambil ketamakan
(kelobaan) atasnya, dan ia tidak membeli (menukar) harga dengannya. Itulah
orang yang dimohonkan rahmat oleh burung di udara, ikan di air, binatang
bumi dan para malaikat yang mulia yang mencatat. Pada hari Kiamat ia
diajukan kepada Allah sebagai orang yang mulia sehingga ia menemani para
rasul. Dan seseorang yang diberi ilmu oleh Allah di dunia lalu ia kikir
terhadap hamba Allah, dan ia mengambil atasnya dengan kelobaan dan ia
membeli (menukar) harga dengannya. Orang itu pada hari Kiamat akan
dikenakan kendali dengan kendali dari api. Seorang penyeru menyeru di atas
makhluk,* "Ini Fulan bin Fulan di dunia diberi ilmu oleh Allah lalu ia
kikir atas para hamba-Nya, ia mengambilnya dengan kelobaan dan ia membeli
(menukar) harga dengannya, maka ia disiksa sehingga selesai perhitungan
(amal) manusia"*. [at Tabhrani]



Janganlah kamu duduk di sisi orang 'alim kecuali orang 'alim yang
mengajakmu dari lima macam kepada lima macam, yaitu *dari keraguan kepada
keyakinan, dari riya' kepada ikhlas, dari gemar (kepada dunia) kepada
zuhud, dari kesombongan kepada merendahkan diri, dan dari permusuhan kepada
nasihat*. [HR. Abu Nuaim dan Ibnul Jauzi]



Sebagian ulama ada yang menyimpan ilmunya maka ia tidak senang ilmu itu
didapat pada orang lain, itulah orang yang di tingkatan pertama dari neraka.



Sebagian ulama ada orang yang di dalam ilmunya seperti kedudukan raja
(penguasa). Jika sedikit dari ilmunya ditolak atau diremehkan sedikit saja
dari haknya maka ia marah. Itulah orang di dalam tingkat kedua dari neraka



Sebagian dari ulama ada orang yang memberikan ilmunya dan haditsnya yang
asing-asing untuk orang-orang mulia dan kaya dan ia tidak melihat kepada
orang yang menghajatkannya itu pantas untuk menjadi ahlinya, maka itulah
(ia) di dalam tingkatan yang ketiga dari neraka.



Sebagian dari ulama ada orang yang menegakkan dirinya untuk berfatwa lalu
ia memberi fatwa dengan kesalahan padahal Allah Ta'ala membenci orang-orang
yang membebankan dirinya. Itulah orang yang berada di tingkat ke empat dari
neraka.



Sebagian dari ulama ada orang yang berbicara dengan perkataan Yahudi dan
Nasrani agar ilmunya dipandang banyak dan mengalir terus, dan itulah orang
yang berada di tingkat ke lima dari neraka



Sebagian ulama ada orang yang menjadikan ilmunya sebagai keperwiraan,
keutamaan dan disebut-sebut di kalangan manusia. Itulah orang yang di
tingkat enam dari neraka.



Sebagian ulama ada orang yang menarik kecemerlangan dan kekaguman. Jika ia
memberi nasihat maka ia kasar dan jika diberi nasihat maka ia enggan.
Itulah orang yang di neraka tingkat tujuh.



Perbandingan antara orang yang mencari harta benda dunia dengan ahli ilmu
yang mencari keridlaan Allah di dalam al Qur'an,

Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". Berkatalah orang-orang
yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah
adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan
tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar". (Al
Qashash:79-80)

Maka ahli ilmu mengetahui untuk mengutamakan akhirat atas dunia.



*2. Perbuatannya selaras dengan perkataannya*

**

* *Ia tidak memerintahkan sesuatu amal perbuatan yang ia sendiri tidak
mengamalkannya.



Allah Ta'ala berfirman,

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir? (QS. Al Baqarah: 44)

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan. (QS. As Shaaf: 3)

Sabda baginda Nabi saw: *"Pada malam saya diperjalankan di malam hari, saya
melewati suatu kaum yang bibirnya digunting dengan gunting dari api. Lalu
saya bertanya: "Siapakah kamu sekalian ?". Mereka menjawab: "Kami adalah
dahulu memerintahkan kebaikan namun kami tidak melaksanakannya, dan kami
melarang kemungkaran namun kami melakukannya"*. [HR. Ibnu Hibban]



Asy Sya'bi berkata: "Pada hari Kiamat suatu kaum dari penghuni syurga
menampakkan kepada suatu kaum dari penghuni neraka. Mereka bertanya kepada
suatu kaum dari neraka itu: *"Apakah yang menjadikan kamu masuk neraka?
Kami dimasukkan oleh Allah ke syurga hanya karena keutamaan pendidikan dan
ajaranmu?". Suatu kaum dari neraka itu menjawab: "sesungguhnya dahulu kami
memerintahkan kebaikan namun kami tidak melaksanakannya, dan kami mencegah
dari keburukan namun kami menjalankannya".*



Hatim al Asham rahimahullah berkata:* "Pada hari Kiyamat tidak ada orang
yang paling menyesal dari pada seseorang yang mengajarkan ilmu kepada
manusia lalu mereka mengamalkannya sedangkan ia tidak mengamalkannya.
Mereka beruntung dengan sebab pengamalan itu, sedang ia binasa".*



Ibnu Mas'ud berkata:* "Akan datang suatu masa pada manusia di mana
kemanisan hati dirasakan asin. Maka pada hari itu orang 'alim dan orang
yang belajar tidak mengamalkan ilmunya. Hati Ulama mereka seperti tanah
kosong yang bergaram yang turun tetesan hujan, maka tidak didapatkan air
tawar dari padanya. Demikian itu apabila hati ulama cinta kepada dunia dan
mengutamakannya atas akhirat. Ketika itu Allah Ta'ala mencabut
sumber-sumber hikmah dan memadamkan pelita-pelita petunjuk dari hati
mereka. Orang 'alim mereka memberitahukan ketika kamu bertemu dengannya
bahwasanya ia takut kepada Allah dengan lidahnya sedangkan perbuatan dosa
amalnya. Maka alangkah suburnya lidah dan gersangnya hati dewasa itu. Demi
Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, hal itu tidak lain karena
orang-orang yang mengajar itu mengajar karena selain Allah Ta'ala,
sedangkan orang-orang yang belajar itu belajar bukan karena Allah Ta'ala".*



Ka'ab rahimahullah berkata: *"Di akhir zaman akan ada ulama yang menyuruh
manusia untuk zuhud terhadap dunia, namun mereka tidak zuhud, mereka
menyuruh manusia takut (kepada Allah) namun mereka tidak takut, mereka
melarang dari mendatangi para penguasa namun mereka mendatangi para
penguasa, mereka mengutamakan dunia atas akhirat, mereka makan dengan lidah
mereka, mereka mendekati orang-orang kaya, tidak kepada orang-orang miskin.
Mereka cemburu kepada ilmu sebagaimana orang-orang wanita cemburu kepada
orang-orang laki-laki. Salah Seorang di antara mereka marah kepada teman
duduknya apabila teman duduknya itu duduk-duduk dengan orang lain. Mereka
itulah orang-orang yang tukang paksa, musuh-musuh Tuhan Yang Maha Pengasih"*
.



Sabda baginda Nabi saw: "Sesungguhnya syaithan barangkali menunda-nundamu
dengan ilmu". Lalu ditanyakan: "Wahai Rasulullah, bagaimanakah itu ?".
Beliau SAW bersabda: "Syaithan berkata: *"Tuntutlah ilmu dan jangan kamu
amalkan sehingga kamu mengetahui. Senantiasa Syaithan itu berkata kepada
ilmu demikian itu dan menunda-nunda terhadap amal sehingga ia mati dan
tidak beramal"*.[Diriwayatkan dari Anas dengan sanad yang lemah]



*3. Ia menjauhi ilmu yang sedikit manfaatnya, yang banyak perdebatan dan
omong kosong.*

**

Perhatiannya adalah untuk memperoleh ilmu yang bermanfa'at di akhirat, yang
menggemarkan untuk taat.

Baginda Nabi saw bersabda:* "Sebagian dari yang saya takutkan atas ummatku
adalah tergelincirnya orang 'alim dan perdebatan orang munafik mengenai Al
Qur'an"*. [HR. Ath Thabrani dan ibn Hibban]



Ibnu Mas'ud ra. berkata : "*Ilmu itu bukan dengan banyaknya
riwayat*,*namun ilmu itu adalah takut (kepada Allah)".
*



Ibnu Mas'ud ra. berkata : "Al Qur'an itu diturunkan untuk diamalkan. Maka
mempelajarinya ambil pengamalannya. Akan datang suatu kaum yang terdidik
itu seperti saluran. Mereka bukan orang-orang pilihanmu. Orang 'alim yang
tidak mengamalkan adalah seperti orang sakit yang menyifati obat, dan
seperti orang lapar yang menyifati makanan-makanan yang lezat-lezat namun
ia tidak mendapatkannya".



Perumpamaan orang yang berpaling dari ilmu amal dan sibuk dengan perdebatan
adalah seperti seseorang yang sakit dengan banyak penyakit padanya. Ia
bertemu dengan seorang dokter yang pandai untuk waktu yang singkat yang
dikhawatirkan kehabisan waktu. Orang yang sakit itu justru sibuk dengan
menanyakan khasiat obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan, obat-obat lain dan
hal-hal yang ganjil-ganjil dari dunia kedokteran; ia tinggalkan
kepentingannya untuk mengobati penyakitnya. Ini adalah kebodohan.



*4. Ia tidak cenderung kepada kemewahan.*

**

Namun ia mengutamakan hemat dalam seluruhnya itu dan ia menyerupai ulama
salaf rahimahumullah padanya. Dan ia senang untuk mencukupkan dengan yang
paling minimal dalam seluruhnya itu. Setiap kali ia bertambah ke arah
minimal maka bertambahlah dekatnya kepadaAllah, dan meningkat derajatnya di
kalangan ulama akhirat.



Hatim Al Asham, ketika ia berjalan ke Madinah lalu ia disambut oleh
penduduk Madinah. Maka ia bertanya: "Kota apakah ini?. Mereka menjawab :
"Kota Rasulullah SAW.".

Ia bertanya : "Di manakah istana Rasulullah SAW. sehingga saya shalat
padanya?". Mereka menjawab: "Beliau tidak mempunyai istana. Beliau hanyalah
memiliki rumah yang menempel di atas tanah (karena rendahnya)".

Ia bertanya: "Di manakah istana-istana shahabatnya ra?". Mereka menjawab:
"Mereka tidak mempunyai istana. Mereka hanya memiliki rumah yang menempel
di atas tanah".

Hatim berkata : "Hai kaumku, ini adalah kota Fir'aun". Maka mereka
menangkap dan membawanya kepada Sulthan, dan mereka berkata : "Orang 'ajam
ini mengatakan ini adalah kota Fir'aun"'.

Penguasa itu berkata : "Mengapa demikian?".

Hatim berkata : "Janganlah kamu tergesa-gesa atasku. Saya seorang laki-laki
'ajam (luar Arab), yang asing. Saya masuk kota ini dan saya bertanya "Kota
siapakah ini ? Mereka menjawab: "Kota Rasulullah SAW.". Saya berkata : "Di
manakah istananya ?". Dan ia mengisahkan kisah itu.

Kemudian ia berkata : "Allah Ta'ala berfirman:

Artinya: "Sungguh telah ada contoh yang baik bagimu pada Rasulullah ". (Al
Ahzab : 21).

Kamu kepada siapa mengikut, apakah kepada Rasulullah ataukah kepada Fir'aun
orang yang pertama kali membangun dengan lepoh dan bata merah".

Lalu mereka melepaskan dan meninggalkannya.

Ini adalah riwayat Hatim Al Asham rahimahumullah Ta'ala. Dan akan datang
sesuatu yang menjadi saksi bagi yang demikian dari perilaku ulama salaf
dalam kesederhanaan dan meninggalkan keindahan di tempat-tempatnya.



Allah Ta'ala berfirman,

Artinya: "Katakanlah, siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah yang
dikeluarkan bagi hamba-hamba-Nya' dan (siapa yang mengharamkan) rizki yang
baik-baik"' (Al A'raf : 32).

Yang sebenarnya, bahwasanya berhias dengan yang mubah itu tidaklah haram,
tetapi bergelimang padanya menyebabkan jinak dengannya sehingga sulit
meninggalkannya. Kesenangan berhias biasanya melazimkan untuk melakukan
kemaksiatan-kemaksiatan dari berminyak muka, menjaga makhluk dan harga diri
mereka dan hal-hal lain yang terlarang.



Menjaga diri itu adalah menjauhi hal itu karena orang yang bergelimang di
dalam dunia maka sama sekali ia tidak selamat dari padanya.



Sehubungan dengan itu, Imam Malik ibn Anas mengatakan bahwa meninggalkan
itu (kesenangan atas perhiasan dunia) adalah lebih baik dari pada masuk
padanya.



*5. Ia menjauh dari para penguasa.*

**

Bahkan seyogya untuk menjaga diri dari bergaul dengan mereka, meskipun para
sultan (penguasa) itu datang kepadanya karena dunia itu manis dan hijau,
kendalinya di tangan para sultan. Sedangkan bergaul dengan mereka tidak
lepas dari membebankan diri untuk mencari keridhaan mereka dan mencari
kesenangan hati mereka pada hal mereka zhalim.

Secara garis besar, bergaul dengan mereka (penguasa) itu adalah kunci
keburukan, sedangkan jalan ulama akhirat adalah berhati-hati.

Hudzaifah berkata : "Takutlah kamu terhadap tempat-tempat fitnah".
Ditanyakan : "Apakah itu?". Ia berkata : Pintu-pintu para amir (penguasa)
di mana salah seorang di antaramu masuk kepada amir lalu ia membenarkannya
dalam kebohongan, dan ia berkata padanya dengan sesuatu yang tidak ada
padanya".

Rasulullah saw bersabda, "Seburuk-buruk ulama adalah orong-orang yang
datang kepada amir-amir, sedangkan sebaik-baik amir adalah orang-orang yang
datang kepada para ulama. [H.R. Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan sanad
yang lemah]



*6. Ia tidak segera memberi fatwa*

**

Jika ia ditanya tentang sesuatu yang diketahuinya secara yakin dengan nash
Kitabullah (Al Qur'an) atau nash hadits atau ijma' atau qiyas maka barulah
ia memberi fatwa.

Dan jika ia ditanya tentang sesuatu yang ia ragu padanya maka ia berkata :
"Saya tidak tahu". Dan jika ia ditanya tentang sesuatu yang diduganya
dengan ijtihad dan dugaan maka ia berhati-hati dan ia membela dirinya dan
ia pindahkan kepada orang lain yang lebih mempunyai kekayaan ilmu.



Ibnu Mas'ud ra. berkata : *"Sesungguhnya orang yang memberi fatwa kepada
manusia pada setiap apa yang mereka mintakan fatwa adalah orang gila".*



Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata : "Tidak ada sesuatu yang lebih
berat atas syaithan dari pada orang 'alim yang berkata dengan ilmu dan diam
dengan ilmu. Syaithan berkata : "Lihatlah orang ini. Diamnya lebih berat
atasku dari pada berbicaranya".



Abu Hafsh An Naisaburi berkata : "Orang 'alim adalah orang yang ketika
ditanya takut untuk dikatakan (ditanyakan) pada hari Kiyamat dari manakah
kamu menjawab ?'.



Kesibukan para shahabat dan tabi'in ra. itu pada lima macam, yaitu :
membaca Al Qur'an, meramaikan masjid, dzikir kepada Allah Ta'ala, amar
ma'ruf (memerintahkan kebajikan) dan nahi mungkar (melarang
perbuatan/perkataan yang buruk). Demikian itu karena mereka mendengar dari
sabda Rasulullah SAW.

Artinya : "Setiap perkataan anak Adam itu memadharatkannya, tidak
menguntungkannya kecuali tiga macam yaitu amar ma'ruf, nahi mungkar dan
dzikir kepada Allah Ta'ala".[H.R. At Tirmidzi dan Ibnu Majah dari hadits
Ummu Habibah]

Diam itu senantiasa perilaku ahli ilmu kecuali ketika dharurat. Dan di
dalam hadits :

Artinya: "Apabila kamu melihat seseorang telah diberi diam dan zuhud maka
dekatlah kamu kepadanya, karena ia mengajarkan hikmah".[H.R. Ibnu Mahah
dari hadits ibnu Khilad dengan sanad yang lemah]



*7. Lebih banyak perhatiannya kepada ilmu batin, mengawasi hati, mengenal
dan menempuh jalan akhirat.*

**

Ia membenarkan harapan tentang terbukanya hal itu dari mujahadah (berjuang
melawan hawa nafsu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah) dan
muraqabah (mengawasi hati).



*Sesungguhnya mujahadah itu menyampaikan kepada musyahadah (menyaksikan ke
Maha Besaran Allah Ta'ala) dan detail-detail ilmu hati yang dengannya
terpancarlah sumber-sumber hikmah dari hati.*



Kitab-kitab dan pengajaran lahiriah saja tidaklah memenuhi hal itu. *Hikmah
hanya terbuka dengan mujahadah, muraqabah (pengawasan), langsung amal-amal
lahir dan batin, duduk bersama Allah'Azza Wa Jalla dalam khalwat dengan
hadirnya hati dengan pikiran yang jernih, dan memutuskan diri dari selain
Allah Ta'ala menuju kepadaNya.*



Inilah kunci ilham dan sumber keterbukaan. Berapa banyak orang yang belajar
yang lama belajarnya dan tidak mampu untuk melampaui apa yang didengarnya.
Dan ada orang yang membatasi diri pada apa yang penting dalam belajar,
menyempurnakan amal, dan mengawasi hati maka Allah membukakan baginya dari
hikmah yang lembut-lembut, sesuatu yang akal-akal orang yang berfikir itu
bingung padanya.



Nabi SAW. bersabda :

Artinya : "Barangsiapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui maka Allah
memberinya ilmu apa yang tidak ia ketahui.[H.R. Abu Na'im dari hadits Anas
dan ia melemahkannya]

Sahl bin Abdullah At Tastari rahimahullah berkata : "Para ulama, para ahli
ibadah dan orang-orang yang zuhud dari dunia sedang hati mereka tertutup
dan tidaklah terbuka kecuali hati orang-orang yang jujur dan orang-orang
yang mati syahid, kemudian ia membaca firman Allah Ta'ala:

Artinya: "Dan di sisi Nya kunci-kunci Ghaib di mana tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia". (Al An'am : 59).

Nabi SAW. bersabda dalam hadits Qudsi,

Artinya : "Senantiasalah hamba itu mendekatkan diri kepadaKu sehingga Aku
menyintainya. Apabila Aku menyintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang
mana ia mendengar dengannya".

review http://mahesakujenar.blogspot.com on alexa.com
free counters

Followers

 
heramkempek © . Template by: SkinCorner. SEO By: Islamic Blogger Template