Bismillah
ﻗﺎﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ
ﺻَﺎﻡَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺛُﻢَّ ﺃَﺗْﺒَﻌَﻪُ ﺳِﺘًّﺎ
ﻣﻦ ﺷَﻮَّﺍﻝٍ ﻛﺎﻥ ﻛَﺼِﻴَﺎﻡِ ﺍﻟﺪَّﻫْﺮِ
ﺭَﻭَﺍﻩُ ﻣُﺴْﻠِﻢٌ ( ﻓﻴﻪ ﺩﻻﻟﺔ ﺻﺮﻳﺤﺔ
ﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻰ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﺩﺍﻭﺩ
ﻭﻣﻮﺍﻓﻘﻴﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ
ﺻﻮﻡ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺴﺘﺔ ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ
ﻭﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻳﻜﺮﻩ ﺫﻟﻚ ﻗﺎﻝ
ﻣﺎﻟﻚ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﻃﺄ ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ
ﺃﺣﺪﺍ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳﺼﻮﻣﻬﺎ
ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻓﻴﻜﺮﻩ ﻟﺌﻼ ﻳﻈﻦ ﻭﺟﻮﺑﻪ
ﻭﺩﻟﻴﻞ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻰ ﻭﻣﻮﺍﻓﻘﻴﻪ ﻫﺬﺍ
ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺍﻟﺼﺮﻳﺢ
ﻭﺍﺫﺍ ﺛﺒﺘﺖ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻻ ﺗﺘﺮﻙ
ﻟﺘﺮﻙ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻭ ﺃﻛﺜﺮﻫﻢ
ﺃﻭ ﻛﻠﻬﻢ ﻟﻬﺎ ﻭﻗﻮﻟﻬﻢ ﻗﺪ ﻳﻈﻦ
ﻭﺟﻮﺑﻬﺎ ﻳﻨﺘﻘﺾ ﺑﺼﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ
ﻭﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻮﻡ
ﺍﻟﻤﻨﺪﻭﺏ ﻗﺎﻝ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ
ﻭﺍﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﺗﺼﺎﻡ ﺍﻟﺴﺘﺔ
ﻣﺘﻮﺍﻟﻴﺔ ﻋﻘﺐ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻓﺎﻥ
ﻓﺮﻗﻬﺎ ﺃﻭ ﺃﺧﺮﻫﺎ ﻋﻦ ﺃﻭﺍﺋﻞ
ﺷﻮﺍﻝ ﺇﻟﻰ ﺍﻭﺍﺧﺮﻩ ﺣﺼﻠﺖ
ﻓﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﻤﺘﺎﺑﻌﺔ ﻷﻧﻪ ﻳﺼﺪﻕ
ﺃﻧﻪ ﺃﺗﺒﻌﻪ ﺳﺘﺎ ﻣﻦ ﺷﻮﺍﻝ ﻗﺎﻝ
ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺍﻧﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﻛﺼﻴﺎﻡ
ﺍﻟﺪﻫﺮ ﻻﻥ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﺑﻌﺸﺮ
ﺍﻣﺜﺎﻟﻬﺎ ﻓﺮﻣﻀﺎﻥ ﺑﻌﺸﺮﺓ ﺃﺷﻬﺮ
ﻭﺍﻟﺴﺘﺔ ﺑﺸﻬﺮﻳﻦ ﻭﻗﺪ ﺟﺎﺀ ﻫﺬﺍ
ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﺮﻓﻮﻉ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ
ﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭ ﺳﻠﻢ ) ﺳﺘﺎ ﻣﻦ ﺷﻮﺍﻝ (
ﺻﺤﻴﺢ ﻭﻟﻮ ﻗﺎﻝ ﺳﺘﺔ ﺑﺎﻟﻬﺎﺀ ﺟﺎﺯ
ﺃﻳﻀﺎ ﻗﺎﻝ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻳﻘﺎﻝ
ﺻﻤﻨﺎ ﺧﻤﺴﺎ ﻭﺳﺘﺎ
)
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim)
Dalil ini yang dibuat pijakan kuat madzhab syafi’i, Ahmad Bin Hanbal dan Abu Daud tentang kesunahan menjalankan puasa 6 hari dibulan syawal, sedang Abu Hanifah memakruhkan menjalaninya dengan argument agar tidak memberi prasangka akan wajibnya puasa tersebut. Para pengikut kalangan Syafi’i menilai yang lebih utama menjalaninya berurutan secara terus-menerus (mulai hari kedua syawal) namun andaikan dilakukan dengan dipisah-pisah atau dilakukan diakhir bulan syawal pun juga masih mendapatkan keutamaan sebagaimana hadits diatas.
Ulama berkata “alasan menyamainya puasa setahun penuh berdasarkan bahwa satu kebaikan menyamai sepuluh kebaikan, dengan demikian bulan ramadhan menyamai sepuluh bulan lain (1bulanx10=10 bulan) dan 6 hari dibulan syawal menyamai dua bulan lainnya (6x10=60=2 bulan). Syarh nawaawi ‘ala Muslim VIII/56
PUASA SYAWAL bersamaan QODHO PUASA
Diperbolehkan menggabung niat puasa 6 hari bulan syawal dengan qadha ramadhan menurut Imam Romli dan keduanya mendapatkan pahala. Sedangkan menurut Abu Makhromah tidak mendapatkan pahala keduanya bahkan tidak sah.
ﻗﺎﻝ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﻛﺸﻴﺨﻪ ﻭﺍﻟﺬﻱ
ﻳﺘﺠﻪ ﺃﻥ ﺍﻟﻘﺼﺪ ﻭﺟﻮﺩ ﺻﻮﻡ
ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻬﻲ ﻛﺎﻟﺘﺤﻴﺔ ﻓﺈﻥ ﻧﻮﻯ
ﺍﻟﺘﻄﻮﻉ ﺃﻳﻀﺎ ﺣﺼﻼ ﻭﺇﻻ
ﺳﻘﻂ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻄﻠﺐ
) ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻛﺎﻟﺘﺤﻴﺔ ( ﺃﻱ ﻓﺈﻧﻬﺎ
ﺗﺤﺼﻞ ﺑﻔﺮﺽ ﺃﻭ ﻧﻔﻞ ﻏﻴﺮﻫﺎ
ﻷﻥ ﺍﻟﻘﺼﺪ ﺷﻐﻞ ﺍﻟﺒﻘﻌﺔ
ﺑﺎﻟﻄﺎﻋﺔ ﻭﻗﺪ ﻭﺟﺪﺕ ) ﻗﻮﻟﻪ ﻓﺈﻥ
ﻧﻮﻯ ﺍﻟﺘﻄﻮﻉ ﺃﻳﻀﺎ ( ﺃﻱ ﻛﻤﺎ
ﺃﻧﻪ ﻧﻮﻯ ﺍﻟﻔﺮﺽ ) ﻭﻗﻮﻟﻪ
ﺣﺼﻼ ( ﺃﻱ ﺍﻟﺘﻄﻮﻉ ﻭﺍﻟﻔﺮﺽ
ﺃﻱ ﺛﻮﺍﺑﻬﻤﺎ ) ﻗﻮﻟﻪ ﻭﺇﻻ ( ﺃﻱ
ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻨﻮ ﺍﻟﺘﻄﻮﻉ ﺑﻞ ﻧﻮﻯ
ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻓﻘﻂ ) ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺳﻘﻂ
ﻋﻨﻪ ﺍﻟﻄﻠﺐ ( ﺃﻱ ﺑﺎﻟﺘﻄﻮﻉ
ﻻﻧﺪﺭﺍﺟﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻔﺮﺽ
“Berkata Guru kami seperti guru beliau : Pendapat yang memiliki wajah penyengajaan dalam niat (dalam masalah ini) adalah adanya puasa didalamnya maka sama seperti shalat tahiyyat masjid bila diniati kesunahan kedua-duanya juga mendapatkan pahala, bila tidak diniati maka gugur tuntutannya” (Keterangan seperti shalat tahiyyat masjid) artinya shalat tahiyyah bisa berhasil ia dapatkan saat ia menjalani kewajiaban shalat fardhu atau sunah lainnya karena tujuan niat (dalam shalat tahiyyah masjid) adalah terdapatnya aktifitas ibadah di masjid dan ini sudah terjadi. (Keterangan diniati kesunahan) sama halnya saat ia niati ibadah fardhu (Keterangan kedua-duanya juga mendapatkan) artinya mendapatkan pahala puasa sunah dan puasa fardhu (Keterangan bila tidak ia niati) artinya ia tidak niat puasa sunah tapi hanya niat puasa fardhu saja (Keterangan maka gugur tuntutannya) artinya tuntutan puasa sunnahnya karena telah tercakup dalam puasa fardhu. I’aanah at-Thoolibiin II/271
( ﻣﺴﺄﻟﺔ : ﻙ :( ﻇﺎﻫﺮ ﺣﺪﻳﺚ :
» ﻭﺃﺗﺒﻌﻪ ﺳﺘﺎً ﻣﻦ ﺷﻮّﺍﻝ «
ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﻋﺪﻡ
ﺣﺼﻮﻝ ﺍﻟﺴﺖ ﺇﺫﺍ ﻧﻮﺍﻫﺎ ﻣﻊ
ﻗﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ، ﻟﻜﻦ ﺻﺮﺡ ﺍﺑﻦ
ﺣﺠﺮ ﺑﺤﺼﻮﻝ ﺃﺻﻞ ﺍﻟﺜﻮﺍﺏ
ﻹﻛﻤﺎﻟﻪ ﺇﺫﺍ ﻧﻮﺍﻫﺎ ﻛﻐﻴﺮﻫﺎ ﻣﻦ
ﻋﺮﻓﺔ ﻭﻋﺎﺷﻮﺭﺍﺀ ، ﺑﻞ ﺭﺟﺢ ) ﻡ ﺭ (
ﺣﺼﻮﻝ ﺃﺻﻞ ﺛﻮﺍﺏ ﺳﺎﺋﺮ
ﺍﻟﺘﻄﻮﻋﺎﺕ ﻣﻊ ﺍﻟﻔﺮﺽ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ
ﻳﻨﻮﻫﺎ ، ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺼﺮﻓﻪ ﻋﻨﻬﺎ
ﺻﺎﺭﻑ ، ﻛﺄﻥ ﻗﻀﻰ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻓﻲ
ﺷﻮّﺍﻝ ، ﻭﻗﺼﺪ ﻗﻀﺎﺀ ﺍﻟﺴﺖ ﻣﻦ
ﺫﻱ ﺍﻟﻘﻌﺪﺓ ، ﻭﻳﺴﻦّ ﺻﻮﻡ ﺍﻟﺴﺖ
ﻭﺇﻥ ﺃﻓﻄﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻫـ . ﻗﻠﺖ :
ﻭﺍﻋﺘﻤﺪ ﺃﺑﻮ ﻣﺨﺮﻣﺔ ﺗﺒﻌﺎً
ﻟﻠﺴﻤﻬﻮﺩﻱ ﻋﺪﻡ ﺣﺼﻮﻝ ﻭﺍﺣﺪ
ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺇﺫﺍ ﻧﻮﺍﻫﻤﺎ ﻣﻌﺎً ، ﻛﻤﺎ ﻟﻮ
ﻧﻮﻯ ﺍﻟﻈﻬﺮ ﻭﺳﻨﺘﻬﺎ ، ﺑﻞ ﺭﺟﺢ
ﺃﺑﻮ ﻣﺨﺮﻣﺔ ﻋﺪﻡ ﺻﺤﺔ ﺻﻮﻡ
ﺍﻟﺴﺖ ﻟﻤﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ
ﻣﻄﻠﻘً
nabi saw bersabda, "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim) Bila melihat Dzohirnya hadits seolah memberi pengertian tidak terjadinya kesunahan 6 hari bulan syawal saat ia niati bersamaan dengan qadha ramadhan namun Ibn Hajar menjelaskan mendapatkan kesunahan dan pahalanya bila ia niati sama seperti puasa-puasa sunah lainnya seperti puasa hari arafah dan asyura bahkan Imam Romli mengunggulkan pendapat terjadinya pahala ibadah-ibadah sunah lainnya yang dilakukan bersamaan ibadah fardhu meskipun tidak ia niati selama tidak terbelokkan arah ibadahnya seperti ia niat puasa qadha ramadhan dibulan syawal dan ia niati... Lanjut kebawah ^_^
PUASA 6 hari Bulan SYAWAL
Label:
artikel
4 komentar:
sekalian puasa qadha 6 hari dibulan dzil hijjah (maka tidak ia dapati kesunahan puasa syawalnya).
Disunahkan menjalankan puasa 6 hari dibulan syawal meskipun ia memiliki tanggungan qadha karena ia menjalani berbuka puasa dibulan ramadhannya.
Abu Makhromah dengan mengikuti pendapat al-Mashudi berkeyakinan tidak dapatnya pahala keduanya bila ia niati keduanya bersamaan seperti saat ia niat shalat dhuhur dan shalat sunah dhuhur, bahkan Abu Makhromah menyatakan tidak sahnya puasa 6 hari bulan syawal bagi yang memiliki tanggungan Qadha puasa ramadhan secara muthlak. Bughyah al-Mustarsyidiin Hal. 113-114
QADHA PUASA karena RAGU-RAGU
Diharamkan menjalankan puasa dengan niat QADHA dengan alasan karena ihtiyaath (hati-hati) selama ia yakin atau memiliki sangkaan kuat tidak memiliki tanggungan mengqadha puasa ramadhan dan boleh menjalaninya bila ia ragu-ragu.k ia dapati kesunahan puasa syawalnya).
Disunahkan menjalankan puasa 6 hari dibulan syawal meskipun ia memiliki tanggungan qadha karena ia menjalani berbuka puasa dibulan ramadhannya.
Abu Makhromah dengan mengikuti pendapat al-Mashudi berkeyakinan tidak dapatnya pahala keduanya bila ia niati keduanya bersamaan seperti saat ia niat shalat dhuhur dan shalat sunah dhuhur, bahkan Abu Makhromah menyatakan tidak sahnya puasa 6 hari bulan syawal bagi yang memiliki tanggungan Qadha puasa ramadhan secara muthlak. Bughyah al-Mustarsyidiin Hal. 113-114
QADHA PUASA karena RAGU-RAGU
Diharamkan menjalankan puasa dengan niat QADHA dengan alasan karena ihtiyaath (hati-hati) selama ia yakin atau memiliki sangkaan kuat tidak memiliki tanggungan mengqadha puasa ramadhan dan boleh menjalaninya bila ia ragu-ragu.
ﻓﻤﻦ ﺗﻴﻘﻦ ﺍﻭ ﻇﻦ ﻋﺪﻡ ﻭﺟﻮﺏ
ﻗﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻴﺤﺮﻡ
ﻋﻠﻴﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻟﻠﺘﻼﻋﺐ ﻭﻣﻦ
ﺷﻚ ﻓﻠﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﺍﻥ ﻛﺎﻥ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻻ ﻓﺎﻟﺘﻄﻮﻉ
Barangsiapa yakin atau memiliki sangkaan kuat tidak memiliki kewajiban mengqadha puasa ramadhan maka haram baginya puasa dengan diniati qadha karena sama halnya dngan mempermainkan ibadah, namun barangsiapa ragu-ragu diperbolehkan dengan niat puasa qadha bila memiliki tanggungan qadha dan puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan. Ahkaam al-Fuqahaa II/29
ﻭَﻳُﺆْﺧَﺬُ ﻣﻦ ﻣَﺴْﺄَﻟَﺔِ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮﺀِ
ﻫﺬﻩ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟﻮ ﺷَﻚَّ ﺃَﻥَّ ﻋﻠﻴﻪ ﻗَﻀَﺎﺀً
ﻣَﺜَﻠًﺎ ﻓَﻨَﻮَﺍﻩُ ﺇﻥْ ﻛﺎﻥ ﻭَﺇِﻟَّﺎ
ﻓَﺘَﻄَﻮُّﻉ ٌ ﺻَﺤَّﺖْ ﻧِﻴَّﺘُﻪُ ﺃَﻳْﻀًﺎ
ﻭَﺣَﺼَﻞَ ﻟﻪ ﺍﻟْﻘَﻀَﺎﺀُ ﺑِﺘَﻘْﺪِﻳﺮ
ِ
ﻭُﺟُﻮﺩِﻩِ ﺑَﻞْ ﻭَﺇِﻥْ ﺑَﺎﻥَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭَﺇِﻟَّﺎ ﺣَﺼَﻞَ ﻟﻪ ﺍﻟﺘَّﻄَﻮُّﻉُ
Dapat diambil kesimpulan dari masalah qodho ini, sesungghnya bila seseorang ragu-ragu atas kewajiban mengqadha baginya kemudian puasaﻓﻤﻦ ﺗﻴﻘﻦ ﺍﻭ ﻇﻦ ﻋﺪﻡ ﻭﺟﻮﺏ
ﻗﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻴﺤﺮﻡ
ﻋﻠﻴﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻟﻠﺘﻼﻋﺐ ﻭﻣﻦ
ﺷﻚ ﻓﻠﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﺍﻥ ﻛﺎﻥ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻻ ﻓﺎﻟﺘﻄﻮﻉ
Barangsiapa yakin atau memiliki sangkaan kuat tidak memiliki kewajiban mengqadha puasa ramadhan maka haram baginya puasa dengan diniati qadha karena sama halnya dngan mempermainkan ibadah, namun barangsiapa ragu-ragu diperbolehkan dengan niat puasa qadha bila memiliki tanggungan qadha dan puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan. Ahkaam al-Fuqahaa II/29
ﻭَﻳُﺆْﺧَﺬُ ﻣﻦ ﻣَﺴْﺄَﻟَﺔِ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮﺀِ
ﻫﺬﻩ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟﻮ ﺷَﻚَّ ﺃَﻥَّ ﻋﻠﻴﻪ ﻗَﻀَﺎﺀً
ﻣَﺜَﻠًﺎ ﻓَﻨَﻮَﺍﻩُ ﺇﻥْ ﻛﺎﻥ ﻭَﺇِﻟَّﺎ
ﻓَﺘَﻄَﻮُّﻉ ٌ ﺻَﺤَّﺖْ ﻧِﻴَّﺘُﻪُ ﺃَﻳْﻀًﺎ
ﻭَﺣَﺼَﻞَ ﻟﻪ ﺍﻟْﻘَﻀَﺎﺀُ ﺑِﺘَﻘْﺪِﻳﺮ
ِ
ﻭُﺟُﻮﺩِﻩِ ﺑَﻞْ ﻭَﺇِﻥْ ﺑَﺎﻥَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭَﺇِﻟَّﺎ ﺣَﺼَﻞَ ﻟﻪ ﺍﻟﺘَّﻄَﻮُّﻉُ
Dapat diambil kesimpulan dari masalah qodho ini, sesungghnya bila seseorang ragu-ragu atas kewajiban mengqadha baginya kemudian puasa
dengan niat mengqadhainya bila ada tanggungan dan niat puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan maka juga sah niatnya dan qadha puasanya juga terjadi bila memang tanggungan tersebut diperkirakan terdapat padanya bahkan andai telah nyata sekalipun baginya namun bila ia tidak memiliki tanggungan, puasanya menjadi puasa sunnah. Fataawy al-Fqhiyyah al-Kubraa II/90.
Semoga bermanfaat ^_^
oleh : ust. Budi Sandjayadengan niat mengqadhainya bila ada tanggungan dan niat puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan maka juga sah niatnya dan qadha puasanya juga terjadi bila memang tanggungan tersebut diperkirakan terdapat padanya bahkan andai telah nyata sekalipun baginya namun bila ia tidak memiliki tanggungan, puasanya menjadi puasa sunnah. Fataawy al-Fqhiyyah al-Kubraa II/90.
Semoga bermanfaat ^_^
oleh : ust. Budi Sandjaya
Sekalian puasa qadha 6 hari dibulan dzil hijjah (maka tidak ia dapati kesunahan puasa syawalnya).
Disunahkan menjalankan puasa 6 hari dibulan syawal meskipun ia memiliki tanggungan qadha karena ia menjalani berbuka puasa dibulan ramadhannya.
Abu Makhromah dengan mengikuti pendapat al-Mashudi berkeyakinan tidak dapatnya pahala keduanya bila ia niati keduanya bersamaan seperti saat ia niat shalat dhuhur dan shalat sunah dhuhur, bahkan Abu Makhromah menyatakan tidak sahnya puasa 6 hari bulan syawal bagi yang memiliki tanggungan Qadha puasa ramadhan secara muthlak. Bughyah al-Mustarsyidiin Hal. 113-114
QADHA PUASA karena RAGU-RAGU
Diharamkan menjalankan puasa dengan niat QADHA dengan alasan karena ihtiyaath (hati-hati) selama ia yakin atau memiliki sangkaan kuat tidak memiliki tanggungan mengqadha puasa ramadhan dan boleh menjalaninya bila ia ragu-ragu.
ﻓﻤﻦ ﺗﻴﻘﻦ ﺍﻭ ﻇﻦ ﻋﺪﻡ ﻭﺟﻮﺏﻗﻀﺎﺀ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻴﺤﺮﻡ
ﻋﻠﻴﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻟﻠﺘﻼﻋﺐ ﻭﻣﻦ
ﺷﻚ ﻓﻠﻪ ﻧﻴﺔ ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﺍﻥ ﻛﺎﻥ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﻻ ﻓﺎﻟﺘﻄﻮﻉ
Barangsiapa yakin atau memiliki sangkaan kuat tidak memiliki kewajiban mengqadha puasa ramadhan maka haram baginya puasa dengan diniati qadha karena sama halnya dngan mempermainkan ibadah, namun barangsiapa ragu-ragu diperbolehkan dengan niat puasa qadha bila memiliki tanggungan qadha dan puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan. Ahkaam al-Fuqahaa II/29
ﻭَﻳُﺆْﺧَﺬُ ﻣﻦ ﻣَﺴْﺄَﻟَﺔِ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮﺀِﻫﺬﻩ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟﻮ ﺷَﻚَّ ﺃَﻥَّ ﻋﻠﻴﻪ ﻗَﻀَﺎﺀً
ﻣَﺜَﻠًﺎ ﻓَﻨَﻮَﺍﻩُ ﺇﻥْ ﻛﺎﻥ ﻭَﺇِﻟَّﺎﻓَﺘَﻄَﻮُّﻉ ٌ ﺻَﺤَّﺖْ ﻧِﻴَّﺘُﻪُ ﺃَﻳْﻀًﺎ
ﻭَﺣَﺼَﻞَ ﻟﻪ ﺍﻟْﻘَﻀَﺎﺀُ ﺑِﺘَﻘْﺪِﻳﺮِ
ﻭُﺟُﻮﺩِﻩِ ﺑَﻞْ ﻭَﺇِﻥْ ﺑَﺎﻥَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻋﻠﻴﻪﻭَﺇِﻟَّﺎ ﺣَﺼَﻞَ ﻟﻪ ﺍﻟﺘَّﻄَﻮُّﻉُ
Dapat diambil kesimpulan dari masalah qodho ini, sesungghnya bila seseorang ragu-ragu atas kewajiban mengqadha baginya kemudian puasa dengan niat mengqadhainya bila ada tanggungan dan niat puasa sunnah bila tidak memiliki tanggungan maka juga sah niatnya dan qadha puasanya juga terjadi bila memang tanggungan tersebut diperkirakan terdapat padanya bahkan andai telah nyata sekalipun baginya namun bila ia tidak memiliki tanggungan, puasanya menjadi puasa sunnah. Fataawy al-Fqhiyyah al-Kubraa II/90.
Semoga bermanfaat.
Oleh : ust. Budi Sandjaya
Posting Komentar