Kedua: Mubah tidak makruh. Demikian pendapat mayoritas Hanafiyyah, Malikiyyah dan riwayat lain dari Al-Imam Ahmad rahimahullahu12, berdalil dengan:
1. Hadits dari Buraidah radhiallahu ‘anhu yang telah disebutkan di atas13.
2. Hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tentang ziarahnya ke kubur saudaranya Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhuma.14
3. Hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha juga yang dikeluarkan Al-Imam Muslim tentang doa ziarah kubur yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah15 ketika ia berkata: “Apa yang aku ucapkan bila menziarahi mereka (penghuni kubur) wahai Rasulullah?”
Beliau mengajarkan: “Katakanlah:
السَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ, يَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ
“Salam sejahtera atas penghuni negeri ini dari kalangan mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang yang belakangan. Insya Allah kami akan menyusul kalian. (HR. Muslim no. 2253, kitab Al-Jana`iz, bab Ma Yuqalu ‘inda Dukhulil Qubur wad Du’a li Ahliha)
4. Hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu , ia berkata:
مَرَّ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ, فَقَالَ: اتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِيْ. قَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّيِ فَإِنَّكَ لَمْ تُصِبْ بِمُصِيْبَتِيْ. وَلَمْ تَعْرِفْهُ. فَقِيْلَ لَهَا: إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِيْنَ, فَقَالَتْ: لَمْ أَعْرِفْكَ. فَقَالَ: إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدَمَةِ (16 الأُولَى
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur, maka Nabi pun menasehati si wanita: ‘Bertakwalah engkau kepada Allah17 dan bersabarlah.’
Wanita itu menjawab dalam keadaan ia belum mengenali siapa yang menasehatinya: “Biarkan aku karena engkau tidak ditimpa musibah seperti musibahku (tidak merasakan musibah yang aku rasakan, -pen.)”
Dikatakanlah kepada si wanita: “Yang menasehatimu adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Wanita itu (terkejut) bergegas mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak didapatinya penjaga pintu di sisi (pintu) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Aku tadi tidak mengenalmu”, katanya menyampaikan uzur.
Nabi bersabda: “Hanyalah kesabaran itu pada goncangan yang pertama.” 18
Ketiga: Haram. Demikian pendapat sebagian pengikut madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanafiyyah, serta pendapat ketiga dari Al-Imam Ahmad19, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Al-’Allamah Ibnul Qayyim, dengan dalil berikut:
1. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِِ
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang banyak berziarah ke kuburan.” (HR. Ahmad 2/337, At-Tirmidzi no. 1056, kitab Al-Jana`iz, bab Ma Ja`a fi Karahiyati Ziyaratil Qubur lin Nisa`, Ibnu Majah no. 1576, kitab Al-Jana`iz, bab Ma Ja`a fin Nahyi ‘an Ziyaratin Nisa` Al-Qubur. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dan Shahih Sunan Ibni Majah, Irwa`ul Ghalil no. 762)
Ada hadits lain yang datang tidak dalam bentuk mubalaghah yaitu hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ….
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita-wanita yang berziarah ke kuburan.”20 (HR. An-Nasa`i no. 2043, kitab Al-Jana`iz, bab At-Taghlizh fit Tikhadzis Suruj ‘alal Qubur)
Namun sanad hadits ini dha’if sebagaimana diterangkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah ketika membawakan hadits no. 225.
2. Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash radhiallahu ‘anhuma berkata: “Kami mengubur mayat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah selesai, Rasulullah kembali pulang dan kami pun pulang bersama beliau. Ketika beliau bersisian dengan pintu rumahnya, beliau berdiri. Tiba-tiba kami melihat ada seorang wanita yang datang dan ternyata dia adalah Fathimah putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bertanya:
مَا أَخْرَجَكِ مِنْ بَيْتِكِ يَا فَاطِمَةُ؟قَالَتْ: أَتَيْتُ أَهْلَ هَذَا الْبَيْتِ, فَتَرَحَّمْتُ إِلَيْهِمْ وَعَزَّيْتُهُمْ بِمَيِّتِهِمْ.قَال: لَعَلَّكِ بَلَغْتِ مَعَهُم الْكُدَى!قَالت: مَعَاذَ اللهِ أَنْ أَكُوْنَ بَلَغْتُهَا, وَقَدْ سَمِعْتُكَ تَذْكُرُ فِي ذلِكَ مَا تَذْكُرُ!
فَقَال لَها: لَوْ بَلَغْتِهَا مَعَهُم مَا رَأَيْتِ الْجَنَّةَ حَتّى يَرَاهَا جَدُّ أَبِيْكِ!
“Apa yang membuatmu keluar dari rumahmu, wahai Fathimah?”
“Ya Rasulullah, aku mendatangi keluarga orang yang meninggal di rumah itu untuk mendoakan rahmat bagi mereka dan menghibur mereka (berta’ziyah),” jawab Fathimah.
“Mungkin engkau sampai ke kuburan bersama mereka,” kata Rasulullah.
“Aku berlindung kepada Allah dari melakukan hal itu. Sungguh aku telah mendengar apa yang engkau sabdakan dalam masalah itu,” jawab Fathimah.
“Seandainya engkau sampai mendatangi kuburan bersama mereka, niscaya engkau tidak akan melihat surga sampai surga itu bisa dilihat oleh kakek ayahmu,” sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. An-Nasa`i no. 1880, kitab Al-Jana`iz, bab An-Na’yu, namun hadits ini dhaif sebagaimana dalam Dha’if Sunan An-Nasa`i).
Yang rajih (kuat) dari perselisihan yang ada, wallahu a’lam, adalah pendapat yang membolehkan ziarah kubur bagi wanita bahkan hukumnya mustahab sebagaimana laki-laki, dengan beberapa alasan yang akan kami bawakan pada edisi mendatang, Insya Allah.
Sabtu, 10 Oktober 2009
heramkempek
→
religare
→ Hukum Ziarah Kubûr bagi Wanita 2
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar