Kamis, 03 Desember 2009

bukti kesesatan aqidah Wahhabi berdasar kitab2 mereka

bukti kesesatan aqidah Wahhabi berdasar kitab2 mereka

Tajsim/penjasmanian dan Tasybih/penyerupaan Allah swt.kepada makhluk-Nya

Mari kita teliti lagi riwayat-riwayat yang tercantum dibawah ini yang mana golongan Wahabi/Salafi dan pengikutnya menyakini serta mempercayai ada nya hadits mengenai Tajsim/ Penjasmanian dan Tasybih/ Penyerupaan Allah swt. sebagai makhluk-Nya secara hakiki/yang sebenarnya tapi tanpa bentuk (Bi la Kaif). Yang mana hal ini telah dibantah sendiri oleh Allah swt. dalam firman-Nya: Surat Asy-Syuura (42):11:' Tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya'. Surat Al-An'aam (6) : 103; 'Tiada Ia tercapai oleh penglihatan mata'. Dalam Surat Ash-Shaffaat (37) : 159; 'Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan'.
Menurut pendapat ulama contoh riwayat-riwayat yang jelas menunjukkan tajsim atau tasybih sebagai berikut :
 Berkata Wahab bin Munabbih waktu ditanya oleh Jaad bin Dirham tentang asma wa sifat: Celaka engkau wahai Jad karena permasalahan ini. Sungguh aku menduga engkau akan binasa. Wahai Jad, kalau saja Allah tidak mengkabarkan dalam kitab-Nya bahwa dia memiliki tangan, mata atau wajah, tentu kamipun tidak akan mengatakannya. Bertakwalah engkau kepada Allah!" (Aqidatus Salaf Ashhabul Hadits, hal. 190)
 Abdullah ibn Ahmad rh. meriwayatkan, disertai dengan menyebut sanad-sanadnya. Beliau berkata, "Rasulallah saw. telah bersabda; 'Tuhan kita telah menertawakan keputus-asaan hamba-hamba-Nya dan kedekatan yang lainnya. Perawi berkata, 'Saya bertanya, 'Ya Rasulallah, apakah Tuhan tertawa?' Rasulallah saw. menjawab, 'Ya.' Saya berkata, 'Kita tidak kehilangan Tuhan yang tertawa dalam kebaikan."' [Kitab as-Sunnah, hal. 54].
 Abdullah ibn Ahmad berkata, "Saya membacakan kepada ayahku. Lalu, dia menyebutkan sanadnya hingga kepada Sa'id bin Jubair yang berkata, Sesungguhnya mereka berkata, 'Sesungguhnya ruh-ruh berasal dari batu yaqut-Nya. Saya tidak tahu, apakah dia mengatakan merah atau tidak?' Saya berkata kepada Sa'id bin Jubair, lalu dia berkata, 'Sesungguhnya ruh-ruh berasal dari batu zamrud dan naskah tulisan emas, yang Tuhan menuliskannya dengan tangan-Nya, sehingga para penduduk langit dapat mendengar suara gerak pena-Nya." [Kitab as-Sunnah, hal. 76].
 Abdullah ibn Ahmad berkata, "Ayahku berkata kepadaku dengan sanad dari Abi 'Ithaq yang berkata, 'Allah menuliskan Taurat bagi Musa dengan tangan-Nya, dalam keadaan menyandarkan punggungnya kebatu, pada lembaran-lembaran yang terbuat dari mutiara. Musa dapat mendengar bunyi suara pena Tuhannya, sementara tidak ada penghalang antara dirinya dengan Tuhannya kecuali sebuah tirai.'" [Kitab as-Sunnah, hal. 76].
Mari kita baca lagi riwayat lainnya dibawah ini yang menetapkan bahwa Allah mempunyai jari, dan mereka juga menetapkan bahwa di antara jari-jari-Nya itu terdapat jari kelingking, serta jari kelingking-Nya mempunyai sendi.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Khuzaimah didalam kitab at-Tauhid dengan bersanad dari Anas bin Malik ra yang berkata;
 "Rasulallah saw. telah bersabda; 'Manakala Tuhannya menaiki gunung, Dia mengangkat jari kelingking-Nya, dan mengerutkan sendi jari kelingkingnya itu, sehingga dengan begitu lenyaplah gunung." Humaid bertanya kepadanya, "Apakah kamu akan menyampaikan hadits ini?" Dia menjawab, "Anas menyampaikan hadits ini kepada kami dari Rasulallah, lalu kamu menyuruh kami untuk tidak menyampaikan Hadits ini?" [Kitab at-Tauhid, hal 113; Kitab as-Sunnah, hal. 65].
Hadits diatas ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempunyai tangan, tangan-Nya mempunyai jari, dan diantara jari-Nya itu ialah jari kelingking. Kemudian mereka juga mengatakan jari kelingking itu mempunyai sendi...!!
 Abdullah rh juga berkata, dengan bersanad dari Abu Hurairah, dari Rasulallah saw. yang bersabda;"Sesungguhnya kekasaran kulit orang Kafir panjangnya tujuh puluh dua hasta, dengan ukuran panjang tangan Yang Maha Perkasa." [Kitab at-Tauhid, hal. 190].
Dari Hadits ini dapat dipahami, Tuhan mempunyai dua tangan, juga kedua tangan Tuhan mempunyai ukuran panjang tertentu. Karena jika tidak, maka tidak mungkin kedua tangan tersebut menjadi ukuran bagi satuan panjang.
 Abdullah bin Ahmad bin Hambal rh, dengan bersanad kepada Anas bin Malik yang berkata, "Rasulallah saw. telah bersabda, 'Orang-orang kafir dilemparkan kedalam neraka. Lalu neraka berkata, 'Apakah masih ada tambahan lagi ?, maka Allahpun meletakkan kaki-Nya kedalam neraka, sehingga neraka berkata, 'Cukup, cukup.'" [Kitab at-Tauhid, hal. 184].
 Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Rasulallah saw. yang bersabda, "Neraka tidak menjadi penuh sehingga Allah meletakkan kaki-Nya kedalamnya. Lalu, nerakapun berkata, 'Cukup cukup.' Ketika itulah neraka menjadi penuh." [Kitab at-Tauhid, hal. 184].
Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa Allah swt. mempunyai kaki.

Ada riwayat lebih jauh lagi dengan menetapkan bahwa Allah swt. mempunyai nafas. Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata, dengan bersanad kepada Ubay bin Ka'ab yang berkata, "Janganlah kamu melaknat angin, karena sesungguhnya angin berasal dari nafas Tuhan." [Kitab as-Sunnah, hal. 190].
 Mereka juga menetapkan dan bahkan menyerupakan suara Allah dengan suara besi. Abdullah bin Ahmad, dengan sanadnya telah berkata, "Jika Allah berkata-kata menyampaikan wahyu, para penduduk langit mendengar suara bising tidak ubahnya suara bising besi di suasana yang hening." [Kitab as-Sunnah, hal. 71].

Selanjutnya, riwayat yang menetapkan bahwa Allah swt. mempunyai bobot. Oleh karena itu, terdengar suara derit kursi ketika Allah sedang mendudukinya. Jika Allah tidak mempunyai bobot, lantas apa arti dari suara derit ?
 Abdullah bin Ahmad bin Hambal meriwayatkan, dengan bersanad dari Umar ra yang berkata, "Jika Allah duduk di atas kursi, akan terdengar suara derit tidak ubahnya seperti suara deritnya koper besi." [Kitab as-Sunnah, hal. 79]. Atau, tidak ubahnya seperti suara kantong pelana unta yang dinaiki oleh penunggang yang berat.
Beliau juga mengatakan, dengan bersanad kepada Abdullah ibn Khalifah, "Seorang wanita telah datang kepada Nabi saw. lalu berkata, 'Mohonkanlah kepada Allah supaya Dia memasukkan saya kedalam surga.' Nabi saw. berkata, 'Maha Agung Allah.' Rasulallah saw. kembali berkata, 'Sungguh luas kursi-Nya yang mencakup langit dan bumi. Dia mendudukinya, sehingga tidak ada ruang yang tersisa darinya kecuali hanya seukuran empat jari. Dan sesungguhnya Dia mempunyai suara tidak ubahnya seperti suara derit pelana tatkala dinaiki." [Kitab as-Sunnah, hal. 81].
Ada riwayat yang mengatakan lebih dari itu umpama didalam sebuah hadits disebutkan, Allah swt. menciptakan Adam berdasarkan wajah-Nya, setinggi tujuh puluh hasta. Dengan demikian manusia akan membayangkan bahwa Allah swt. akan mempunyai wajah yang berukuran tingginya seperti wajah Adam as. Hadits-hadits diatas dan terakhir ini juga tidak bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya karena bertentangan dengan firman Allah swt.
Riwayat yang lebih aneh lagi Abdullah bin Ahmad juga berkata, sesungguhnya Abdullah bin Umar bin Khattab ra mengirim surat kepada Abdullah bin Abbas ra. Abdullah bin Umar bertanya, 'Apakah Muhammad telah melihat Tuhan-nya?' Maka Abdullah bin Abbaspun mengirim surat jawaban kepadanya. Abdullah bin Abbas menjawab, 'Benar.' Abdullah bin Umar kembali mengirim surat untuk menanyakan bagaimana Rasulallah saw. melihat Tuhannya. Abdullah bin Abbas mengirim surat jawaban, 'Rasulallah saw. melihat Tuhannya di sebuah taman yang hijau, dengan permadani dari emas. Dia tengah duduk di atas kursi yang terbuat dari emas, yang diusung empat orang malaikat. Seorang malaikat dalam rupa seorang laki-laki, seorang lagi dalam rupa seekor sapi jantan, seorang lagi dalam rupa seekor burung elang, dan seorang lagi dalam rupa seekor singa.'" [Kitab at-Tauhid, hal. 194].
Dengan adanya riwayat-riwayat ini semua, Allah swt. menjadi seorang makhluk (Na'udzubillahi), yang mempunyai sifat-sifat hakiki/sebenarnya yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Semua riwayat hadits tersebut walaupun diriwayatkan oleh perawi-perawi terkenal tapi bila bertentangan dengan firman Allah swt.( QS [42]):11, QS [6] : 103 ; QS [37] : 159 ), maka semua riwayat tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan keshohihan nya.
Sudah pasti orang yang mempercayai hadits-hadits itu akan membayangkan Tuhannya, walaupun mereka ini berkata tidak membayangkan-Nya!
Marilah kita baca dibawah ini diskusi mengenai seputar sifat-sifat Allah antara seorang madzhab sunnah (lebih mudahnya kita juluki si A ) dengan salah seorang tokoh Wahabi/Salafi (kita juluki si B).
Si A mensucikan Allah dari sifat-sifat yang tersebut dalam hadits-hadits diatas ini, dan dengan berbagai jalan berusaha membuktikan kesalahan keyakinan-keyakinan tersebut. Namun, semuanya itu tidak mendatangkan manfaat.
Si A (madzhab sunnah) bertanya pada si B: Jika memang Allah swt. mempunyai sifat-sifat ini, yaitu Dia mempunyai wajah, mempunyai dua tangan, dua kaki, dua mata, dan sifat-sifat lainnya yang mereka alamatkan kepada Tuhan mereka, apakah tidak mungkin kemudian seorang manusia membayang kan dan mengkhayalkan-Nya? Dan dia pasti akan membayangkan-Nya. Karena jiwa manusia tercipta sedemikian rupa, sehingga dia akan membayangkan sesuatu yang telah diberi sifat-sifat yang seperti ini."
Si B (golongan Wahabi) menjawab: "Ya, seseorang dapat membayangkan-Nya (bentuk Allah), namun dia tidak diperkenankan memberi tahukannya.!!"
Si A bertanya lagi : "Apa bedanya antara anda meletakkan sebuah berhala dihadapan anda dan kemudian anda menyembahnya dengan anda hanya membayangkan sebuah berhala dan kemudian menyembahnya?".
Si B menjawab: "Ini adalah perkataan kelompok sesat semoga Allah memburukkan mereka. Mereka beriman kepada Allah namun mereka tidak mensifati-Nya dengan sifat-sifat seperti ini (mempunyai dua tangan, kaki dan lain-lain). Sehingga dengan demikian, mereka itu menyembah Tuhan yang tidak ada."
Si A ini berkata lagi; "Sesungguhnya Allah yang Maha benar, Dia tidak dapat diliputi oleh akal, tidak dapat dicapai oleh penglihatan, tidak dapat ditanya dimana dan bagaimana, serta tidak dapat dikatakan kepada-Nya kenapa dan bagaimana. Karena Dialah yang telah menciptakan dimana dan bagaimana. Segala sesuatu yang tidak dapat anda bayangkan itulah Allah, dan segala sesuatu yang dapat anda bayangkan adalah makhluk. Kami telah belajar dari para ulama dari keturunan Nabi saw. Mereka berkata, 'Segala sesuatu yang kamu bayangkan, meskipun dalam bentuk yang paling rumit, dia itu makhluk seperti kamu.' Keseluruhan pengenalan Allah ialah ketidak mampuan mengenal-Nya."
Si B berkata dengan penuh emosi, "Kami menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya, dan itu cukup ! " Demikianlah diskusi singkat ini.
Golongan Wahabi/Salafi berusaha memberikan pembenaran terhadap hadits-hadits mengenai Tajsim/penjasmanian dan Tasybih/penyerupaan diatas ini dengan alasan: "Tanpa bentuk (bi la kaif) dan aqidah ahlussunnah utk ayat dan hadits mutasayabihat itu diperlukan takwil bukan "apa adanya" ayat dan hadits tsb.

HATI-HATI DG PEMAHAMAN GOL. WAHABI

Mengenai paham ini ada banyak hal yg bertolak belakang dan bertentangan dengan kebenaran dan diantara beberapa kesalahan mereka, yaitu :
- melarang penghormatan dan takdhim atas Nabi saw dan para shalihin, hal semacam ini masyru’ dan dibenarkan dalam syariah dan diakui dengan hadits2 shahih dan ayat Alqur’an, namun mereka mengingkarinya dan mengharamkannya bahkan mengatakan musyrik bagi yg melakukannya.
- melarang ziarah kubur, tawassul, istighatsah, dan semua bentuk datangnya manfaat dari perantara Nabi saw dan para shalihin pun dimungkiri oleh mereka dan diharamkan, bahkan dimusyrikkan bagi yg melakukannya.
- Dan masih banyak lagi perbuatan mungkar lainnya seperti fatwa bahwa ayah dan ibu nabi adalah musyrik dll.


Thread ini dibuat untuk saling mengingatkan agar kita tidak terjebak dengan pemahaman madzhab sempalan ini karena sebagian kalangan wahabi mengakui bahwa mereka adalah Salafi (orang orang yg mengikuti para salafusshalih dari kalangan para Tabi'in dan sesudahnya dari kalangan para Imam dan Muhaddits), maka kita mesti berhati hati dalam pengakuan mereka.


next ===> Sejarah Wahabi.

Bagian I.

Asal-usul dan sejarah perkembangannya WAHABI berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya:
Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I'tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dll.

Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Bahaiah. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama? besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa'iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi'i, menulis surat berisi nasehat: "Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A'dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin?".
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : "Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115).

Bagian II.

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama'ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan? Dengan segera dia menjawab, Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan? Lelaki itu bertanya lagi, Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim? Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar'iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama? besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka'bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma'la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa'ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi'i yang sudah mapan..Bagian III (Akhir)

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma'la (Mekkah), di Baqi' dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.
Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi SAW terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.
Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.
Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir, katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.
Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul SAW. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.
Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid?ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan mengislamkan penduduk negeri ini.
Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah mengislamkan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu mengislamkan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai paham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi).
[b]Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid'ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid'ah? Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa'ud.

Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya.
Diantaranya:
- "Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana, sambil menunjuk ke arah timur (Najed)". (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)
- Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur?an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul). (HR Bukhari no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban.
- Nabi SAW pernah berdoa: "Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,? Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdoa: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.?, Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.
Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid'ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian?. Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala'udz Dzolam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW: Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin?? AI-Hadits.
BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab.
Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M, seorang ulama, mencatat tahunnya dengan hitungan Abjad: Ba daa halaakul khobiits? (Telah nyata kebinasaan Orang yang Keji) (Masun Said Alwy)

sejarah singkat Muhammad bin Abdul Wahab

Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Quran sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hanbali, belajar hadits dan tafsir kepada para Syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Memelihara kemurnian tauhid dari syirik, khurafat dan bid'ah, sebagaimana banyak ia saksikan di Nejed dan negeri-negeri lainnya. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.

Ia mendengar banyak wanita di negerinya ber-tawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."

Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para shahabat, keluarga Nabi, (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam,hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan, kecuali kepada Allah semata.

Di Madinah, Ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, serta berdoa (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Quran dan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Al-Quran menegaskan,

"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika berbuat (yang demikian itu), sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." (Yunus: 106)

Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:

"Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaummnya kepada tauhid dan berdoa (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan, sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.
1. Penentangan orang-orang batil terhadapnya:

Para ahli bid'ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah berfirman:

"Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 5)

Musuh-musuh Syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhana wa Ta'ala menjaganya dan memberinya penolong sehingga dakwah tauhid tersebar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.

Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya, mereka mengatakan dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima(3), padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hanbali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam serta tidak bershalawat di atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.

Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab - rahimahullah- telah menulis kitab Mukhtashar Siiratur Rasul shalallahu 'alaihi wasallam. Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat.

Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Quran, hadits dan ucapan shahabat sebagai rujukannya.

Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab.
2. Dalam sebuah hadits disebutkan;

"Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, 'Dan di negeri Nejed.' Rasulullah berkata, 'Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar Al-'Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali radhiallahu 'anhuma dibunuh.

Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi Iraq. Bahkan sebaliknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul.
3. Sebagian ulama yang adil sesungguhnya menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah seorang mujaddi (pembaharu) abad dua belas Hijriyah.

Mereka menulis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang "Silsilah Tokoh-Tokoh Sejarah", di atanra mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin 'Irfan.

Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, aqidah tauhid sampai ke India dan negeri-negeri lainnya melalui jama'ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi aqidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan, karena mereka mengetahui bahwa aqidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka.

Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah (orang-orang bayaran) agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid'ah sehingga memalingkan umat Islam dari aqidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdoa hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (Yang Maha Pember), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma'ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikananya masuk Surga.


yang katanya menurut imam Nawawi itu wahabi sesat menyesatkan lalu yang mengatakan sesat dan menyesatkan itu tidak sesat?????atau merasa paling suci???????
emmmmm ini yang ana posting adalah menurut versi orang salafy. walaupun ana sendiri bermahdzab malik, bukan bermahdzab salafyi.

SANGGAHAN BUAT TULISAN DI ATAS


Sesungguhnya Alloh telah berjanji menjaga kemurnian agama-Nya, dengan membangkitkan sebagian hamba-Nya untuk berjuang membela agama dan membantah ahli bid’ah, para pengekor hawa nafsu, yang seringkali menyemarakkan agama dengan kebid’ahan dan mempermainkan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah seperti anak kecil mempermainkan tali mainannya. Mereka memahami nash-nash dengan pemahaman yang keliru dan lucu. Hal itu karena mereka memaksakan dalil agar sesuai dengan selera hawa nafsu.

Bila anda ingin bukti, terlalu banyak, tetapi contoh berikut ini mungkin dapat mewakili.

Dalam sebuah majalah bulanan yang terbit di salah satu kota Jawa timur, seorang yang menamakan dirinya ”Masun Said Alwy” menulis sebuah artikel sekitar sepuluh halaman berjudul ”Membongkar Kedok Wahabi, Satu Dari Dua Tanduk Setan”.

Setelah penulis mencoba membaca tulisan tersebut, ternyata hanya keheranan yang saya dapati. Bagaimana tidak? Tulisan tersebut tiada berisi melainkan kebohongan dan kedustaan, sampai-sampai betapa hati ini ingin sekali berkata kepada penulis makalah tersebut, ”Alangkah beraninya anda berdusta! Tidakkah anda takut siksa?!”

Sungguh banyak sekali kebohongan yang kudapati([1]), namun yang menarik perhatian kita untuk menjadi topik bahasan rubrik hadits adalah ucapannya yang berkaitan tentang “hadits” sebagai berikut:

”Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih Bukhari & Muslim dan lainnya”. Di antaranya:

الْفِتْنَةُ مِنْ هَا هُنَا الْفِتْنَةُ مِنْ هَا هُنَا وَأَشَارَ إِلَى الْمَشْرِقِ

Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana, sambil menunjuk ke arah timur (Nejed). HR. Muslim dalam Kitabul Fitan

يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ الْمَشْرِقِ يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ لاَ يَعُوْدُوْنَ فِيْهِ حَتَّى يَعُوْدَ السَّهْمُ إِلَى فَوْقِهِ سِيْمَاهُمْ التَّحْلِيْقُ. رواه البخاري

Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak anah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ke tempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur. HR. Bukhari no 7123, Juz 6 hal 20748. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud dan Ibnu Hibban.

Nabi SAW pernah berdoa

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا

Ya Alloh, berikanlah kami berkah dalam negara Syam dan Yaman.

Para sahabat bertanya: Dan dari Nejed wahai Rasulullah, beliau berdoa: Ya Alloh, berikanlah kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda:

هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ وَفِيْ رِوَايَةٍ قَرْنَا الشَّيْطَانِ

Di sana (Nejed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk Syetan. Dalam riwayat lain: Dua tanduk Syetan.


Bani Hanifah adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Su’ud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid Alwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahhab…”.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya seperti yang dikatakan oleh Sayyid Abdur Rahman al-Ahdal: “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahhab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian”.

Al Allamah Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah Al-Haddad menyebutkan dalam kitabnya “Jala’udz Dzolam” sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW:

سَيَخْرُجُ فِيْ ثَانِيْ عَشَرَ قَرْنًا فِيْ وَادِيْ بَنِيْ حَنِيْفَةَ رَجُلٌ كَهَيْئَةِ الثَّوْرِ لاَيَزَالُُ يَلْعَقُ بَرَاطِمَهُ يَكْثُرُ فِيْ زَمَانِهِ الْهَرَجُ وَالْمَرَجُ يَسْتَحِلُّوْنَ أَمْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَيَتَّخِذُوْنَهَا بَيْنَهُمْ مَتْجَرًا وَيَسْتَحِلُّوْنَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ

Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah Bani Hanifah seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin”. Al-Hadits.

INILAH JAWABANNYA

Demikianlah teks ucapannya sebagaimana termuat dalam Majalah ”Cahaya Nabawiy” Edisi 33 Th. III Sya’ban 1426 H (September 2005 M) hal. 15-17 tanpa saya kurangi atau tambahi (adapun penulisan cetak tebal dalam beberapa kata atau kalimat adalah dari admin blog). Ucapan di atas mendorong penulis menanggapinya dalam tiga point pembahasan:

I. Pertama: Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab Adalah Fitnah Nejed?([2])

Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara Masun Said Alwy di atas bukanlah hal baru melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, semisal al-Haddad dalam Mishbahul Anam hal. 5-7, al-A’jili dalam Kasyful Irtiyab hal. 120, Ahmad Zaini Dahlan dalam Durarus Saniyyah fir Raddi ‘alal Wahhabiyyah hal. 54([3]), Muhammad Hasan al-Musawi dalam al-Barahin al-Jaliyyah hal. 71, an-Nabhani dalam ar-Raiyah ash-Sughra hal. 27, dan lain-lain dari orang-orang yang hatinya disesatkan Alloh. Semuanya berkoar bahwa maksud ”Nejed” dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz (Saudi Arabia sekarang) dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!

Kebohongan ini sangat jelas bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi:

A. Hadits itu saling menafsirkan

Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi baginya penafsiran makna Nejed yang benar dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan Imam Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir 12/384 no.13422 dari jalur Ismail bin Mas’ud: Menceritakan kami Ubaidullah bin Abdullah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari Ibnu Umar – dengan lafazh:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ يَمَنِنَا. فَقَالَهَا مِرَارًا, فَلَمَّا كَانَ فِيْ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ, قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا؟ قَالَ: إِنَّ بِهَا الزَّلاَزِلَ وَالْفِتَنَ وَبِهَا يَطْلَعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

Wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami, wahai Alloh berkahi kami dalam Yaman kami. Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata, ”Wahai Rasulullah! Dalam Iraq kami?” Beliau menjawab, ”Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”

* Sanad hadits ini bagus. Ubaidullah seorang yang dikenal haditsnya, sebagaimana kata Imam Bukhari dalam Tarikh al-Kabir 5/388/1247. Ibnu Abi Hatim berkata dalam al-Jarh wat Ta’dil 5/322 dari ayahnya, ”Shalih (bagus) haditsnya.”

* Dan dikuatkan dalam riwayat Ya’qub al-Fasawi dalam al-Ma’rifah 2/746-748, al-Mukhallish dalam al-Fawa’id al-Muntaqah 7/2-3, al-Jurjani dalam al-Fawa’id 2/164, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 6/133, dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimsyaq 1/120 dari jalur Taubah al-‘Anbari dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya dengan lafazh:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ مَكَّتِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ مَدِيْنَتِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ شَامِنَا, اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ صَاعِنَا وَبَارِكْ لَنَا فِيْ مُدِّنَا. فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَفِيْ عِرَاقِنَا, فَأَعْرَضَ عَنْهُ, فَرَدَّدَهَا ثَلاَثًا, كُلُّ ذَلِكَ يَقُوْلُ الرَّجُلُ: وَفِيْ عِرَاقِنَا, فَيُعْرِضُ عَنْهُ, فَقَالَ: بِهَا الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

Wahai Alloh berkahilah kami dalam Makkah kami, wahai Alloh berkahilah kami dalam Madinah kami, wahai Alloh berkahilah kami dalam Syam kami. Wahai Alloh, berkahilah kami dalam sha’ kami dan berkahilah kami dalam mudd kami. Seorang bertanya, ”Wahai Rasulullah! Dalam Iraq kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya dan mengulangi tiga kali. Namun tetap saja orang tersebut mengatakan, ”Dalam Iraq kami.” Nabi pun berpaling darinya seraya bersabda, ”Di sanalah kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.” (Sanad hadits ini shahih, sesuai syarat Bukhari-Muslim)

* Imam Muslim dalam Shahihnya 2905 meriwayatkan dari Ibnu Fudhail dari ayahnya, dia berkata, ”Saya mendengar ayahku Salim bin Abdullah bin Umar berkata:

يَا أَهْلَ الْعِرَاقِ! مَا أَسْأَلَكُمْ عَنِ الصَّغِيْرَةِ وَأَرْكَبَكُمْ عَنِ الْكَبِيْرَةِ, سَمِعْتُ أَبِيْ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ يَقُوْلُ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ n يَقُوْلُ : إِنَّ الْفِتْنَةَ تَجِيْئُ مِنْ هَا هُنَا وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ, مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

Wahai penduduk Iraq! Alangkah seringnya kalian bertanya tentang masalah-masalah sepele dan alangkah beraninya kalian menerjang dosa besar! Saya mendengar ayahku Abdullah bin Umar mengatakan, ”Saya mendengar Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, ’Sesungguhnya fitnah datangnya dari arah sini –beliau sambil mengarahkan tangannya ke arah timur–, dari situlah muncul tanduk setan….’”

Riwayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa maksud ”arah timur” adalah Iraq sebagaimana dipahami oleh Salim bin Abdullah bin Umar.

* Al-Khaththabi berkata dalam I’lam Sunan 2/1274, ”Nejed: arah timur. Bagi penduduk kota Madinah, nejednya adalah Iraq dan sekitarnya. Asli makna ’Nejed’ adalah setiap tanah yang tinggi, lawan kata dari ’Ghaur’ yaitu setiap tanah yang rendah seperti Tihamah (sebuah kota di Makkah–pen) dan Makkah. Fitnah itu muncul dari arah timur dan dari arah itu pula keluar Ya’juj dan Ma’juj serta Dajjal sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits.”

* Demikian pula dijelaskan oleh para ulama lainnya seperti:

1. al-‘Aini dalam Umdatul Qari 24/200,
2. al-Kirmani dalam Syarh Shahih Bukhari 24/168,
3. al-Qashthalani dalam Irsyad Sari 10/181,
4. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/47,
5. dan sebagainya.

Hal ini dapat kita temukan juga dalam kitab-kitab kamus bahasa Arab seperti al-Qamus al-Muhith oleh ar-Razi dan Lisanul Arab oleh Ibnu Manzhur, dan dalam kitab-kitab gharib hadits seperti an-Nihayah fi Gharib Hadits oleh Ibnu Atsir.

Dengan sedikit keterangan di atas, jelaslah bagi orang yang memiliki pandangan, bahwa maksud ”Nejed” dalam riwayat hadits di atas bukanlah nama negeri tertentu, tetapi untuk setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya. Dengan demikian maka Nejed yang dikenal oleh dunia Arab banyak sekali jumlahnya. (lihat Mu’jam al-Buldan 5/265, Taj al-Arus 2/509, Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Hadits 8/339)

* Jadi, Nejed yang merupakan tempat munculnya tanduk setan dan sumber kerusakan (fitnah) adalah arah Iraq. Karena itulah timur kota Madinah Nabawiyah. Maka seluruh riwayat dan lafazh hadits ini kalau digabungkan, ternyata saling menafsirkan antara satu dengan lainnya, sebagaimana hal ini juga dikuatkan oleh penafsiran para ulama –yang terdepan adalah Salim, anak Ibnu Umar-radhiyallahu a’nhu- dan para pakar ahli bahasa.

.

(2) Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi n/ di atas. Benarlah, Iraq adalah sumber fitnah([4]), baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Seperti:

1. Keluarnya Ya’juj dan Ma’juj,
2. Perang Jamal,
3. Perang Shifin,
4. Fitnah Karbala’,
5. Tragedi Tatar.
6. Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti

* Khawarij yang muncul di kota Harura’ –kota dekat Kufah–,
* Rafidhah (Syi’ah) –hingga kini masih kuat–,
* Mu’tazilah,
* Jahmiyah, dan
* Qadariyah.

Awal kemunculan mereka di Iraq, sebagaimana dalam hadits pertama Shahih Muslim.


Dan kenyataan yang kita saksikan dengan mata kepala pada saat ini, keamanan di Iraq terasa begitu mahal. Banyak peperangan dan pertumpahan darah, serta andil (campur tangan) orang-orang kafir dalam menguasai Iraq. Kita berdo’a kepada Alloh agar memperbaiki keadaan di Iraq, menetapkan langkah para mujahidin di Iraq dan menyatukan barisan mereka. Amiin.

* Ibnu Abdil Barr berkata dalam al-Istidzkar (27/248), ”Rasulullah mengkhabarkan datangnya fitnah dari arah timur, dan memang benar secara nyata bahwa kebanyakan fitnah muncul dari timur dan terjadi di sana. Seperti perang Jamal, perang Shifin, terbunuhnya al-Husain, dan lain sebagainya dari fitnah yang terjadi di Iraq dan Khurasan semenjak dahulu hingga sekarang. Akan sangat panjang kalau mau diuraikan. Memang, fitnah terjadi di setiap penjuru kota Islam, namun terjadinya dari arah timur jauh lebih banyak.”

* Syaikh Abdur Rahman bin Hasan berkata dalam Majmu’atur Rasa’il wal Masa’il (4/264-265), ”Telah terjadi di Iraq beberapa fitnah dan tragedi mengerikan yang tidak pernah terjadi di Nejed Hijaz. Hal itu diketahui oleh seorang yang menelaah sejarah, seperti keluarnya Khawarij, pembunuhan al-Husain, fitnah Ibnu Asy’ats, fitnah Mukhtar yang mengaku sebagi nabi … dan apa yang terjadi pada masa pemerintahan Hajjaj berupa pertumpahan darah, sangat panjang kalau mau diuaraikan.”

* Syaikh Mahmud Syukri al-Alusi al-Iraqi berkata dalam Ghayatul Amani (2/180), ”Tidak aneh, Iraq memang pusat fitnah dan musibah. Penduduk Islam di sana selalu dihantam fitnah satu demi satu. Tidak samar lagi bagi kita, fitnah ahli Harura’ (kelompok Khawarij–pen) yang mencemarkan Islam. Fitnah Jahmiyah yang banyak dikafirkan oleh mayoritas ulama salaf juga muncul dan berkembang di Iraq. Fitnah Mu’tazilah dan ucapan mereka terhadap Hasan al-Bashri serta lima pokok ajaran mereka yang berseberangan dengan paham Ahli Sunnah begitu masyhur. Fitnah ahli bid’ah kaum sufi yang menggugurkan beban perintah dan larangan yang berkembang di Bashrah. Dan fitnah kaum Rafidhah dan Syi’ah serta perbuatan ghuluw (berlebihan) mereka terhadap ahli bait, ucapan kotor terhadap Ali bin Abu Thalib-radhiyallahu a’nhu- serta celaan terhadap pembesar para sahabat, merupakan hal yang sangat masyhur juga.”

.

(3) Anggaplah bahwa ”Nejed” yang dimaksud hadits di atas adalah Nejed Hijaz, tetap saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits tersebut hanya mengkhabarkan terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak menvonis perorangan seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya suatu fitnah di suatu tempat, tidaklah mengharuskan tercelanya setiap orang yang bertempat tinggal di tempat tersebut.

* Bukankah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga mengkhabarkan akan terjadi fitnah di kota Madinah Nabawiyah?! Seandainya terjadinya fitnah di suatu tempat pasti mengakibatkan setiap penduduknya tercela, maka itu artinya seluruh penduduk Madinah tercela, padahal tak seorangpun mengatakan hal ini. Bahkan tidak ada suatu tempat pun di dunia ini –baik telah terjadi maupun belum– kecuali akan terjadi fitnah di dalamnya. Lantas akankah seseorang berani mencela seluruh kaum muslimin seantero dunia?! Jadi, timbangan celaan seorang bukanlah karena dia lahir di tempat ini atau itu. Tetapi timbangannya adalah kalau dia sebagai pencetus fitnah berupa kekufuran, kesyirikan, dan kebid’ahan. (Shiyanatul Insan ‘an Waswasah Syaikh Dahlan hal. 498-500 oleh Syaikh Muhammad Basyir al-Hindi)

* Syaikh Abdur Rahman bin Hasan mengatakan, ”Bagaimanapun juga, celaan itu silih berganti waktu tergantung kepada penduduknya, sekalipun memang tempat itu bertingkat-tingkat keutamaannya. Tempat maksiat pada suatu waktu bisa saja akan menjadi tempat ketaatan di waktu lain, demikian pula sebaliknya.

* Seandainya Nejed tercela karena Musailamah (al-Kadzdzab) setelah kemusnahannya bersama para pengikutnya, niscaya Yaman juga tercela karena Aswad al-Ansiy yang mengaku nabi….

* Kota Madinah tidaklah tercela karena kaum Yahudi tinggal di sana dan kota Makkah tidaklah tercela disebabkan penduduknya dahulu mendustakan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan memusuhi dakwahnya.” (Majmu’atur Rasa’il wal Masa’il 4/265).

Syaikh Abdul Lathif bin Abdur Rahman bin Hasan berkata dalam Minhaj Ta’sis wa Taqdis hal. 92,

”Timbangan keutamaan itu tergantung pada penduduknya, berbeda dan berpindah bersama ilmu dan agama. Kota dan desa yang paling utama di setiap waktu adalah yang paling banyak ilmu dan sunnahnya, dan sejelek-jelek kota adalah yang paling sedikit ilmu, paling banyak kejahilan, kebid’ahan, dan kesyirikan, paling lemah dalam menjalankan sunnah dan jejak salafush shalih. Jadi, keutamaan kota itu tergantung kepada penduduk dan orangnya.”

Sebagai kesimpulan, penulis ingin menurunkan ucapan berharga dari penjelasan ahli hadits abad ini, Muhammad Nashiruddin al-Albani yang telah menepis salah paham hadits ini dalam berbagai kesempatan. Beliau berkata setelah takhrij hadits yang panjang,

”Sengaja saya memperluas keterangan takhrij hadits shahih ini serta menyebutkan jalur dan lafazh-lafazhnya, karena sebagian ahli bid’ah yang memerangi sunnah dan menyimpang dari tauhid telah mencela Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, pembaharu dakwah tauhid di jazirah Arab, dan mereka mengarahkan hadits ini pada beliau, dengan alasan karena beliau berasal dari Nejed yang populer saat ini.

Mereka tidak tahu atau memang pura-pura tidak tahu bahwa hal itu bukanlah yang dimaksud oleh hadits ini, namun yang dimaksud adalah Iraq sebagaimana dijelaskan oleh kebanyakan jalur hadits ini. Demikianlah yang ditegaskan oleh para ulama semenjak dahulu seperti Imam Khaththabi, Ibnu Hajar al-Asqalani, dan sebagainya.

Mereka tidak tahu juga bahwa orang yang berasal dari negeri tercela tidaklah otomatis dia tercela kalau memang dia orang yang shalih. Demikian pula sebaliknya, betapa banyak orang fajir dan fasik di Makkah, Madinah, dan Syam. Dan betapa banyak orang alim dan shalih di Iraq([5])? Alangkah bagusnya ucapan Salman al-Farisi kepada Abu Darda’ tatkala mengajak dirinya hijrah dari Iraq ke Syam, ”Amma ba’du, sesungguhnya negeri yang mulia tidaklah membuat seorang pun menjadi mulia, namun yang membuat mulia ialah amal perbuatannya.”

(Silsilah Ahadits Shahihah 5/305)

Beliau juga berkata,

”Jalur-jalur hadits ini menguatkan bahwa arah yang diisyaratkan oleh Nabi adalah arah timur, yang tepatnya adalah Iraq, sebagaimana anda lihat secara jelas dalam sebagian riwayat. Hadits ini merupakan tanda diantara tanda-tanda kenabian, sebab awal fitnah adalah dari arah timur, yang merupakan penyebab perpecahan di tengah kaum muslimin, demikian pula bid’ah-bid’ah muncul dari arah yang sama, seperti bid’ah Syi’ah, Khawarij, dan sebagainya. Imam Bukhari 7/77 dan Ahmad 2/85, 153 meriwayatkan dari Ibnu Abi Nu’min, bahwasanya dia menyaksikan Ibnu Umar -radhiyallahu a’nhu- ketika ditanya oleh seorang dari Iraq tentang hukum membunuh lalat bagi muhrim (orang yang sedang ihram). Maka berkata Ibnu Umar,

’Wahai penduduk Iraq! Kalian bertanya kepadaku tentang orang muhrim membunuh lalat, padahal kalian telah membunuh anak putri-Rasulullah, sedangkan beliau (Nabi) sendiri bersabda: Keduanya (al-Hasan dan al-Husain) adalah kesayanganku di dunia.’”

(Silsilah Ahadits Shahihah 5/655-656)

Beliau juga berkata,

”Apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah terbukti. Sebab kebanyakan fitnah besar munculnya dari Iraq, seperti peperangan antara Ali dan Mu’awiyah, antara Ali dan Khawarij, antara Ali dan Aisyah, dan sebagainya yang disebutkan dalam kitab-kitab sejarah. Dengan demikian, hadits ini merupakan salah satu mu’jizat dan tanda-tanda kenabiannya.”

(Takhrij Ahadits Fadha’il Syam wa Dimsyaq, hal. 26-27)

.

II. Kedua: Muhammad bin Abdul Wahhab dan cukur rambut([6])

Adapun tudingan saudara Masun Said Alwy bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya dan ini termasuk dalam hadits Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, ”Tanda mereka adalah cukur rambut.”

* Kebohongan ini pun bukanlah hal yang baru. Ini hanya daur ulang dari para pembohong sebelumnya seperti:

1. Jamil az-Zuhawi al-Iraqi dalam al-Fajr ash-Shadiq dan
2. Ahmad Zaini Dahlan dalam Durarus Saniyyah,
3. dan lain-lain.

Tuduhan ini sangat mentah. Tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada beberapa point untuk mendustakan tuduhan ini:

(1) Mereka mendustakan tuduhan bohong ini

* Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya, ”Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan kebohongan kepada kami. Seorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini. Karena kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama yang maklum bi dharurah (diketahui oleh semua). Macam-macam kekufuran, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kamipun tidak berpendapat bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam bila ditinggalkan.” (Durarus Saniyyah 10/275-276, cet. kelima)

* Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata, ”Ini termasuk kebohongan, kedustaan, kezhaliman, dan penganiayaan.” (adh-Dhiya’ asy-Syariq hal. 119)

* Syaikh Muhammad Basyir al-Hindi berkata juga, ”Ini adalah kedustaan yang sangat jelas dan kebohongan yang sangat keji.” (Shiyanatul Insan ‘an Waswasah Syaikh Dahlan hal. 560)

(2) Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang mencukur rambut

* Merupakan bukti yang menguatkan kebohongan tuduhan ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menjelaskan pendapatnya dalam masalah mencukur rambut atau memeliharanya, yang menyelisihi tuduhan musuh-musuhnya. Beliau berkata, ”Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang yang memelihara rambutnya? Dia menjawab, ’Sunnah yang bagus, seandainya kami mampu maka kami akan melakukannya. Rambut Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai ke bahunya.’ Dan disunnahkan sifat rambut seorang seperti sifat rambut Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kalau panjang maka sampai ke bahu, kalau pendek maka sampai ke daun telinga.”

* Beliau juga berkata, ”Dibencikah mencukur rambut kepala pada selain haji dan umrah? Ada dua riwayat; Pertama: Dibenci, berdasarkan sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, ’Tanda mereka adalah bercukur.’ Kedua: Tidak dibenci, berdasarkan larangannya tentang qaza’ (mencukur sebagian rambut dan membiarkan sebagian lainnya), ’Cukurlah semua atau biarkan semua.’ (HR. Abu Dawud). Ibnu Abdil Barr berkata, ’Para ulama di setiap tempat bersepakat bolehnya bercukur.’ Cukuplah ini sebagai hujjah.” (Mukhtashar al-Inshaf wa Syarh al-Kabir, kumpulan karya Syaikh Ibnu Abdil Wahhab 1/28, cet. Jami’ah Imam)

(3) Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang Khawarij

* Bagaimana mungkin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dikategorikan termasuk hadits yang disinyalir Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, padahal beliau sendiri berlepas diri dari Khawarij. Perhatikan ucapannya, ”Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang ciri-ciri khawarij, kejelekan mereka serta anjuran memerangi mereka.” (Mukhtashar Sirah Rasul hal. 498)

(4) Ibadah dengan mencukur gundul merupakan syi’ar Khawarij

* Adapun ucapan saudara ”Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya”, ini merupakan kesalahan dan kejahilan. Sebab ibadah dengan cukur gundul ini adalah syi’ar aliran sesat Khawarij dan diikuti sebagian sufi.

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata dalam Fatawanya (hal. 347): ”Alasan para ulama membenci cukur rambut dan menganggapnya menyelisihi sunnah karena hal itu adalah syi’ar Khawarij dahulu.” (lihat pula Aridhatul Ahwadzi 7/256 oleh Ibnul Arabi dan Fathul Bari 13/669 oleh Ibnu Hajar)

* Dan (syi’ar) ini juga diikuti oleh sebagian kelompok sufi, sebagaimana dijelaskan oleh:

1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam: al-Istiqamah 1/256
2. dan muridnya, Ibnul Qayyim, dalam Ahkam Ahli Dzimmah2/749.

Maka ucapan “Hal ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya” adalah kejahilan dan kesalahan.

.

III. Ketiga: Berdusta atas nama hadits([7])

Adapun hadits yang dinukil oleh saudara Masun Said Alwy dari kitab “Jala’udz Dzolam fir Raddi ‘ala Najdi Al-Ladzi Adholla Awam” oleh Sayyid Alwy al-Haddad dari Abbas bin Abdul Muthallib, maka ini adalah kebodohan di atas kebodohan. Sebab hadits ini tidak ada asal usulnya sama sekali dalam kitab-kitab hadits, tetapi tetap dijadikan argumen untuk mendukung hawa nafsunya.

* Anda jangan tertipu dengan ucapan di akhirnya: “Al-Hadits”!!

Seandainya itu diriwayatkan oleh ahli hadits, maka mengapa tidak dia sebutkan?! Apa beratnya? Lebih terkejut lagi, kalau anda tahu bahwa ucapan “Al-Hadits” ini sebenarnya bukan dari kitab aslinya, melainkan hanyalah ucapan Masun Said Alwy.

* Seharusnya saudara Masun Said Alwy menukil takhrij lucu dari kitab aslinya. Si pengarang kitab tersebut mengatakan, ”Hadits ini memiliki syawahid (penguat-penguat) yang mendukung maknanya, sekalipun tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya.” !!

* Kalau memang tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya, mengapa dia berdalil dengannya?! Jadi, hadits ini hanyalah buatan orang tersebut dan yang semodel dengannya. Dia berdusta atas nama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- secara terang-terangan di depan makhluk. Aduhai, alangkah rusaknya hati yang berani berbuat demikian, dan alangkah buruknya hati yang mencintai orang-orang model mereka! Mereka berdusta atas nama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mengaku cinta Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Mungkinkah dua hal ini dapat bersatu di hati seseorang?! Sekali-kali tidak, kecuali di hati seorang ahli bid’ah dan pendusta.

* Sungguh lucu ucapannya “Tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya”. Seandainya dia menyandarkannya kepada kitab yang tidak ada wujudnya, niscaya akan lebih laris kebohongannya di tengah-tengah orang-orang jahil, bukan bagi para ulama yang mengetahui cahaya ucapan Nabi.

Kami harap anda jangan heran, karena berdusta dan menyebarkan hadits-hadits dusta adalah kebiasaan setiap penggemar bid’ah.

.

PENUTUP & NASIHAT

Usai kita menanggapi tiga permasalahan di atas, penulis merasa perlu menyodorkan nasihat bagi kita semua dan secara khusus kepada saudara Masun Said Alwy, penulis artikel ”Membongkar Kedok Wahabi”:

(1) Hendaknya kita mempelajari makna hadits dengan bantuan kitab-kitab syarah (penjelasan) para ulama agar tidak ngawur menafsirkannya.

* Alangkah indahnya ucapan Sufyan bin ‘Uyainah:

يَا أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ تَعَلَّمُوْا مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ فَإِنِّيْ تَعَلَّمْتُ مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً

Wahai penuntut ilmu hadits! Pelajarilah makna hadits, sesungguhnya saya mempelajari makna hadits selama tiga puluh tahun.

(2) Hendaknya kita lebih selektif dan kritis dalam menerima berita, sebagaimana yang diperintahkan Alloh dalam kitab-Nya (yang artinya):

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti. (QS. al-Hujurat: 6)

* Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata, ”Sesungguhnya telah sampai kepada para ulama India dan Yaman berita-berita tentang Syaikh Ibnu Abdil Wahhab. Lalu mereka membahas, memeriksa, dan meneliti sebagaimana perintah Alloh, hingga jelaslah bagi mereka bahwa para pencelanya adalah pembohong yang tidak amanah.” (Muqaddimah Syiyanatul Insan hal. 29-30)

* Maka kepada para pendengki dakwah ini, bersikap adillah kalian dan periksalah berita yang sampai kepada kalian, niscaya kalian akan segera sadar bahwa kalian dibutakan dengan kedustaan dan tuduhan!

(3) Seringkali kami menasehatkan kepada saudara-saudara kami agar waspada dalam menyampaikan hadits lemah dan palsu, apalagi dusta yang tidak ada asal usulnya. Ditambah lagi, apabila hal itu untuk mendukung selera hawa nafsu. Semua itu dosa yang sangat berbahaya, karena termasuk dusta atas nama Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

* Sebagaimana kami nasehatkan juga agar kita selektif dalam menyebutkan hadits, yaitu hendaknya disertai riwayatnya, jangan hanya sekedar menyebutkan “al-Hadits” begitu saja.

Akhirnya kita memohon kepada Alloh hidayah dan taufiq, sesungguhnya Dia Maha Pemurah.

Minggu, 29 November 2009

Menyegerakan Kebaikan

Kawan, ada sebuah kisah sederhana dari seorang sahabat
dalam bagian kehidupannya. Barangkali di antara kita pun pernah
mengalaminya. Pengalamannya mengisahkan betapa
kebaikan yang seharusnya kita menjadi pelaku kebaikan, akhirnya
hilang karena ego yang memenjarakan hati. Semuanya berujung pada
penyesalan.

“Hari itu ada dua kebaikan yang luput, bahkan sengaja
terlewatkan olehku. Kedua-duanya “diambil” orang lain. Yang
pertama, ketika ada seorang ibu yang naik bisa sama denganku.
Usianya sekitar 45 tahun lebih. Perawakannya masih segar dan sehat.
Di dalam bis yang berdesak-desakan, ia berdiri di antara penumpang
yang lain tepat membelakangiku yang telah duduk lebih dulu. Ada
keinginan untuk memberikan bangku yang kududuki, tapi kemudian
otakku pun berpikir, “Ah, ibu itu masih cukup kuat untuk berdiri.”
Sesaat kemudian, seorang wanita muda bangkit berdiri dan
memberikan kursinya untuk diduduki ibu tersebut. Sejurus
kemudian timbul rasa iri dan penyesalan, “Kenapa bukan aku yang
melakukannya?”

Jangan berpikir panjang untuk mengerjakan kebaikan. Berbuatlah
yang kita mampu, semampu diri kita. Jangan biarkan penyesalan
menyesaki hati dan pahala kebaikan direbut orang lain.
Sahabat, lintasan pengalaman dan sejarah telah membentang
dengan memberikan banyak sinyal dan pesan kepada kita bahwa
menyegerakan kebaikan takkan sia –sia. Sebaliknya, ia akan
mendatangkan kebahagian. Wallahu’alam bi shawab

Oleh: Muhammad Isnaini
(Direktur Eksekutif BMH Pusat)

Sempurna Rasa

Assalamu'alaikum wr wb.

Sahabatku...
Siapa yg tidak mau bahagia? Kita semua ingin kebahagiaan. Dan anggapan letak kebahagiaan pun beragam. Umumnya adalah di ukur dgn harta, pangkat, jabatan dan kemewahan.

Sahabat..
Bahagia tidak bisa di ukur dgn harta maupun pangkat atau jabatan yg kita sandang maupun kemewahan yg kita nikmati. Justru karena kekayaanlah yg sering menjauhkan bahagia pada manusia. Sudah menjadi kodrat manusia jika selalu merasa kurang. Begitupun urusan harta, pangkat atau nikmat dunia lainya. Seringkali apa yg kita punyai menjadikan hati kita tidak tenang. Takut kehilangan.

Sahabat..
Ketenangan jiwa itulah kunci pembukanya. Sebab di hati yg tenanglah letak kebahagiaan yg hakiki.

"Kaya yang sebenarnya adalah ketenangan jiwa".

Ketenangan jiwa adalah suatu anugerah Allah swt yg sangat berharga. Banyak manusia yg merindukanya, namun sedikit sekali yg dapat memperolehnya. Hal ini disebabkan bnyak manusia lupa pada penciptanya, lupa pada Dzat yg memberi kebahagiaan.

Sahabat..
Dalam mencari kebahagiaan manusiapun beragam dalam prosesnya.
Mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit, bagi mereka yg terlalu bernafsu. Namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yg mereka cari.

Sahabat...
Kita mungkin dapt mencarinya dgn menerjang kesana kemari, menabrak sana sini, atau mungkin menerobos sana sini untk mendapatkanya. Kita dapat saja mengejarnya dg berlari kencang, keseluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya dgn bernafsu, seperti menangkap buruan yg kita dapat kita santap stelah mendapatkanya.

Sahabat...
Kebahagiaan tidak bisa di dapat dg cara seperti itu. Bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yg dapat disimpan. Bahagia layaknya udara dan kebahagiaan adalah aroma dari udara tsb. Bahagia itu ada di dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pergi pula kebahagiaan itu dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin jauh pula itu dari jangkauan.

Sahabat...
Cobalah temukan kebahagiaan itu didalam hati. Biarkanlah rasa itu menetap, dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu di setiap langkah yg kita lakukan. Dalam bekerja, dlam belajar, dan dalam menjalani hidup. Dalam sedih maupun gmbira. Temukanlah bahagia itu perlahan, dgn tenang, dn dgn ketulusan hati.

Sahabat...
Tangkaplah kupu2 itu scara perlahan, lihatlah kepakan sayapnya yg memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yg mengayun perlahan, layaknya kebahagian yg hadir dalam hati kita. Warnanya yg begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka atau kita yg mampu menyelaminya.

Sahabat...
Bahagia itu ada dimana tempat kita berada, rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan mungkin, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah memperdulikanya. Mungkin juga, bahagia itu berterbangan disekeliling kita, namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya..

Sahabat..
Telusuri rasa itu dalam kalbu kita. Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, terkadang tanpa kita sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri..
Marilah kita berusaha dan berdoa agar hati selalu diberi ketenangan oleh-Nya. Dia lah yg telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang2 mu'min. Allahu Yaa Rabb..

Mohon maaf jika ada kekhilafan. Dan saya ucapkan terima kasih untuk sahabat2 yg baru bergabung..

Akhir kata..
Wassalamu'alaikum Wr Wb.

NIKAH DINI, WHY NOT ?

Nikah dini adalah kata-kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan nikah dini, akhir-akhir ini sering dianggap sebagai momok bagi remaja. Hampir semua media dan masyarakat terlalu membesar-besarkan segi negatif dari pernikahan dini. Semuanya hanya menggambarkan betapa susah dan jeleknya ide untuk menikah muda. Padahal jika dikaji secara mendetail, nikah dini adalah solusi terbaik bagi remaja yang takut terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan.


Memang banyak kendala ketika seseorang mengambil keputusan untuk menikah di usia muda tersebut. Seperti larangan orang tua, kedewasaan, ekonomi yang belum memadai, pemikiran-pemikiran seperti apa kata orang nanti, bagaimana seandainya orang-orang menganggap mereka menikah karena MBA (married by accident), ataupun kematangan psikologis yang sering dijadikan alasan utama untuk menolaknya. Namun semuanya itu bukanlah masalah yang tidak bisa dikomunikasikan atau diatasi.

Sebagian orang masih menganggap pasangan yang menikah dini akan sangat mudah untuk bercerai. Mungkin salah satunya karena tidak adanya kecocokan yang ditimbulkan oleh pernikahan dini tersebut, serta belum adanya kematangan dalam berfikir. Tetapi, jika seseorang sudah mempunyai keinginan untuk menikah, dewasa, meskipun usianya belum cukup matang, why not? Karena usia tidak bisa mengindikasikan tingkat kedewasaan dan tanggung jawab seseorang. Contohnya banyak yang sudah hampir jadi sarjana usia sudah menginjak 25 tahun, tetapi pola pikirnya masih sama dengan anak SMA. Variabel pengaruh seolah-olah hanya terletak pada usia, harus segera dihilangkan. Membicarakan soal cerai tidaknya, semua orang yang menikah juga akan ada kemungkinan akan bercerai. Tidak peduli dia nikah umur 17 tahun, 30 tahun atau bahkan 50 tahun. Karena kalau masalah cocok tidaknya semua orang juga semua orang juga berbeda, hanya bagaimana cara mengatasi perbedaan dan menikmati persamaan, itu yang paling penting.

Dalam konteks agama Islam, sebenarnya tidak pernah melarang seseorang untuk menikah dini. Apabila mereka telah dewasa dan bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri, bukankah pacaran adalah perbuatan yang mendekati zina? Terus alasan untuk memilih menikah merupakan solusi yang tepat bukan? Lagi pula alasan menikah juga karena agama. Maka kita juga banyak menjumpai hadits-hadits yang menjamin kepada kita yang ingin menikah demi menjaga kehormatan dan kesuciannya seperti berikut ini.

Dari Abu Hurairah R.A Rasulullah bersabda “Tiga orang yang akan selalu diberikan pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah SWT, seorang penulis yang selalu memberi penawar dan seorang menikah untuk menjaga kehormatannya.” (HR. Thabrani)

Jadi, apa yang menghalangi kita untuk menikah? Kenapa kita merasa berat untuk meminang seorang akhwat secara baik-baik dengan mendatangi keluarganya? Apa yang menyebabkan sebagian dari kita merasa terhalang langkahnya untuk mempersuntingkan seorang gadis muslimah yang baik-baik sebagai istri, sementara keinginan ke arah sana sering kali sudah terlontarkan. Sementara kekhawatiran jatuh kepada maksiat sudah mulai menguat. Dan ketika maksiat-maksiat kecil (atau yang kita anggap kecil) sempat berlangsung, ada kecemasan kalau-kalau keterlambatan menikah membuat kita jatuh pada maksiat yang lebih besar.

Mungkin diantara kita ada yang masih teringat dengan syair karya Al-Bushiry. Di dalamnya ada beberapa sindiran mengenai hal itu.

Siapakah itu?/Yang sanggup kendalikan hawa nafsu / Seperti kuda liar / Yang dikekang temali kuat?/ Jangan kau berangan /Dengan maksiat nafsu dikalahkan/ Maksiat itu makanan/Yang bikin nafsu buas dan kejam

Maka tak semua dapat menahan pikiran-pikiran dan angan-angannya. Islam memandang pernikahan sebagai kemuliaan yang sangat tinggi derajatnya, Islam juga menganjurkan umatnya untuk menikah. Demikian tingginya pernikahan dalam Islam sehingga menikah merupakan jalan penyempurnaan separuh agama. Seseorang yang menikah berarti telah menyelamatkan setengah dari agama, bahkan bagi seorang remaja, menikah berarti menyelamatkan dua pertiga dari agama. Karena, sedikit tidaknya akan mengurangi jumlah orang-orang melakukan perbuatan yang dimurkai oleh Allah SWT.

Terkadang, alasan psikologis dan medis sering digunakan meskipun tidak sungguh-sungguh memiliki pijakan ilmiah. Sehingga para gadis-gadis dan pemuda berada dalam situasi ketakutan ketika akan melangkah ke pernikahan yang tergolong dini, tanpa tahu menghadapinya. Seiring munculnya penjelasan-penjelasan yang tidak bersumber pada remaja tentang sisi negatif pernikahan dini, sehingga mengakibatkan rasa takut bahwa menikah muda hanya dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki intelektualitas tinggi. Menikah muda adalah tindakan orang yang berpendidikan rendah, sehingga mereka tidak memiliki kesiapan untuk menjadi istri dan ibu.

Sebenarnya ada yang perlu kita cermati dengan kecerdasan yang tinggi. Ada yang perlu kita urai dan pikirkan disini. Bahwa suatu pernikahan bukan untuk mengekang kreatifitas seorang untuk berkarir, bukan untuk menekan salah satu pihak dan berusaha menyikapi arti sebenarnya pernikahan lebih pada kewajiban setiap muslim. Di balik itu, peran orang tua sangatlah penting untuk menyikapi keinginan sang anak untuk memilih menikah di usia muda. Karena jika anak telah meminta untuk menikah, namun orang tua tidak menyetujuinya, anak tersebut melakukan perbuatan dosa. Maka dosa tersebut akan ditanggung juga oleh orang tuanya. Tentu kita tidak menginginkan hal itu bukan?

Jika faktor ekonomi yang dipermasalahkan oleh orang tua kepada anak-anak mereka yang ingin menikah dini, maka ini merupakan suatu pemikiran yang sangat picik, karena rejeki itu kan urusan Allah. Yang penting si anak mempunyai keinginan dan berupaya menafkahi keluarganya dengan jalan yang diridhai oleh Allah. Bagaimana hidup mereka nanti siapa yang bisa memperkirakannya sekarang? Kalau semua diawali dengan niat yang benar, tulus dan ikhlas maka Allah akan memberikan kemudahan dan jalan yang terbaik. Jadi keinginan untuk menikah dini itu bukan merupakan suatu kesalahan besar. Jika sang anak memang telah mempunyai keinginan yang kuat untuk menikah, maka alangkah lebih baiknya orang tua menyetujui anak-anak mereka untuk menikah demi menyelamatkan anaknya dari kekejaman maksiat.

MENYEMAI MAKNA DALAM FITRAH

Assalamu'alaikum Wr Wb.

Sahabat...
Ada satu ungkapan "Tak ada yang tak berubah didunia ini". Semua berubah, seperti halnya kupu-kupu. Sebelum menjadi kupu2, ia hanya sebutir telur yang menetas menjadi ulat, terus menjadi kepompong. Baru setelah itu menjadi kupu-kupu. Begitu pula kita manusia dari janin menjadi bayi, anak2 dan seterusnya sampai menjadi sosok kita saat ini.

Sahabat...
Semua hal di dunia ini melakukan hal yang sama, berproses. Berubah dalam detik yang kita kita lewati. Kalau kita tarik dalam konteks kita manusia, proseslah yang menjadi penentu baik, buruk serta kualitas kita hingga saat ini. Islam dalam segala hal meraih sangat memperhatikan prosesnya juga nilai dan kualitas amal kita.

Sahabat...
Selanjutnya nilai dan kualitas tsb dapat menyandangkan sebutan pada pelakunya. Maka seseorang maling akan disebut maling, permpok, koruptor, pedagang, pengusaha atau industrialis ditentukan oleh prosesnya dlm memperoleh materi dari hasil jerih payahnya. Ketika proses itu dilakukan terus menerus maka proses akan mengkristal menjadi budaya.. Kita sering mendengar istilah perilaku budaya korupsi dan lain sebagainya.

Sahabat...
Tidak sepenuhnya benar atas satu ungkapan "Tidakk ada yang tidak berubah di dunia" ini.
Ada yang tidak berubah di dunia ini..?
Apa yang telah kita perbuat didetik yng telah kita lewati. Kita tidak akan mungkin bisa mengubah kembali. Itulah yang tidak berubah di dunia ini.

Sahabat...
Mungkin sebagian kita atau mungkin kita sendiri terlalu sibuk memikinkan apa yang tidak kita dapat pada detik ini. Namun terlalu abai akan apa yang telah kita perbuat pada detik yang terlewati.

Sahabat...
Dari sinilah pentingnya berproses yang benar dari setiap detik yang kita lewati agar tidak menyimpang dari nilai yang mendasarinya. Fitrah.

Sahabat...
Kerangka kepribadian keislaman seorang muslim terbentuk melalui proses penguatan keimanan. Sdangkan Efektifitas proses penguatan keimanan seseorang tdk hanya melalui transformasi pengetahuan atau doktrin saja, ada yg lebih efektif, melalui pembuktian atas kejujuran iman dan amal salih kita.

Sahabat...
Amal2 itulah yang sesungguhnya menjadi bagian dari proses penyempurnaan diri kita dengan identitas budaya yang jelas. Dengan kata lain, proses pembentukan budaya haruslah berjalan selaras dgn pembuktian amal salih kita, amal yang diterima Allah SWT. Amin.

Sahabat...
Di sisi lain, ungkapan proses menunjukan kejadian yang berulang dilakukan yg semakin lama kekuatanya smakin mengkristal, mencapai kekuatan yang sulit kembali ke kondisi awal..
Semoga dalam berprosesnya kita selalu ada tilik amal dari detik yang tlah kita lewati. Wallahu a'lam..

Sahabat...
Untuk yang baru bergabung saya ucapkan terima kash dan salam kenal dari saya. Saya tunggu atensi2 sahabat semua untuk menambah keilmuan kita semau. Mohon maaf jika ada salah kata atau ada satu kesan menggurui. Sungguh saya tidak ada maksud demikian, ini dikarenakan kefakiran saya akan tatabahasa..
Akhirul kalam..
Wasalamu'alaikum Wr Wb

SANTUN PADA DIRI

Assalamu'alaikum Wb Wb.

Sahabatku...
Di antara hal tersulit dalam diri kita adalah bagaimana kita santun pada diri sendiri. Bagaimana kita menghargai diri kita sendiri. Bagaimana kita peduli dengan diri kita sendiri. Bagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Dengan penghargaan yang tidak menghinakan. Dengan kepedulian yang utuh. Dan dengan cinta yang benar. Santun pada diri sendiri, terutama dengan menjauhi hal-hal yang bisa merusak diri, sangat-sangat tidak mudah.

Sahabat...
Santun pada diri sendiri sebenarnya perkara yang seharusnya menyatu dengan kepribadian kita. Betapa kita telah dikaruniai nikmat yang luar biasa. Nikmat yang mahal. Itu bukan untuk disia-siakan, tapi juga bukan untuk digunakan untuk hal2 yang merusak. Seseorang tidak mungkin menjadi mulia, bila dia sendiri merendahkan martabatnya.

Sahabat..
Orang yang tidak memuliakan dirinya sendiri, tidak layak mendapat penghormatan dari orang lain. Siapa yang tidak menghormati tidak akan dihormati.

Sahabat..
Cara islam menghargai fitrah dan kecenderungan manusia adalah mengaturnya, memuliakannya, dan membuat pemiliknya memiliki kehormatan. Tidak ada orang yang menjadi lebih baik tanpa melakukan apa yang disebut santun pada diri sendiri. Orang yang tidak mengerti bagaimana berlaku santun pada diri sendiri, akan juga tidak mengerti bagaimana berlaku santun pada orang lain.

Sahabat...
Inilah pentingnya kita punya alat ukur yang baik tentang diri kita, tidak lain, karena dengan itu kita menjadi tahu bagaimana kita menghargai pada orang lain, bagaimana kita mencintai pada orang lain dan bagaimana kita beramal untuk orang lain.

Sahabat...
Santun pada diri sendiri lebih dikarenakan, manusia diciptakan dengan misi yang jelas. Santun pada diri sendiri adalah kesadaran mendalam tentang bagaimana kita mengolah diri kita.

Sahabat..
Yang menjadi tantangan kita untuk santun trhdap diri sendiri adalah, menjadi tidak sederhana memang, untuk kita yang hidup di zaman penuh keterkaitan. Ketika apa yang kita makan tidak cukup apa yang baik dan sehat.

Sahabat..
Seringkali orang memburu kebutuhan dengan mengorbankan kehormatan, mencari kemudahan dgn mencederai harga diri, bahkan mengejar kesenangan demi kesenangan dengan merusak dan menyakiti diri sendiri.
Ada banyak hal di sekitar kita, yang perlu kita baca ulang, dengan sudut pandang santun pada diri sendiri..

Wassalamu'alaikum

Siapakah yang dikorbankan ISMAEL atau ISHAK ?

Menurut ajaran Islam jelas Ismael A.S yg dikorbankan. Ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Ash Shaaffaat 37:100-107. Tetapi Ajaran Kristen mengatakan Ishak A.S.

Poin 1. Mari kita lihat bagaimana bunyi ayat tersebut dalam Alkitab, surat Kejadian 21:5. FirmanNya: “ Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, dan pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia disana sebagai korban…..”. Timbul pertanyaan, siapakah yang dimaksud dengan anak tunggal itu ?. Ishak lahir setelah Ismael berumur 14 tahun. Ini sesuai dengan Kej 21: 5. “ Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya lahir baginya. Dan pada Kej 17:24-26. " Abraham berumur sembilan puluh sembilan tahun ketika dikerat kulit khatannya. Dan Ismael, anaknya, berumur tiga belas tahun ketika dikerat kulit khatannya. Pada hari itu juga Abraham dan Ismael, anaknya disunat ”. Jadi terlihat disitu umur Ismael 14 tahun lah, Ishak lahir dan anak yang tunggal tentu Ismael.

Poin 2. Anak Nabi Ibrahim diakui adalah Ishak dan Ismael tertulis pada Kej.21:13. “ Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena iapun anakmu ”. Jadi memang dua orang anak dan anak tunggal tentu sebelum Ishak lahir, itulah Ismael.

Aduh Sayang Sekali, Kenapa Yah?

Sering kali bahkan tanpa kita sadar kata-kata "Aah..", "Aduh", "Sayang sekali", "Kenapa yah?", "Koq aku dapet masalah terus?", dan kalimat-kalimat lainnya yang terkesan "Keluhan" keluar dari bibir kita. Kata-kata ringan tapi punya makna belum bisa menerima apa setulus hati apa yang sedang dialaminya, entah itu ujian dalam bentuk musibah besar atau yang kecil sekalipun.

Satu ketika seorang sahabat bertutur, "Kenapa yah koq akhir-akhir ini berbagai musibah menimpaku? Ditambah lagi teman-teman mulai kurang perhatian padaku dan aduh aku jadi tidak dipercaya. Ada yang bilang kurang perhatianlah, nggak adillah, inilah itulah. Aku jadi bingung. Padahal aku sudah berusaha berbuat apa yang aku bisa. Aku jadi sedih. Kenapa semua berakhir seperti ini?"

Seseorang yang mulanya berniatan mulia, ketika mendapat tekanan-tekanan dari sekelilingnya bisa saja mengeluarkan penuturan seperti di atas. Di satu sisi dia ikhlas menerima apa yang sedang dialaminya, tapi disisi lain ada bisikan-bisikan yang membuatnya menyesali keadaan.

Keluh kesah yang terpancar lebih disebabkan karena mengikuti dorongan hawa nafsu, tidak mampu menahan rasa pedih atau emosi batin, kurang bersyukur terhadap nikmat yang begitu banyak dibandingkan bencana yang baru menimpa, atau karena kelemahan iman terhadap qadha dan qadar, sehingga tidak memahami hikmah dibalik bencana tersebut.

Kenapa sih mesti ada musibah? Musibah itu adalah sarana ujian atas prestasi keimanan seseorang. Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang paling besar mendapat ujiannya adalah para nabi, kemudian para syuhada, kemudian orang-orang setingkat dengannya." Disamping itu, musibah merupakan sarana untuk mengukur kebenaran iman. Alloh menurunkan musibah agar kita benar-benar bisa mengukur apakah benar kita beriman atau tidak? atau bisa jadi musibah diturunkan sebagai azab atas kemaksiatan dan kekufuran agar kita menjadi jera. Bukankah diturunkannya azab di dunia lebih baik dari pada di akhirat kelak? Agar kita lebih dulu menyadari kesalahan dan dosa-dosa kita. Subhanalloh betapa cintanya Alloh pada orang-orang yang mendapat musibah dan berhasil memupuk kesabaran atas dirinya. Alloh berfirman dalam surat Ar-Rum:41, "Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar."

Kunci utama dari pemecahan masalah ini adalah sabar, yaitu menahan diri dari keluh kesah, amarah, apalagi dari harapan mendapat belas kasihan dari orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Sabar itu tatkala menghadapi ujian musibah yang pertama." Karena pada saat-saat itulah Alloh menguji iman seseorang, apakah dia berhasil melawannya dengan mengembalikan segala urusannya pada Alloh dan memendam emosinya dalam-dalam, atau malah semakin larut dalam duka yang berkepanjangan hingga selalu merasa gelisah.

Apakah bersabar dengan memendam emosi dapat menyelesaikan masalah? Tentu saja belum. Setidaknya dengan memendam emosi, ada perasaan tenang di hati kita. Ketika perasaan tentram itu datang, akan ringanlah bagi kita untuk berpikir jernih. Ketika ujian kesabaran telah kita lewati, selanjutnya kita harus mencek dan ricek kembali apa hakikat dari musibah-musibah yang telah kita alami.

Mari kita telaah setiap permasalahan / musibah yang sedang kita hadapi, agar kita terbebas dari penyakit keluh kesah, dengan:

· Menjauhi semua penyebab timbulnya penyakit keluh kesah.

· Mempelajari akibatnya.

· Memahami makna sabar dan seluruh manfaatnya.

· Meyakini bahwa cobaan adalah takdir dari Alloh yang terbaik bagi kita, dan kelak akan terbukti hikmahnya.

· Menahan emosi semaksimal mungkin sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif terhadap tindakan fisik.

· Jika masih ada rasa kesal, segera beranjak dari tempat duduk, ambil air wudhu dan baca istighfar sebanyak 3 kali.

· Berdoa, "Ya Alloh, selamatkanlah aku dalam musibahku ini, dan semoga engkau menggantinya dengan sesatu yang lebih baik daripada ini."

· Selalu bersyukur akan nikmat yang diterima.

Bagaimanapun musibah menuntun kita kejalan yang lebih baik dan lewat musibahlah Alloh mengabulkan do'a yang sering kita panjatkan, "Ya Alloh, tuntunlah kami ke jalan yang benar, jalan yang Engkau ridhoi." Agar kita tergolong orang-orang yang beruntung dikehidupan mendatang. Semoga kita bisa mengganti kata Aduh, Sayang Sekali, Kenapa Yah? dengan kata-kata yang lebih punya makna seperti "Masya Alloh", "Astaghfirullah", dan kata-kata lain yang lebih bisa menentramkan hati kita. Wallahu a'lam bishawab.

(Qudwah, bahan bacaan: Penyakit Hati, Uwes Al-Qorni)

Nilai Sebuah Keikhlasan

Ada seorang shalih, ahli ibadah, aktif berdakwah di lingkungannya sehingga banyak membawa perubahan. Dia beramal dengan penuh keiklasan, tanpa mengharap balasan apapun selain dari Allah. Tidak mengharapkan kenikmatan dunia, popularitas, pujian, dan segala bentuk publikasi mengenai dirinya. Dia sangat mahir berceramah. Setiap orang yang mengikuti pengajiannya selalu larut dalam pembahasannya. Tidak lama berselang namanya telah begitu dikenal luas sebagai ustadz muda yang disenangi. Namun ketenaran dan keberhasilannya tidak membuat dirinya besar kepala, dia tetap tawadhu’ dan mengembalikan semua keberhasilannya semata-mata karena Allah. Dilingkungannya dia dikenal sebagai orang yang santun dan berakhlak mulia. Setiap bertemu orang dia selalu tersenyum dan menyapa. Tidak ada orang di komplek yang tidak mengenalnya.

Ustadz muda tersebut bernama Abid. Dia masih muda dan ganteng. Dia juga telah memiliki usaha dengan penghasilan cukup sehingga telah memiliki rumah di kompleks tersebut dan sebuah motor, walaupun belum menikah. Abid merupakan sosok muslim teladan.

Sebagaimana biasa setiap jam 4 pagi Abid selalu ke masjid. Sebelum subuh dia menunaikan qiyamullail terlebih dahulu. Pada suatu pagi, ketika Abid hendak menuju masjid, tiba-tiba didengarnya suara jeritan dari sebuah rumah. Demi mendengar suara tersebut, Abid mengurungkan langkahnya ke masjid dan segera mendatangi suara tersebut. Dia masuk ke dalam rumah dan matanya terbelalak, ternyata dilihatnya seorang wanita tanpa sehelai benangpun dengan berlumuran darah, ada di hadapannya. Begitu melihat Abid, wanita tersebut langsung memeluk Abid. “Tolonglah aku Abid, Aku habis diperkosa dan dianiaya oleh tiga orang penjahat. Mereka telah kabur, Tolong Aku!….Tolonglah Aku!” suara wanita itu dengan rintihan penuh iba. Si Abid segera memeluk wanita itu, sehingga bajunya yang putih bersih penuh dengan lumuran darah. Begitu sadar melihat wanita itu dalam keadaan telanjang bulat Abid segera membuka bajunya dan ditutupkan pada badan wanita itu. Namun Abid terhenyak, “Astahfirullahal Adhiim” Abid segera melepaskan pelukan wanita itu, “Aku telah berbuat dosa. Aku telah memeluk wanita yang bukan muhrim” Abid segera berbalik dan ingin meninggalkan wanita itu. Maksudnya dia ingin memanggil orang lain dan menolong bersama-sama. Namun wanita itu karena kondisinya sangat kritis, dia menarik tangan Abid. “Jangan lepaskan aku, Tolonglah Aku!” wanita itu merengek.

Abid tetap melepaskan pegangan wanita itu dan lari ke arah pintu. Wanita itu mengejar sehingga baju Abid yang menutupi badannya terlepas dan berserak di lantai. Wanita itu meraih sarung Abid dan karena eratnya pegangan wanita itu, sarung Abid terlepas. Pada saat yang bersamaan, pintu terbuka dan muncullah para tetangga tepat di depan Abid. Para tetangga, sempat melihat sedikit adegan tarik menarik tersebut. Begitu dilihatnya Abid dalam kondisi hanya mengenakan celana dalam dengan seorang wanita telanjang bulat, mereka langsung menyimpulkan bahwa abid baru saja melakukan hubungan intim. Maka bogem mentahpun diarahkan ke Abid. Para warga pun berdatangan. Melihat kejadian itu mereka marah dan menggelandang Abid menuju masjid dalam keadaan hanya mengenakan celana dalam. Sementara itu, si wanita dalam keadaan pingsan dilarikan ke rumah sakit. Namun karena luka yang cukup parah tidak lama setelah itu dalam perjalanan wanita itu menghembuskan nafas terakhir.

Tersiarlah berita heboh di koran-koran “Seorang Ustadz membunuh janda teman selingkuh karena meminta pertanggungjawaban” Masyarakatpun heboh. Orang-orang hampir tidak percaya Abid yang begitu alim bisa melakukan perbuatan seperti itu. Berita itu tersiar ke mana-mana. Tidak mau ketinggalan stasiun TV-pun berduyun-duyun menurunkan liputan ‘Abid’ untuk tayangan semacam Investigasi, Jejak Kasus, dan sejenisnya. Berita itupun tersebar secara nasional. Masyarakat yang marah telah menjarah dan merusak rumah Abid beserta semua harta benda miliknya. Abid tidak punya apa-apa dan siapa-siapa lagi. Bahkan teman-teman dan saudara-saudaranyapun menjauhinya. Abid telah divonis sebagai orang yang paling jahat. Kalau dulu banyak muslimah mendambakannya dan bapak-bapak mengharapkan untuk menjadikannya menantu, sekarang boro-boro, mendengar namanyapun sudah segudang sumpah serapah ditujukan kepadanya. Abid telah kehilangan seluruh masa depannya.

Abid tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Masyarakat tidak mau mendengar pembelaan Abid. Bahkan polisipun tidak mau mendengar. Di hadapan polisi Abid menghadapi perlakuan yang sangat tidak manusiawi. Dia disiksa habis-habisan fisik dan mental karena tidak mau mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Abid tetap bersikukuh tidak mau mengakui perbuatan itu. Abid telah mencoba menghubungi temannya yang pengacara, namun tidak mampu menolongnya karena bukti-bukti dan kesaksian telah kuat. Walaupun sebenarnya jika polisi mau mengembangkan penyelidikannya misalnya dengan melakukan pengecekan bekas sperma, dapat meringankan Abid. Namun semua itu tidak dipedulikan polisi. Maka rekonstruksipun dilakukan. Dihadapan tatapan orang-orang yang dicintainya dan di bawah sorotan kamera TV, Abid dipaksa untuk merekonstruksi perbuatan yang tidak pernah dikerjakannya. BAP segera dibuat dan perkara disidangkan. Hakim memutus 7 tahun penjara atas perkara pembunuhan dan pemerkosaan. Sejak saat itu Abid meringkuk di Rumah Tahanan (rutan).

Namun apakah dengan kondisi ini Abid lantas putus asa? Ternyata tidak. Abid memang benar-benar seorang abid mukhlis (ahli ibadah yang ikhlas). Dengan penuh keikhlasan dijalaninya semua kekejian tersebut. Dia tidak pernah menyesali nasib, tidak pernah protes, tidak pernah mengeluh. Abid tetap tegar. Keikhlasan dan keyakinan akan balasan Allah telah berhasil mengatasi ujian yang menimpanya. Di penjara dia memulai episode baru. Lahan dakwah tidak hanya di masyarakat saja. Abid menjadi da’i di penjara. Di depan para narapidana Abid mengingatkan bahwa masa lalu tidak boleh menghalangi kita untuk memperbaiki diri. Tidak beselang begitu lama banyak narapidana telah menjadi binaannya. Abid menjadi ustadz di Masjid LP. Setiap ceramahnya selalu dipenuhi para narapidana. Banyak narapidana yang akhirnya bertobat dan menjadi shalih semenjak kedatangan Abid. Sampai-sampai penjara seolah telah berubah menjadi pesantren.

Tiga tahun telah berlalu, karena perilaku Abid yang baik di penjara, setiap tanggal 17 Agustus Abid mendapat remisi. Dan pada tanggal 17 Agustus tahun ini Abid mendapat pembebasan hukuman. Hukuman yang seharusnya dijalani 7 tahun hanya dijalani 3 tahun. Seisi LP bersedih mendengar Abid akan meninggalkan mereka. Abid pun berat, dia ingin tetap berada di samping para binaannya yang jumlahnya nyaris satu LP. Sedangkan di luar mungkin tidak ada lagi orang yang masih mempercayainya. Namun apa boleh buat. Keputusan mesti ditaatinya. Abidpun mempersiapkan diri untuk menjalani pembebasannya. Isak tangis dan haru menghiasi perpisahan Abid. Akhirnya Abid dengan langkah berat meninggalkan penjara, dia bingung mau kemana. Tepat tanggal 17 Agustus pagi-pagi Abid telah bersiap melangkahkan kaki meninggalkan LP yang meninggalkan kenangan manis dalam hidupnya. Ketika dia hendak menyeberang jalan di depan LP sebuah truk dengan kecepatan tinggi menyeruduknya. Abid pun terkapar tak sadarkan diri. Abid menghembuskan nafas terakhir dengan iringan ucapan “Laa ilaha illallah” Sang bidadari sudah tidak sabar menunggu kehadiran Abid. Wallahu a’lam.

sumber : eramuslim

Telaga Hati

Sahabatku..
Sebagai manusia, kita tentu menemui masalah maupun kegagalan. Tidak ada satupun diantara kita tak pernah bermasalah dan gagal. Dimanapun, kapanpun kita selalu diintai gagal dan dgn siapapun kitapun berpotensi menimbulkan persoalan hidup.

Sahabat...
Namun, respon kita terhadap persoalah dan kegagalan, ternyata berbeda. Ada dari kita yang panik merespon masalah maupun kegagalan. Ada pula yang menjadi goyah, bahkan tidak sedikit yang stress dan putus asa merespon kegagalan.

Sahabat...
Namun, tidak sedikit pula yg menghadapinya dengan senyum kebahagiaan. Mereka merespon persoalan dgn lapang dada, juga sebuah senyum karena kegagalan memberikan batu pijakan untuk menapak lebih tinggi. Tak tersirat kepedihan dan duka di wajah dan tubuhnya. Benar2 menikmati persoalan hidup maupun kegagalan yang mendera.

Sahabat...
Apa yang dapat kita ambil dari masalah, persoalan hidup maupun kegagalan..?
Satu kata saja, yaitu sikap. Ya, sikap hidup kita dalam merespon persoalan hidup maupun kegagalan. Persoalan hidup yang muncul maupun kegagalan yang muncul itu ternyata bukan terletak pada persoalan hidup maupun kegagalan kita, tapi pada sikap kita menghadapinya.

Sahabat...
Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yg kita miliki.

Sahabat..
Kepahitan itu selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung hati kita.

Sahabat...
Ketika kita merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal saja, sikap kita merespon dgn lapang dada dan menerima semuanya. Luaskanlah hati untuk menampung stiap kepahitan dan kegagalan dalam hidup kita. Luaskan wadah pergaulan kita supaya kita punya pandangan hidup yang luas. Kita akan bnyak belajar dari keluasan itu..

Sahabat..
Hati kitalah wadah itu. Perasaan kitalah tempat itu. Kalbu kitalah tempat menampung sgalanya.

Sahabat..
Jangan jadikan wadah kita seperti gelas untuk memampung segenggam garam, buatlah laksana TELAGA yg mampu meredam setiap kepahitan itu dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan. Insya' Allah.

Sahabat...
Mohon kiranya lautan maaf dari sahabat2ku semua untk memaafkan ksalahan kata maupun kalimat dalam catatan ini.

review http://mahesakujenar.blogspot.com on alexa.com
free counters

Followers

 
heramkempek © . Template by: SkinCorner. SEO By: Islamic Blogger Template