Sabtu, 06 Oktober 2012

MEWASPADAI GERAKAN POLITIK ISLAM RADIKAL HTI (HIZBUT TAHRIR INDONESIA)

*leh : KH. MUHIBBUL AMAN dan Ust. AHMAD
HAKIM JAYLI*



*Kalimatul'Haq, uridu biha l'bathil. Kalimatnya benar, tetapi digunakan
untuk tujuan yang tidak benar*. Pepatah itu mungkin dapat mewakili
penjelasan terhadap maraknya*fikrah *(pemikiran) dan *harakah *(gerakan)

yang mengatasnamakan Islam. Salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia

(HTI), kelompok Islam garis keras yang saat ini sedang mempropagandakan
paham ajarannya kepada masyarakat, termasuk warga NU hingga ke
desa-desa.
Bagaimana gerakan ini muncul dan didirikan? Apa misi yang diembannya,
serta
apa saja penyimpangan yang harus diwaspadai? Tulisan ini dimaksudkan
sebagai pembinaan internal terkait pembentengan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah

terhadap warga dan pengurus Nadhlatul Ulama'.

* *

*Hizbut Tahrir Indonesia* merupakan bagian dari jaringan internasional
*Hizbut
Tahrir *yang didirikan pada tahun 1953 di Jerussalem. Pendirinya adalah
Taqiyuddin Al-Nabhani bersama para koleganya yang merupakan sempalan
dari
organisasi Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Mesir. Al-Nabhani sendiri
adalah lulusan Al-Azhar Mesir yang berprofesi sebagai guru sekolah agama

dan hakim. Ia berasal dari *Ijzim, *Palestina Utara.* *



*Hizbut Tahrir* menahbiskan dirinya sebagai partai politik dengan Islam
sebagai ideologinya dan kebangkitan bangsa Islam sebagai tujuannya.
Meskipun selalu mengusung nama Islam, syari'ah dan dakwah, namun secara
tegas, mereka mengatakan bukan sebagai organisasi kerohanian (seperti
jam'iyyah thoriqoh), bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan dan
bukan pula lembaga social kemasyarakatan *(Brosur HTI: Mengenal Gerakan
Dakwah Internasional Hizbut Tahrir, DPP HTI, Jakarta, 2007).* Hal ini
jelas
berbeda dengan Nahdlatul Ulama yang ditegaskan sebagai jam'iyyah
diniyyah-ijtima'iyyah (organisasi keagamaan-kemasyarakatan) dan bukan
organisasi politik.

Sistem keanggotaan merupakan ciri khas dari organisasi ini. Untuk
mencapai
tujuannya, para pemimpin organisasi ini mengambil bahan-bahan ideologis,

yang mengikat anggotanya. Pada pelajar sekolah menengah, mahasiswa,
serta
para sarjana mendominasi latar belakang anggota organisasi ini. Namun
tahun-tahun belakangan, organisasi ini telah menyebarkan target
rekrutmen
anggota ke masyarakat umum, khususnya pedesaan, termasuk kepada anggota
dan
warga Nahdlatul Ulama'.



Modus penyebaran dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengenalan,
penyebaran dan pembai'atan (indoktrinasi) ide-ide dan pemikiran Hizbut
Tahrir kepada masyarakat umum. Untuk menyebarkan itu, mereka giat
mencetak
dan menyebarkan media informasi yang dibagikan secara gratis dan berkala

sebagaimana Buletin Dakwah Al-Islam yang disebarkan ke masjid-masjid,
organisasi keagamaan dan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka juga mengadakan
kajian (halaqah) di masjid-masjid yang sudah berhasil 'dikuasai' dengan
menampilkan tema-tema yang sekilas luhur sebagamana Khilafah Islamiyah,
Penjajahan Bangsa Melalui Perempuan, dan sebagainya.



Selain itu, mereka aktif merekrut kader-kader militan yang tersebar
hingga
di kecamatan bahkan desa sebagai 'agen' penyebaran ide baik melalui
pamflet, bulletin dan majalah maupun penjelasan langsung *door to door.*
Mereka
juga memiliki media umum, sebagaimana majalah bulanan *Al Wa'ie*, hingga

situs internet www.hizbut-tahrir.or.id dan www.al-islam.or.id. Dalam
media-media mereka, kerap mengusung slogan-slogan indah, sebagaimana
dakwah
Islam, khilafah Islamiyah, Kembali ke Syari'at Islam dan Menerapkan
Islam
Secara Menyeluruh *(Islam Kaffah)*. Dengan berbungkus slogan tersebut,
ternyata mereka banyak menuai simpati, khususnya dari warga yang tidak
teliti melihat gerakan ini.



*Gerakan Islam Politik-Radikal*

**

Hizbut Tahrir adalah salah satu di antara paket *fikrah* (pemikiran) dan
*
harakah *(gerakan) Islamiyah mutakhir luar negeri yang masuk ke
Indonesia
dalam kurun dasa warsa terakhir. Dari gerakannya, jelas sekali mereka
muncul dan terbentuk dari situasi politik dan perkembangan Islam di
Timur
Tengah, *khususnya konflik Arab-Israel serta semangat anti Barat dan
Amerika. Ketertindasan Islam di daerah konflik timur tengah khususnya di

Palestina cukup mendorong mereka untuk membentuk pemerintahan islam
internasional, yang sering disebut-disebut dengan istilah Khilafah
Internasional.* Dengan asumsi tersebut, maka seluruh umat Islam di
seluruh
dunia harus dimobilisasi untuk mendukung khilafah yang nantinya akan
dipimpin oleh khalifah yang akan diangkat sebagai pemimpin Islam.



Mereka menganggap kaum muslimin saat ini hidup di alam *darul kufur*
(Negeri
Kafir) hanya karena diterapkannya hukum-hukum Negara yang tidak
berdasarkan
Islam. Kondisi ini mereka rumuskan dengan cara menganalogkan secara
sempit
dengan periode Nabi SAW ketika di Makkah. Sebagai contoh,* untuk
Indonesia,
mereka menganggap UUD 1945 dan Pancasila sebagai bagian dari hukum-hukum

kufur yang oleh karena itu harus diganti, baik konstitusi dan Dasar
Negara
maupun pemerintahannya.*



Misi inilah yang berlawanan dengan Nahdlatul Ulama' *sebagai jam'iyyah
yang
telah berhasil mengislamkan Indonesia sejak era walisongo. Dakwah NU
lebih
mengarah kepada pelaksanaan syari'at Islam bagi warganya dan dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Lihat Maklumat
Nahdlatul
Ulama Keputusan Konferensi Besar NU Tahun 2006). Bahkan melalui Muktamar
NU
pada tahun 1935 di Banjarmasin, NU telah menyatakan Indonesia (yang
waktu
itu masih dikuasai oleh penjajahan Belanda) sebagai Darul Islam (Negara
yang dihuni oleh ummat Islam) dimana ada kebebasan bagi warganya untuk
melaksanakan ibadah sesuai dengan aturan syari'at Islam, tanpa harus
mempermasalahkan struktur negara.*





Sebaliknya, pandangan radikal Hizbut Tahrir memaksa mereka untuk selalu
memandang* struktur Negara (politik) sebagai tujuan. untuk
merealisasikan
misinya, mereka menetapkan tiga tahapan yang bila diamati dapat
dikatagorikan sebagai sebuah gerakan kudeta berbungkus Islam terhadap
pemerintahan yang sah*.



Dimulai dengan tahapan pembinaan dan pengkaderan *(Marhalah At-Tatsqib)*
yang
diambil dari mereka para simpatisannya, kemudian dilanjutkan tahapan
berinteraksi dengan ummat *(Marhalah Tafa'ul Ma'al Ummah)*.



Kalau dua tahap itu berhasil mereka lampaui, barulah disiapkan tahapan
ketiga, yakni pengambilalihan kekuasaan (kudeta), yang dikemas dalam
bahasa
*Marhalah Istilam Al-Hukm*. Jelas sekali, *organisasi ini murni
organisasi
politik yang berorientasi kepada kekuasaan (walaupun dikemas dengan tema

khilafah Islamiyah) sehingga tidak dapat disejajarkan dengan jam'iyah
diniyyah-ijtima'iyyah sebagaimana Nahdlatul Ulama'.*



*Penyimpangan Ajaran dan Aqidah*

**

Untuk mendukung misi politiknya, maka Hizbut Tahrir menggunakan
pemahaman
syar'i yang dapat mendukung membenarkan langkah-langkah politiknya.
Salah
satunya, mereka selalu mendesak kaum Muslim untuk berijtihad dalam
mengkaji
syari'at secara terus menerus. Mereka juga meniadakan semua bentuk
*ijma'*(konsensus)
kecuali *ijma' *para sahabat Nabi saw, dan menolak *illat* (alasan
rasional) sebagai dasar bagi *qiyas *(analog).



Publikasi utama organisasi ini antara lain adalah *Al-Takattu al-Hizbi*
(Formasi
Partai), *Al-Syakhsiyah al-Islamiyah* (Cara Hidup Islam), *Nidhom
al-Islam* (Tatanan
Islam), *Mafahim Hizbu al-Tahrir* (Konsep-Konsep Partai/Organisasi
Pembebasan Islam), *Nidhomu al-Hukmi fi al-Islam *(Sistem Pemerintahan
Dalam Islam), *Nadharat Siyasiyah li Hizbi al-Tahrir* (Refleksi-Refleksi

Politis Partai Pembebasan Islam), dan *Kaifa Hudimat al-Khilafah*
(Bagaimana
Kekhilafahan Dihancurkan).



Menurut kesaksian seorang ulama' Ahlus sunnah wal jama'ah, yakni Syech
Muhamad Abdullah al-Syiby al-Ma'ruf bi al-Habasyi dalam kitabnya
*Al-'Aroh
al-Imaniyah fi Mafasid al-Tahririyah, *dikatakan Pendiri organisasi ini
telah mengaku sebagai mujtahid mutlak dan melakukan penyelewengan
terhadap
ayat-ayat al-Qur'an dan hadits, serta mengingkari *ijma' *di berbagai
persoalan pokok agama dan persoalan *furu' *agama.



Syech Muhammad juga dapat membuktikan beberapa kebathilan aqidah *Hizbut

Tahrir *dari sisi ajaran dengan mengutip kitab mereka, yakni Kitab
*Syakhsiyah
Islamiyah*. Dalam juz l hal 71-72, disebutkan: *Dan semua perbuatan
manusia
ini tidak ada campur tangan qodlo' (kepastian) Allah. Karena setiap
manusia
dapat menentukan kemauan dan keinginannya sendiri".* Lebih lanjut pada
halaman 74 tertulis: *"Maka mengkaitkan pahala atau siksa Allah dengan
hidayah atau kesesatan menunjukkan bahwa hidayah atau kesesatan adalah
perbuatan manusia sendiri bukan dari Allah swt ".*

Pendapat sebagaimana dalam kitab mereka merupakan pendapat *kaum
Qodariyah*.
Sementara qadariyah adalah salah satu *firqah *yang menyimpang dari
ajaran
Ahlussunnah wal jama'ah, karena bertentangan dengan al-Qur'an dan
hadits.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya beliau berkata:
*"Sesungguhnya
perkataan kaum Qodariyah adalah kufur."* Diriwayatkan dari Umar bin
Abdul
Aziz dan Imam Malik bin Anas dan Imam Awza'i: *"Sesungguhnya mereka itu
diminta untuk bertobat, jika tidak mau maka dibunuh."*



Diriwayatkan dari Ma'mar, dari Thowus, dari ayahnya: Sesungguhnya
seorang
laki-laki telah berkata kepada Ibnu Abbas: "Banyak orang mengatakan
perbuatan buruk bukan dengan *qodar *(kepastian) Allah swt." Maka Ibnu
Abbas menjawab: "Yang membedakan aku dengan pengikut Qodariyah adalah
ayat
ini: (sambil membacakan Al Qur'an Surat Al An'am ayat 149, yang
artinya)*"Katakanlah: Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka
jika Dia
menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya"..*



Hizbut Tahrir juga tercatat pernah berfatwa tentang pergaulan yang
bertentangan dengan konsep *makarimal akhlaq*. Dalam salah satu edaran
fatwanya, tahun 1969 mereka menulis: *Tidak haram hukumnya berjalan
dengan
tujuan akan berzina atau berbuat mesum dengan seseorang. Yang tergolong
maksiyat adalah perbuatannya".*

**

Selanjutnya, dalam edaran fatwa Hizbut Tahrir tertanggal 24 Rabi'ul awal

1390 H, pemimpin mereka menghalalkan berciuman meskipun disertai dengan
syahwat. Sementara Dalam edaran fatwa tanggal 8 Muharam 1390 H, ditulis:
*Dan
barang siapa mencium orang yang baru tiba dari bepergian, baik laki-laki

atau perempuan, serta tidak untuk bermaksud melakukan tujuan zina, maka
hukumnya adalah halal".*



Bukan itu saja, dalam hal penetapan hUkum syar'i, mereka cenderung
ceroboh
dan menganggap enteng. Dalam kitab Al-Tafkir hal. 149, dijelaskan:
*Sesungguhnya
apabila seseorang mampu menggali hukum dari sumbernya, maka telah
menjadi
mujtahid. Oleh karenaya, maka menggali hokum atau ijtihad dimungkinkan
bagi
siapapun, dan mudah bagi siapaun, apalagi setelah mempunyai beberapa
kitab
lughot (tata bahasa arab) dan fiqh Islam"*. Perkataan ini mengesankan
terbukanya kemungkinan untuk berijtihad meskipun dengan modal
pengetahuan
yang sedikit

Senin, 01 Oktober 2012

DALIL TAWASSUL PADA ORANG PALING MULIA DAN PALING SHOLEH (NABI MUHAMMAD) YANG TELAH WAFAT

Bismillaah, was-sholaatu was-salaamu 'alaa rosuulillaah ^_^



artikel ini ana tulis sebagai ajang berbagi ^_^ dan apa yang ana sampaikan
di artikel ini adalah mengambil dari karya2 Ulama' ahlussunnah, dan memakai
terjemahan, agar lebih mudah difahami untuk semuanya yang ada di Indonesia
^_^



Pada suatu hari ketika aku (Al-'Utbah) sedang duduk bersimpuh dekat makam
Rasulallah saw., tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui. Didepan makam
beliau itu ia berkata: 'As-Salamu'alaika ya Rasulallah. Aku mengetahui
bahwa Allah telah berfirman: Sesungguhnya jika mereka ketika berbuat dhalim
terhadap diri mereka sendiri segera datang kepadamu (hai Muhammad),
kemudian mohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun me mohonkan ampun bagi
mereka, tentulah mereka akan mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang (An-Nisa: 64). Sekarang aku datang kepadamu ya Rasulallah untuk
mohon ampunan kepada Allah atas segala dosaku, dengan syafa'atmu, ya
Rasulallah..'. Setelah mengucapkan kata-kata itu ia lalu pergi. Beberapa
saat kemudian aku (Al-'Utbah) terkantuk. Dalam keadaan setengah tidur itu
aku bermimpi melihat Rasulallah saw. berkata kepadaku: 'Hai 'Utbah,
susullah segera orang Badui itu dan beritahu kan kepadanya bahwa Allah
telah mengampuni dosa-dosanya.



Peristiwa di atas dikemukakan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Idhah bab
4 hal. 498. Dikemukakan juga oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengenai
ayat An-Nisa: 64. Para ulama pakar lainnya yang mengetengahkan peristiwa
Al-'Utbah ini ialah: Syeikh Abu Muhammad Ibnu Qaddamah dalam kitabnya
Al-Mughny juz 3 hal. 556; Syeikh Abul Faraj Ibnu Qaddamah dalam kitabnya
Asy-Syarhul-Kabir juz 3 hal. 495; Syeikh Manshur bin Yunus Al-Bahuty dalam
kitabnya Kisyaful-Qina (kitab ini sangat terkenal dikalangan madzhab
Hanbali) juz 5 hal. 30 dan Imam Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurthubi juz 5 hal.
265) yang mengemukakan peristiwa semakna tapi kalimatnya agak berbeda.



Ad-Darami meriwayatkan: Penghuni Madinah mengalami paceklik yang sangat
parah. Mereka mengadu kepada Aisyah Rodliyallahu 'anhaa (ummul Mukminin).
Aisyah mengatakan: 'Lihatlah pusara Nabi! Jadikanlah ia (pusara) sebagai
penghubung menuju langit sehingga tidak ada lagi penghalang dengan langit'.
Dia (perawi) mengatakan: Kemudian mereka (penduduk Madinah) melakukannya,
kemudian turunlah hujan yang banyak hingga tumbuhlah rerumputan dan
gemuklah unta-unta dipenuhi dengan lemak. Maka saat itu disebut dengan
tahun 'al-fatq' (sejahtera). (Kitab "Sunan ad-Darami" juz 1 hal. 56)



satu contoh lagi dari riwayat (atsar) para sahabat berkaitan dengan
legalitas syariat Islam terhadap permasalahan istighotsah/tawassul,
terkhusus kepada pribadi yang dianggap telah wafat/meninggal dunia.



Dalam sebuah riwayat panjang tentang kisah Utsman bin Hunaif (salah seorang
sahabat mulia Rasulallah) yang disebutkan oleh at-Tabrani dari Abi Umamah
bin Sahal bin Hunaif yang bersumber dari pamannya, Utsman bin Hunaif.
Disebutkan bahwa, "Suatu saat seorang lelaki telah beberapa kali mendatangi
khalifah Utsman bin Affan agar memenuhi hajatnya. Saat itu, Utsman tidak
menanggapi kedatangannya dan tidak pula memperhatikan hajatnya. Kemudian
lelaki itu pergi dan ditengah jalan bertemu Utsman bin Hunaif dan
mengeluhkan hal yang dihadapinya kepadanya. Mendengar hal itu, lantas
Utsman bin Hunaif mengatakan kepadanya: Ambillah bejana dan berwudhulah.
Kemudian pergilah ke masjid (Nabi) dan shalatlah dua rakaat. Seusainya maka
katakanlah: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan mendatangi-Mu
demi Nabi-Mu Muhammad yang sebagai Nabi pembawa Rahmat. Wahai Muhammad, aku
menghadapkan wajahku kepadamu untuk memohon kepada Tuhanku. Maka
kabulkan-lah hajatku" Kemudian sebutkanlah hajatmu. Beranjaklah maka aku
akan mengiringimu".



Kemudian lelaki itu melakukan apa yang telah diberitahukan kepadanya.
Selang beberapa saat, lalu ia kembali mendatangi pintu rumah Utsman (bin
'Affan). Utsman pun mempersilahkannya masuk dan duduk di satu kursi
dengannya, seraya berkata: Apakah gerangan hajatmu? Kemudian ia menyebutkan
hajatnya, dan Utsman pun segera memenuhinya. Ia (Utsman) berkata kepadanya:
"Aku tidak ingat terhadap hajatmu melainkan baru beberapa saat yang lalu
saja". Ia (Utsman bin Affan) pun kembali mengatakan: "Jika engkau memiliki
hajat maka sebutkanlah (kepadaku)"! Setelah itu, lelaki itu keluar
meninggalkan rumah Utsman bin Affan dan kembali bertemu Utsman bin Hunaif
seraya berkata: "Semoga Allah membalas kebaikanmu" Dia (Utsman bin Affan)
awalnya tidak melihat dan memperhatikan hajatku sehingga engkau telah
berbicaranya kepadanya tentangku.



Utsman bin Hunaif berkata: "Demi Allah, aku tidak pernah berbicara tentang
kamu kepadanya. Tetapi aku telah melihat Rasulullah saw. didatangi dan
dikeluhi oleh seorang yang terkena musibah penyakit kehilangan kekuatan
penglihatannya, kemudian Nabi bersabda kepadanya: 'Bersabarlah'! Lelaki itu
menjawab: 'Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki penggandeng dan itu sangat
menyulitkanku'. Nabi bersabda: 'Ambillah bejana dan berwudhulah, kemudian
shalatlah dua rakaat, kemudian bacalah do'a-do'a berikut….' (info: ini
mengisyaratkan pada hadits tentang sahabat yang mendatangi Rasulallah
karena kehilangan penglihatannya yang diriwayatkan dalam kitab "Musnad
Ahmad" juz 4 hal. 138, "Sunan at-Turmudzi" juz 5 hal. 569 hadits ke-3578,
"Sunan Ibnu Majah" juz 1 hal. 441 dan "Mustadrak as-Shohihain" juz 1
hal.313)



berkata Ibnu Hunaif: Demi Allah, kami tidak akan meninggalkan (cara
tawassul itu) Percakapan itu begitu panjang sehingga datanglah seorang
lelaki yang seakan dia tidak mengidap satu penyakit". (Lihat: Kitab "Mu'jam
at-Tabrani" juz 9 hal. 30 nomer 8311, "al-Mu'jam as-Shoghir" juz 1 hal.
183, dikatakan hadits ini sahih)



demikianlah sedikit yang bisa ana sampaikan mengenai atsar bahwa para
sahabatpun bertawassul melalui Nabi Muhammad yang telah wafat dengan jalan
menziarahi makam beliau dan berdoa pada Allah dengan bertawassul pada Nabi
Muhammad ^_^



dan *JELAS TIDAK ADA SATUPUN ULAMA' AHLUSSUNNAH YANG MENYATAKAN AMALAN PARA
SAHABAT INI ADALAH AMALAN BID'AH DLOLALAH LEBIH2 AMALAN SYIRIK*, sehingga
jika kita mau menelusuri Kitab Tarikh, maka kita juga bisa banyak menjumpai
kisah2 tawassul yang dilakukan oleh Para Ulama' Salafushholeh ^_^



Alhamdulillaah

APA BENAR ORANG2 YANG BERZIARAH KE MAKAM PARA NABI DAN PARA WALIYULLAH ITU SYIRIK???

Jika tujuan orang-orang yang berziarah ke makam para Waliyullah itu sekedar
minta kepada kuburan……! berdoa kepada batu mati yang menancap di atas
sesonggok tanah kering….?,* siapa yang tidak mengerti bahwa perbuatan
tersebut hukumnya syirik. *Kalau memang benar bahwa orang yang berziarah
kekuburan para waliyullah itu syirik..?, sekarang ada pertanyaan; *"sekiranya
yang ditanam di bawah tanah kering yang ditancapi batu nisan itu jasad
kita, maukah orang-orang yang berbuat syirik itu menziarahi kuburan
kita…?", kalau ternyata tidak mau, apa bedanya jasad kita dengan jasad para
waliyullah itu…?* Ada apa di dalam jasad kita dan ada apa pula di dalam
jasad mereka, padahal sama-sama jasad yang sudah mati….?. mengapa jasad
para Wali itu dapat menarik hati orang banyak hingga datang dari tempat
yang jauh sekedar ziarah atau tabarrukan sedang kepada jasad kita tidak…?



Barangkali ada sudut pandang yang berbeda sehingga hati yang mulia telah
menjadi salah sangka. Kalau orang bertanya : *"Mengapa orang banyak itu
jauh-jauh dengan bersusah payah mau datang ke kuburan orang yang sudah
mati…?"*. Maka jawabannya gampang, karena mereka itu adalah orang-orang
bodoh hingga mampu berbuat yang tidak masuk akal, masak orang mati kok
kuburannya didatangi dari jauh-jauh. Akan tetapi coba pertanyaannya agak
dirubah sedikit:* "Ada apa kiranya di kuburan orang itu…?, mengapa setiap
hari orang-orang dari tempat yang jauh itu DIDATANGKAN oleh Allah Ta'ala
untuk berziarah kesana…? mengapa tidak didatangkan ke kuburan kita….?*.
Maka jawabannya agak sulit karena membutuhkan ilmu yang luas dan penelitian
yang mendalam kecuali bagi orang-orang yang hatinya ada Inayah dari Allah
Ta'ala sehingga nur imannya mampu menyinari ilmu yang ada di bilik akalnya.



*Bukankah semua orang tahu bahwa apa saja yang terjadi, pasti terjadi atas
takdir Allah Ta'ala, sekarang pertanyaannya begeni; mengapa orang banyak
itu setiap hari dari jauh-jauh DITAKDIRKAN Allah Ta'ala datang berziarah di
kuburan para Waliyullah itu dan tidak ditakdirkan datang ke kuburan kita..?
ada rahasia apa di balik itu…?.* Kalau semacam ini pertanyaan yang
dilontarkan, barangkali siapapun dapat menemukan jawabannya *asal hatinya
selamat dari penyakit hati yang dapat mematikan iman*, kalau tidak, berarti
hati kita perlu diteliti kembali, barangkali di dalamnya tercemar oleh
penyakit-penyakit yang dimasukkan oleh syaitan jin yang gentayangan.



Maka jawabannya seperti ini: Itulah *buah ibadah, para waliyullah itu
sekarang sudah waktunya menuai bibit yang dahulu mereka tanam, yaitu kasih
sayang kepada umat yang dikemas di balik perjuangan dan do'a-do'a.* Karena
keprihatinan hati kepada keselamatan orang lain yang notabene bukan
apa-apanya telah membuahkan hasil, maka sekarang mereka telah menuai
hasilnya itu, yakni didoakan kembali oleh manusia-manusia yang berterima
kasih atas jasa-jasa mereka, didatangi dan dido'akan oleh orang-orang yang
bersyukur atas kenikmatan iman di dalam hati hasil jerih payah yang dahulu
telah mereka kerjakan, itu terjadi sebagai dzikir balik dari Allah Ta'ala
kepada para Kekasih itu karena mereka dahulu telah berdzikir kepada Allah
Ta'ala melalui keperihatinan hati kepada umat manusia sepanjang hidupnya.
Hal tersebut merupakan bentuk pelaksanaan janji Allah Ta'ala yang tidak
akan pernah dipunggkiri, bahwa Allah telah berfirman yang artinya: *"Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) –Ku" (QS:
al-Baqoroh ayat 152).*



Oleh karenanya, jika kita ingin mendapat kegembiraan seperti itu, yakni di
saat keluarga kita saja terkadang melupakan jasad mati kita, orang lain
didatangkan Allah Ta'ala untuk memberikan kegembiraan – *maka sejak
sekarang kita harus menggembirakan hati orang lain, supaya kelak ketika
hati kita sedang sepi di dalam penantian yang panjang di alam kubur, Allah
Ta'ala menghibur dengan datangnya orang lain menziarahi kuburan kita. ^_^*



Ketika kejelekan-kejelekan karakter duniawi sudah tidak sempat lagi
membekas di hati, ketika fitnah-fitnah kehidupan yang semestinya membakar
telinga malah menyejukkan perasaan, *itulah ciri hati orang-orang yang suka
berbuat ihsan (al-Muhsinin), karena yang terlihat oleh matahati dari
realita yang dihadapi hanyalah Allah Ta'ala dengan segala qada' dan
qadar-Nya, hanya irodah dan takdir-Nya, yaitu kehendak-Nya yang azaliyah
untuk mentarbiyah seorang hamba yang dicintai.* Dada mereka bagaikan
hamparan bumi, apa saja boleh masuk, boleh kotoran boleh penyakit, akan
tetapi yang keluar darinya hanyalah kebaikan dan obat belaka. Layaknya
seperti seorang dokter, sungguhpun setiap saat mereka harus bergulat dengan
penyakit dan orang sakit, tapi dokter yang sejati itu selamanya tidak akan
tertular penyakit.



*Keberadaan seorang "Muhsinin" yang sejati itu dimana-mana akan menjadi
bagai tambang kebaikan*, karena setiap tarikan nafas serta detak jantungnya
hanya dimuati pengabdian, menyelesaikan permasalahan umat hingga
kadang-kadang melupakan urusan pribadi. Kebanyakan orang datang kepadanya
hanya untuk sekedar mengadu dan mencari solusi, bahkan tidak peduli walau
orang baik itu sendiri sedang bersedih. *Semakin banyak orang yang
mengenal, semakin banyak pula masalah yang harus dihadapi, sehingga
akibatnya, semakin lama dada orang yang "muhsinun" itu menjadi bagaikan bak
sampah, karena hanya dipenuhi kesusahan dan kesedihan orang-orang yang
mengelilingi. Itulah dokter-dokter ummat sejati, dengan amanat yang ada di
pundak, mendorongnya untuk menghidupkan dzikir dan mujahadah malam. Ketika
do'a-do'a yang ikhlas itu mendapatkan ijabah, maka jadilah sebagai sebab
Allah Ta'ala membukakan pintu rahmat-Nya kepada umat*. Bahkan dari sebab
linangan air mata yang meleleh di pipi karena menangisi kesedihan umat,
kadang-kadang menjadikan sebab Allah Ta'ala menurunkan air hujan di daerah
yang ditangisi itu,* bahkan konon, apabila di Baitullah Makkah
al-Mukarromah, selama tujuh hari saja mereka absen tidak melakukan thowaf,
berarti hari kiyamat segera akan datang.*



Sebagian mereka bagaikan pelita-pelita bumi, walau di siang hari
keberadaannya tidak tampak karena kesibukan lahir untuk menutupi kebutuhan
hidup sehari-hari, akan tetapi di malam hari, bersama gemerlap bintang di
langit sanggup menjadi penerang jalan bagi sang musafir yang sedang
bersedih hati. *Maka, wahai laron-laron liar yang ingin mencari penerang
jalan, Anda jangan mengingkari keutamaan Allah yang telah diberikan kepada
para Wali itu, terlebih dengan menyirikkan sesama saudara beriman yang
menziarahi makam mereka, bersegeralah bertaubat dan mendekat kesana,
mencari dimana mereka menyembunyikan mutiara azaliyah itu, supaya sang
laron yang nakal dan tidak tahu diri itu dapat menemukan hidayah Allah
Ta'ala*. Maka sungguh benar Allah dengan firman-Nya: *"Sesungguhnya rahmat
Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik" (QS. Al-A'roof ayat 56)
*

KAJIAN KITAB HIKAM (Karya Syekh Ibnu Athoillah) Tentang buta hati dan cara memilih teman

Yaa Allah…yaa hayyu yaa Qoyyuum...yaa Qowiyy, wahai yang Maha menatap, *bukakan
mata hati kami agar bisa meyakini dengan haqqul yaqin.* Jangan biarkan ada
keraguan dihati kami terhadap janji dan jaminan-Mu. Jauhkan hati kami dari
silau duniawi. Jangan biarkan kami terpesona dan terpedaya oleh dunia...
Aamiin Allaahumma Aamiin



Syekh Ibnu Athoillah telah berfatwa dalam kitab al-Hikam, karyanya,

*"Keajaiban yang sangat mengherankan (ajaib) terhadap orang yang lari dari
apa yang sangat dibutuhkannya, dan dia tidak dapat lepas daripadanya.
(Tetapi) Dia berusaha mencari apa yang tidak akan kekal padanya.
Sesungguhnya bukan mata kepala yang buta, tetapi yang buta adalah mata hati
yang ada di dalam dada."*



Siapa yang menciptakan kita…?



Siapa yang mengurus diri kita dari waktu ke waktu…?



*Orang yang "bodoh" yang mata hatinya tertutup adalah mereka yang lalai
dari Dzat Yang Maha Memiliki, Maha Menguasai dan Menggenggam
segala-galanya, kemudian mencari sesuatu yang lemah, yang tiada daya dan
pasti binasa.*



Aneh bin ajaib, *kita tidak bisa lepas dari Allah Ta'ala, tapi sibuk
mengejar dunia dengan mengabaikan Allah.*



Pertanyannya kemudian adalah: "Apakah kita tidak boleh mencari dunia…?"



Dunia tempat tinggal kita sekarang.* Tetapi yang kita cari bukan dunia,
tapi pemilik dunia dan seisinya, Dia-lah Allah Subhanahu Wa Ta'ala.* Kita
bekerja bukan mencari harta, tapi mencari Ridla Allah. *Kalau Allah Ridla
diberi harta yang berkah*. Tidak ada artinya harta jika tidak berkah. Tidak
akan ada ketenangan bathin dan berakibat pada kemiskinan jiwa ditengah
tersedianya segala kebutuhan duniawi.



*Harta yang berkah bukan tergantung banyaknya jumlah. Tapi hatinya yang
kaya sehingga berapapun harta yang ada bathin dan jiwanya tetap tenang. *Maka
kejarlah Allah dalam setiap episode kehidupan yang kita jalani. Karena
semua dalam genggaman Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Adakalanya kita senang,
susah, dipuji dan dihina, itulah warna warna dalam hidup yang dipergilirkan
diantara manusia. Dan itulah yang membuat indahnya hidup kita.

Kesemuanya itu haruslah makin mendekatkan kita pada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala. Karena bagi orang beriman semua itu kebaikan dari Allah untuk
hamba-Nya. Jika ia ditimpa kebaikan ia bersyukur jika ditimpa kemalangan,
kesusahan dan persoalan hidup ia bersabar. Jadi tidak ada yang rugi bagi
orang beriman, semuanya baik baginya. Hal ini sebagaimana yang telah
disabdakan Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam: *Aku mengagumi seorang
mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila
ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar.* Seorang mukmin diberi
pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang diangkatnya ke
mulut isterinya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)



Syekh Ibnu Athoillah juga telah berfatwa

*"Janganlah berkawankan dengan seorang yang tidak membangkitkan semangat
taat kepada Allah, amal kelakuannya dan tidak memimpin engkau ke jalan
Allah kata-katanya."*



Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Dan (ingatlah) hari (ketika itu)
orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "*Aduhai kiranya
(dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul*. Kecelakaan besarlah bagiku;
kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab (ku).
Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu
telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia."
(QS. Al-Furqan:27-29)



Rasulullah Shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "*Kondisi keagamaan
seseorang sangat tergantung pada kondisi keagamaan temannya. Maka hendaknya
kamu memperhatikan dengan siapa sebenarnya kamu tengah bergaul*" (HR.Abu
Daud, At-Tirmidzi dan Hakim dengan sanad Hasan)



Sebuah bait syair arab pun telah menyebutkan hal yang serupa: "Jangan kau
tanya langsung tentang bagaimana seseorang itu, tapi cukup tanyakan
bagaimana temannya, *karena sesungguhnya seseorang itu akan mengikuti
langkah-langkah temannya*."



Waktu demi waktu begitu berharga. Setiap saat kita berpacu dengan umur
kita. *Apabila kita mempunyai kawan yang tidak mengajak untuk ingat kepada
Allah maka bisa terlalai kita karena-nya.*



*Maka carilah kawan/teman yang paling banyak mengingat Allah dan carilah
teman yang bisa menegur kita untuk mengingatkan kita kepada Allah*. Tidak
hanya bisa memuji saja, bisa tertipu kita karena-nya. Carilah teman yang
berfungsi sebagai cermin yang menginformasikan kepada kita apa adanya.
Pujian itu nikmat untuk nafsu tapi tidak untuk iman. Pujian sering menutupi
kejujuran diri. Yang kita butuhkan pujian, koreksi, saran bahkan cacian
yang makin mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala..



*Sahabat….Jangan tertipu oleh jabatan teman kita.* Jangan merasa bangga
oleh apapun yang ada pada teman kita yang sepertinya mulia dalam pandangan
manusia.* Lebih baik berteman dengan manusia biasa dalam pandangan sesama
tapi mulia dalam pandangan Allah karena keshalihan-nya.*

KAJIAN KITAB HIKAM (Karya Syekh Ibnu Athoillah) TENTANG DO'A

Syekh Ibnu Athoillah berfatwa:

*Janganlah terlambatnya pemberian karunia-karunia dari Allah. (Dimana
setelah) engkau bersungguh-sungguh di dalam **berdoa, menyebabkan engkau
berputus asa.*

*Karena, Dia telah menjamin akan memperkenankannya, pada apa yang telah Dia
pilihkan untukmu, bukan pada apa yang **engkau pilihkan untuk dirimu
sendiri. Dan pada waktu yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau
kehendaki.*



Apabila kita ingin mendapatkan sesuatu hal baik perkara dunia ataupun
akhirat maka kita akan berusaha bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya.
Jika usaha kita tidak mampu untuk meraihnya, maka kita akan meminta
pertolongan pada orang yang kita anggap mampu membantu. Jika mereka juga
tidak mampu membantu kita untuk membantu memenuhi kebutuhan kita, maka kita
akan memohon pertolongan daripada Allah Ta'ala, menengadahkan tangan ke
langit sambil air mata bercucuran dan suara yang merayu-rayu menyatakan
hajat kepada-Nya. Selagi hajat kita belum tercapai selagi itulah
kita memohon dengan sepenuh hati.



Tidak ada kesulitan bagi Allah Ta'ala untuk memenuhi hajat kita. Sekiranya
Dia mengaruniakan kepada kita semua kekayaan yang ada di dalam bumi dan
langit maka pemberian-Nya itu tidak sedikit pun mengurangi kekayaan-Nya.
Andainya Allah Ta'ala menahan dari memberi maka tindakan demikian tidak
sedikit pun menambahkan kekayaan dan kemuliaan-Nya.



Jadi, dalam soal memberi atau menahan tidak sedikit pun memberi pengaruh
atas ke-Tuhan-an Allah Ta'ala. *KeTuhanan-Nya adalah mutlak, tidak sedikit
pun terikat dengan kehendak, doa dan amalan hamba-hamba-Nya.*



Dan Allah berkuasa melakukan apa yang di kehendaki-Nya. ( QS. Ibrahim: 27 )



Semuanya itu tunduk di bawah kekuasaan-Nya. ( QS. al-Baqarah: 116 )



Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan
ditanyai. ( QS. Surah al-Anbiyaa': 23 )



*Sebagian besar dari kita tidak sadar bahwa kita "mensyirikkan" Allah
Ta'ala dengan doa dan amalan kita. *Kita jadikan doa dan amalan sebagai
kuasa penentu atau setidak-tidaknya kita menganggapnya sebagai mempunyai
kuasa tawar menawar dengan Tuhan, *seolah-olah kita berkata, "Wahai Tuhan!
Aku sudah membuat tuntutan maka Engkau wajib memenuhinya. Aku sudah beramal
maka Engkau wajib membayar upahnya!*" dan pertanyaannya, *Siapakah yang
berkedudukan sebagai Tuhan, kita atau Allah Ta'ala? Sekiranya kita tahu
bahwa diri kita ini adalah hamba maka besikaplah sebagai hamba* dan jagalah
sopan santun terhadap Tuhan seluruh makhluk. *Kewajiban hamba ialah rela
dengan apa pun keputusan dan pemberian Tuhannya.*



*Doa adalah penyerahan bukan tuntutan*. Kita telah berusaha tetapi gagal.
Kita telah meminta pertolongan makhluk tetapi itu juga gagal. *Apa lagi
pilihan yang masih ada kecuali menyerahkan segala urusan kepada Tuhan yang
di Tangan-Nya terletak segala perkara*. Serahkan kepada Allah Ta'ala dan
tanyalah kepada diri sendiri "mengapa Tuhan menahan kita dari mendapatkan
apa yang kita hajatkan?" *Apakah tidak mungkin apa yang kita inginkan itu
bisa mendatangkan bahaya kepada diri kita sendiri*, hingga lantaran itu
Allah Ta'ala Yang Maha Penyayang menahannya sampai kepada kita? Bukankah
Dia Tuhan Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang lagi Maha Mengetahui.



Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan
rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui (QS. al-Mulk:14 )



Dialah yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, (dan Dialah jua)
yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. ( QS. at-Taghaabun: 18 )



Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu?( QS. al-Baqarah: 116 )



Allah Ta'ala Maha Halus (Maha Terperinci/Detail), Maha Mengarti dan
Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Allah Ta'ala yang bersifat
demikian menentukan untuk diri-Nya yang apa saja yang Dia mansuhkan
digantikannya dengan yang lebih baik atau yang sama baik. Dia bisa berbuat
demikian karena Dia tidak bersekutu dengan siapa pun dan Dia Maha Berkuasa.



*Seorang hamba senantiasa berhajat kepada pertolongan Tuhan. Apa
yang dihajatinya disampaikannya kepada Tuhan. Semakin banyak hajatnya
semakin banyak pula doa yang disampaikannya kepada Tuhan.* Kadang-kadang
terjadi satu permintaan berlawanan dengan permintaan yang lain. Manusia
hanya melihat kepada satu doa tetapi Allah Ta'ala menerima kedatangan semua
doa dari satu orang manusia itu. Manusia yang dikuasai oleh kalbu jiwanya
berbalik-balik (perasaannya) dan keinginan serta hajatnya tidak menetap.
Tuhan yang menguasai segala perkara tidak berubah-ubah. Manusia yang telah
meminta satu kebaikan boleh meminta pula sesuatu yang tidak baik
atau kurang baik. *Tuhan yang menentukan yang terbaik untuk hamba-Nya dan
tidak berubah kehendak-Nya*. Dia telah menetapkan buat Diri-Nya:



Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?"
Katakanlah: "Kepunyaan Allah". Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih
sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang
tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka
itu tidak beriman. ( QS. al-An‟aam: 12 )



Orang yang beriman selalu berdo'a:



*"Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat,
dan peliharalah kami dari azab neraka"*. ( QS. al-Baqarah: 201 )



*Hamba yang mendapat rahmat dari Allah Ta'ala diterima doa di atas dan doa
tersebut menjadi induk atas semua doa-doanya.* Doa yang telah diterima oleh
Allah Ta'ala itu menepis doa-doa yang lain. Jika di waktu kemudian si hamba
meminta sesuatu yang mendatangkan kebaikan hanya kepada penghidupan dunia
saja, tidak untuk akhirat dan tidak menyelamatkannya dari api neraka, maka
doa induk itu menahan doa yang datang kemudian. Hamba itu dipelihara dari
didatangi oleh sesuatu yang menggerakkannya ke arah yang ditunjukkan oleh
doa induk itu. Jika permintaannya sesuai dengan doa induk itu dia
dipermudahkan mendapat apa yang dimintanya itu.



Oleh sebab itu doa adalah penyerahan kepada Yang Maha Penyayang dan
Maha Mengetahui. Menghadaplah kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya
serta ucapkan, *"Wahai Tuhanku Yang Maha Lemah-lembut, Maha Mengasihani,
Maha Mengetahui, Maha Bijaksana! Saya adalah hamba yang bersifat tergopoh
gopoh, lemah dan jahil. Saya mempunyai hajat tetapi saya tidak mengetahui
akibatnya bagiku, sedangkan Engkau Maha Mengetahui. Sekiranya hajatku ini
baik akibatnya bagi dunia dan akhiratku dan melindungiku dari api neraka
maka kurniakan ia kepada saya pada saat yang baik bagiku menerimanya. Jika
kesudahannya buruk bagi dunia dan akhiratku dan mendorongku ke neraka, maka
jauhkan ia dari saya dan cabutkanlah keinginanku terhadapnya. Sesungguhnya
Engkaulah Tuhanku Yang Maha Mengerti dan Maha Berdiri Dengan Sendiri"*.



Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali
tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa
yang mereka persekutukan (dengan Dia). ( QS. Surah al-Qasas: 68 )



الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

review http://mahesakujenar.blogspot.com on alexa.com
free counters

Followers

 
heramkempek © . Template by: SkinCorner. SEO By: Islamic Blogger Template