“ Apabila anda ingin
Allah swt membuka
pintu harapan padamu,
maka lihatlah apa yang
dianugerahkan dariNya
kepadamu. Dan apabila
anda ingin Allah
membuka pintu
kesedihan padamu,
maka lihatlah apa yang
engkau lakukan
bagiNya.
” Harapan dan
kesedihan, adalah dua
hal yang terus
berdampingan. Karena
adanya harapanlah,
seseorang mulai
optimis dan terbuka
masa depannya.
Khususnya masa
depan dengan Sang
Pencipta.
Namun, sepanjang
yang disebut harapan,
semata juga karena
dibuka oleh Allah swt,
berupa kepatuhan dan
ketaatan kita. Apa pun
yang dari Allah swt,
senantiasa membuka
harapan kita, karena
seluruh ketaatan kita,
kebajikan kita,
semuanya dari Allah,
bukan dari diri kita.
Namun juga
sebaliknya, bila kita
mengingat apa yang
ada pada kita berupa
kontra dengan Allah
Swt, kemaksiatan dan
dosa-dosa kita,
pastilah kita akan
sedih dan duka.
Bahkan kalau toh kita
menengok masa lalu
kita, kita tetap saja
sedih, karena apa
yang kita berikan
kepadaNya, tak ada
apa-apanya, apalagi
jika dibanding yang
yang datang dari Allah
swt kepada kita.
Oleh sebab itu beliau
melanjutkan:
“ Kadang-kadang Allah
memberikan makna
guna kepadamu dalam
kelamnya Qobdh
(Genggaman Ilahi yang
mencekam), yang tidak
anda dapatkan
maknanya ketika anda
dalam suasana
kelapangan siang hari
(seperti siang yang
terang).
”
Betapa seringnya kita
raih hikmah-hikmah
yang menghantar kita
untuk taqarrub
kepadanya dibalik
cobaan yang
mencekam, yang kita
tidak dapatkan ketika
kita diberi kelapangan
dada, kemudahan dan
kesehatan dan
murahnya rizki anda.
Disinilah para ‘ arifun
lebih memilih meraih
Qabdhnya Allah
dibanding suasana
lapang dan mudah
dariNya. Sebab betapa
seringnya orang
tergelincir karena
kemudahan dan
kelapangan.
Sedangkan ketika
diberi cobaan, hatinya
remuk redam dalam
sikap ubudiyah
kepadaNya, penuh
rasa hina dina, fakir,
tak berdaya dan lemah.
Senin, 27 Juni 2011
heramkempek
→
artikel
→ Pintu Harapan dan Kesedihan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar