Minggu, 17 Januari 2010

TAWHID

Tidak ada keraguan lagi bahwa tauhid memiliki kedudukan yang tinggi bahkan yang paling tinggi di dalam agama. Tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-hamba-Nya, sebagaimana dalam hadits Mu’adz bin Jabal radiyallahu 'anhu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam berkata kepadanya: “Hai Mu’adz, tahukah kamu hak Allah atas hamba-Nya dan hak hamba atas Allah? Ia menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Beliau mengatakan: “Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” ( HR. Bukhari dan Muslim)

1. Tauhid merupakan dasar dibangunnya segala amalan yang ada di dalam agama ini. Rasulullah bersabda:
“Islam dibangun di atas lima dasar, bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibnu Umar)

2. Tauhid merupakan perintah pertama kali yang kita temukan di dalam Al Qur’an sebagaimana lawannya (yaitu syirik) yang merupakan larangan paling besar dan pertama kali kita temukan di dalam Al Qur’an, sebagaimana firman Allah:

“Hai sekalian manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. Yang telah menjadikan bumi terhampar dan langit sebagai bangunan dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengannya buah-buahan sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah”. (Al-Baqarah: 21-22)

Dalil yang menunjukkan hal tadi dalam ayat ini adalah perintah Allah “sembahlah Rabb kalian” dan “janganlah kalian menjadikan tandingan bagi Allah”.

3. Tauhid merupakan poros dakwah seluruh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga penutup para Rasul yaitu Muhammad Shallallahu 'alaihi wassallam. Allah berfirman:
“Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (yang menyeru) agar kalian menyembah Allah dan menjauhi thagut.” (An-Nahl: 36)

4. Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Sementara lawannya, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan.
Allah berfirman:
“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali kepada-Nya dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (Al-Isra: 23)
“Dan sembahlah oleh kalian Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. ” (An-Nisa: 36)

5. Tauhid merupakan syarat masuknya seseorang ke dalam surga dan terlindungi dari neraka Allah, sebagaimana syirik merupakan sebab utama yang akan menjerumuskan seseorang ke dalam neraka dan diharamkan dari surga Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka Allah akan mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada bagi orang-orang dzalim seorang penolongpun.” (Al-Maidah: 72)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:
“Barang siapa yang mati dan dia mengetahui bahwasanya tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, dia akan masuk ke dalam surga.” (Shahih, HR Muslim No.26 dari Utsman bin Affan)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:
“Barangsiapa yang kamu jumpai di belakang tembok ini bersaksi terhadap Lailaha illallah dan dalam keadaan yakin hatinya, maka berilah dia kabar gembira dengan surga.” (Shahih, HR Muslim No.31 dari Abu Hurairah)

6. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang dan akan bernilai di hadapan Allah. Allah berfirman:
“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dan mengikhlaskan bagi-Nya agama. ” (Al-Bayinah: 5)

A. KEUTAMAAN TAUHID

Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)

Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan, "Ketika ayat ini turun, banyak umat Islam yang merasa sedih dan berat. Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku zhalim kepada dirinya sendiri? Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam menjawab:

"Yang dimaksud bukan (kezhaliman) itu, tetapi syirik. Belumkah kalian mendengar nasihat Luqman kepada puteranya, "Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah (syirik) benar-benar suatu kezhaliman yang besar" (Luqman: 13) (Mutafaq Alaih)

Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengesakan Allah. Orang-orang yang tidak mencampur adukkan antara keimanan dengan syirik. Serta menjauhi segala bentuk perbuatan syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksaan Allah di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk di dunia.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling utama adalah 'Laa Ilaaha Illallah'dan cabang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan." (HR. Muslim)

B. TAUHID PENGANTAR BAHAGIA DAN PELEBUR DOSA

Dalam kitab Dalilul Muslim fil I'tiqaadi wat Tathhiir karya Syaikh Abdullah Khayyath dijelaskan, "Dengan kemanusiaan dan ketidakmaksumannya, setiap manusia berkemungkinan terpeleset, terjerumus dalam maksiat kepada Allah."

Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dari kotoran-kotoran syirik maka tauhidnya kepada Allah, serta ikhlasnya dalam mengucapkan "Laa ilaaha illallah" menjadi penyebab utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam :

"Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dan kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh daripadaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan Neraka pun benar adanya maka Allah pasti memasukkannya ke dalam Surga, apapun amal yang diperbuatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana terkandung dalam hadits di atas mewajibkan dirinya masuk Surga, tempat segala kenikmatan. Sekalipun dalam sebagian amal perbuatannya terdapat dosa dan maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

"Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya Aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula." (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhayya', hadits hasan)

Maknanya, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa dan maksiat yang banyaknya hampir sepenuh bumi, tetapi engkau meninggal dalam keadaan bertauhid, niscaya aku ampuni segala dosa-dosamu itu.

Dalam hadits lain disebutkan:
"Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya akan masuk Neraka." (HR. Muslim)

Hadits-hadits di atas menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting bagi kebahagiaan seorang hamba. Tauhid juga merupakan sarana yang paling agung untuk melebur dosa-dosa dan maksiat.

C. MANFAAT TAUHID

Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun jama'ah, niscaya akan menghasilkan buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah:

Memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya:

Semua makhluk adalah ciptaan Allah. Mereka tidak kuasa untuk menciptakan, bahkan keberadaan mereka karena diciptakan. Mereka tidak bisa memberi manfaat atau bahaya kepada dirinya sendiri. Tidak mampu mematikan, menghidupkan atau membangkitkan.

Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan kecuali kepada Tuhan yang menciptakan dan membuat dirinya dalam bentuk yang sempurna. Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah dan menghinakan diri. Memerdekakan hidup dari kekuasaan para Fir'aun, pendeta dan dukun yang menuhankan diri atas hamba-hamba Allah.

Karena itu, para pembesar kaum musyrikin dan thaghut-thaghut jahiliyah menentang keras dakwah para nabi, khususnya dakwah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam . Sebab mereka mengetahui makna laa ilaaha illallah sebagai suatu permakluman umum bagi kemerdekaan manusia. Ia akan menggulingkan para penguasa yang zhalim dan angkuh dari singgasana dustanya, serta meninggikan derajat orang-orang beriman yang tidak bersujud kecuali kepada Tuhan semesta alam.

Membentuk kepribadian yang kokoh:

Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yang kokoh. Ia menjadikan hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa. Arah hidupnya jelas, tidak mempercayai Tuhan kecuali hanya kepada Allah. KepadaNya ia menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian orang. Ia berdo'a kepadaNya dalam keadaan sempit atau lapang.

Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menghadap dan menyembah kepada orang hidup, pada saat lain ia menghadap kepada orang yang mati.
Sehubungan dengan ini, Nabi Yusuf Alaihissalam berkata:
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa?" (Yusuf: 39)

Orang mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya ridha dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuatNya ridha, sehingga hatinya tenteram. Adapun orang musyrik, ia menyembah tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkannya ke kanan, sedang tuhan lainnya menginginkannya ke kiri. Ia terombang-ambing di antara tuhan-tuhan itu, tidak memiliki prinsip dan keteapan.

Tauhid sumber keamanan manusia:

Sebab tauhid memenuhi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna. Seorang mukmin yang mengesakan Allah hanya takut kepada satu, yaitu Allah. Karena itu, ia merasa aman ketika manusia ketakutan, serta merasa tenang ketika mereka kalut.
Hal itu diisyaratkan oleh Al-Qur'an dalam firmanNya:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)

Keamaan ini bersumber dari dalam jiwa, bukan oleh penjaga-penjaga polisi atau pihak keamanan lainnya. Dan keamanan yang dimaksud adalah keamanan dunia. Adapun keamanan akhirat maka lebih besar dan lebih abadi mereka rasakan.
Yang demikian itu mereka peroleh, sebab mereka mengesakan Allah, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dan tidak mencampuradukkan tauhid mereka dengan syirik, karena mereka mengetahui, syirik adalah kazhaliman yang besar.

Tauhid sumber kekuatan jiwa:

Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya, karena jiwanya penuh harap kepada Allah, percaya dan tawakkal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan)Nya, sabar atas musibahNya, serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap dan meminta kepadaNya. Jiwanya kokoh seperti gunung. Bila datang musibah ia segera mengharap kepada Allah agar dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati. Syi'ar dan semboyannya adalah sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :

"Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Dan firman Allah Subhanahu wata'ala :
"Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri." (Al-An'am: 17)

Tauhid dasar persaudaraan dan persamaan:

Tauhid tidak membolehkan pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan hanya milik Allah satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba Allah, dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.

D. MUSUH-MUSUH TAUHID

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh. Yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (Al-An'am: 112)

Di antara hikmah dan kebijaksanaan Allah adalah menjadikan bagi para nabi dan du'at tauhid musuh-musuh dari jenis setan-setan jin yang membisikkan kesesatan, kejahatan dan kebatilan kepada setan-setan dari jenis manusia. Hal itu untuk menyesatkan dan menghalangi mereka dari tauhid yang merupakan dakwah utama dan pertama para nabi kepada kaumnya.

Sebab tauhid merupakan asas penting yang di atasnya dibangun dakwah Islam. Anehnya, sebagian orang berasumsi, dakwah kepada tauhid hanya akan memecah belah umat. Padahal justru sebaliknya, tauhid akan mempersatukan umat. Sungguh namanya saja (tauhid berarti mengesakan, mempersatukan) menunjukkan hal itu.

Adapun orang-orang musyrik yang mengakui tauhid rububiyah, dan bahwa Allah pencipta mereka, mereka mengingkari tauhid uluhiyah dalam berdo'a kepada Allah semata, dengan tidak mau meninggalkan berdo'a kepada wali-wali mereka. Kepada Rasulullah yang mengajak mereka mengesakan Allah dalam ibadah dan do'a, mereka berkata:

"Mengapa dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 5)

Tentang umat-umat terdahulu Allah berfirman:

"Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengata-kan, 'Dia itu adalah seorang tukang sihir atau orang gila.' Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas," (Adz-Dzaariyaat: 52-53)

Di antara sifat kaum musyrikin adalah jika mereka mendengar seruan kepada Allah semata, hati mereka menjadi kesal dan melarikan diri, mereka kufur dan mengingkarinya. Tetapi jika mendengar syirik dan seruan kepada selain Allah, mereka senang dan berseri-seri. Allah menyifati orang-orang musyrik itu dengan firmanNya:

"Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, dan apabila nama sesembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati." (Az-Zumar: 45)

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

"Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah diperseku-tukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar," (Ghaafir: 12)

Ayat-ayat di atas meski ditujukan kepada orang-orang kafir, tetapi bisa juga berlaku bagi setiap orang yang memiliki sifat seperti orang-orang kafir. Misalnya mereka yang mendakwahkan dirinya sebagai orang Islam, tetapi memerangi dan memusuhi seruan tauhid, membuat fitnah dusta kepada mereka, bahkan memberi mereka julukan-julukan yang buruk. Hal itu dimaksudkan untuk menghalangi manusia menerima dakwah mereka, serta menjauhkan manusia dari tauhid yang karena itu Allah mengutus para rasul.

Termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang jika mendengar do'a kepada Allah hatinya tidak khusyu'. Tetapi jika mendengar do'a kepada selain Allah, seperti meminta pertolongan kepada rasul atau para wali, hati mereka menjadi khusyu' dan senang. Sungguh alangkah buruk apa yang mereka kerjakan.

Sumber : AL FIRQOTUN NAAJIYAH, JALAN GOLONGAN YANG SELAMAT
Oleh : Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Macam-Macam Tauhid

Tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wata'ala dengan beribadah kepadaNya semata. Ibadah merupakan tujuan penciptaan alam semesta ini. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

"Dan Aku (Allah) tidah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzaariyaat: 56)

Maksudnya, agar manusia dan jin mengesakan Allah Subhanahu wata'ala dalam beribadah dan mengkhususkan kepadaNya dalam berdo'a.

Tauhid berdasarkan Al-Qur'anul Karim ada tiga macam:

1. TAUHID RUBUBIYAH

Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wata'ala adalah Tuhan & mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal perbuatanNya. Seperti mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya, memberi manfaat, dan lain-lain yang merupakan perbuatan-perbuatan khusus Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang muslim haruslah meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memiliki sekutu dalam RububiyahNya.

Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

"Dan sungguh, jika Kamu bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka', niscaya mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87)

Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari keberadaan Tuhan. Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah.


2. TAUHID ULUHIYAH

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam jenis-jenis peribadatan yang telah disyariatkan. Seperti ; shalat, puasa, zakat, haji, do’a, nadzar, sembelihan, berharap, cemas, takut, dan sebagainya yang tergolong jenis ibadah. Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal-hal tersebut dinamakan Tauhid Uluhiyah ; dan tauhid jenis inilah yang dituntut oleh Allah Subhanhu wa Ta’ala dari hamba-hambaNya. Karena tauhid jenis pertama, yaitu Tauhid Rububiyah, setiap orang (termasuk jin) mengakuinya, sekalipun orang-orang musyrik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala utus Rasulullah kepada mereka. Macam tauhid uluhiyah inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia ( tauhid uluhiyah ) pula yang menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para rasul mereka, sejak Nabi Nuh alaihissalam hingga diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam.

Mereka mayakini Tauhid Rububiyah ini, sebagaimana tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka ?’ niscaya mereka menjawab ‘Allah’. Maka bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)” [Al-Zukhruf : 87]

“Artinya : Katakanlah, ‘Siapakah yang mempunyai tujuh langit dan mempunyai ‘Arsy yang besar ?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ‘Mengapa kamu tidak bertaqwa?” [Al-Mu’minun : 86-87]

Masih banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrik meyakini Tauhid Rububiyah. Akan tetapi, sebenarnya yang dituntut dari mereka adalah mengesakan Allah dalam hal ibadah. Jika mereka mengikrarkan Tauhid Rububiyah, maka hendaknya juga mengakui Tauhid Uluhiyah (ibadah). Sungguh, Rasulullah (diutus untuk)menyeru mereka agar meyakini Tauhid Uluhiyah. Hal ini disebutkan dalam firmanNya Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut, lalu diantara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula orang-orang yang telah dipastikan sesat. Oleh karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul)’ [An-Nahl ; 36]

Dalam banyak suratnya, Al-Qur'anul Karim sering memberikan anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat khusus kepada Allah semata.

Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman,
"Hanya Kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5)

Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu.

Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah,
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka sembahlah Aku." (Thaha: 14)

Setiap rasul menyeru manusia agar meyakini Tauhid Uluhiyah. Adapun Tauhid Rububiyah, karena merupakan fitrah, maka belumlah cukup kalau seseorang hanya meyakini tauhid ini saja

3. TAUHID ASMA' WA SHIFAT

Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diriNya maupun yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; serta meniadakan kekurangan-kekurangan dan aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap diriNya, dan apa yang ditiadakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia) .

Misalnya tentang sifat al-istiwa ' (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad (tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Shallallahu'alaihi wasallam. Allah berfirman,
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11)
Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-hal berikut ini:
Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahirnya (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada makna lain yang batil dan salah. Seperti istawa (bersemayam di tempat yang tinggi) diartikan istaula (menguasai).

Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya. Seperti Allah berada di atas langit, sebagian kelompok yang sesat mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat.

Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah. Misalnya dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy itu begini dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui gambarannya kecuali Allah semata.

Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah turun ke langit, sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul-nya Allah (turunnya Allah) ada dalam riwayat Imam Muslim.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang menafikan tamtsil dan tasybih.

Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-kaif (hal, keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa' misalnya berarti al-'uluw (ketinggian), yang tak seorang pun mengetahui bagaimana dan seberapa ketinggian tersebut kecuali hanya Allah. Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang menganut paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara bersamaan. Pendapat ini bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf seperti Ummu Salamah, Rabi'ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri. Mereka semua sependapat bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertiannya, bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."
Sumber :

[Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan II/17-18. Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 1/I/Ramadhan 4123H Hal. 4-5]
Disalin Dari : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=546&bagian=0

Tidak ada komentar:


review http://mahesakujenar.blogspot.com on alexa.com
free counters

Followers

 
heramkempek © . Template by: SkinCorner. SEO By: Islamic Blogger Template