adalah mengeraskan suara ketika dzikir setelah selesai menunaikan shalat
fardlu berjama'ah.
و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي
حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ قَالَ كَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ
يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ حِينَ يُسَلِّمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ
الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ وَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و
حَدَّثَنَاه أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ
سُلَيْمَانَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ مَوْلًى
لَهُمْ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ يُهَلِّلُ دُبُرَ كُلِّ
صَلَاةٍ بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ نُمَيْرٍ وَقَالَ فِي آخِرِهِ ثُمَّ يَقُولُ
ابْنُ الزُّبَيْرِ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُهَلِّلُ بِهِنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ و حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنَا
الْحَجَّاجُ بْنُ أَبِي عُثْمَانَ حَدَّثَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ قَالَ
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ يَخْطُبُ عَلَى هَذَا الْمِنْبَرِ
وَهُوَ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ أَوْ الصَّلَوَاتِ فَذَكَرَ
بِمِثْلِ حَدِيثِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ
الْمُرَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَالِمٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ أَنَّ أَبَا
الزُّبَيْرِ الْمَكِّيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
الزُّبَيْرِ وَهُوَ يَقُولُ فِي إِثْرِ الصَّلَاةِ إِذَا سَلَّمَ بِمِثْلِ
حَدِيثِهِمَا وَقَالَ فِي آخِرِهِ وَكَانَ يَذْكُرُ ذَلِكَ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Telah menceritakan kepada kami *Muhammad bin Abdullah bin Numair* telah
menceritakan kepada kami *ayahku* telah menceritakan kepada kami *Hisyam*dari
*Abu Zubair* katanya; Seusai shalat setelah salam, *Ibn Zubair* sering
memanjatkan do'a; LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL
MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA 'ALAA KULLI SYAI'IN QADIIR, LAA HAULA WALAA
QUWWATA ILLAA BILLAAH, LAA-ILAAHA ILALLAAH WALAA NA'BUDU ILLAA IYYAAH,
LAHUN NI'MATU WALAHUL FADHLU WALAHUTS TSANAA'UL HASAN, LAA-ILAAHA ILLALLAAH
MUKHLISIHIINA LAHUD DIINA WALAU KARIHAL KAAFIRUUNA. (Tiada sesembahan yang
hak selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya selaga puji
dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Daya dan kekuatan selain
dengan pertolongan Allah. Tiada sesembahan yang hak selain Allah, dan Kami
tidak beribadah selain kepada-Nya, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya,
hanya bagi-Nya ketundukan, sekalipun orang-orang kafir tidak
menyukai). *Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam selalu mengeraskan suara dengan kalimat ini
setiap selesai shalat*. Dan telah menceritakan kepada kami *Abu Bakr bin
Abu Syaibah* telah menceritakan kepada kami *'Abdah bin Abu Sulaiman*
dari *Hisyam
bin 'Urwah* dari *Abu Zubair* mantan budak mereka, bahwa *Abdullah bin
Zubair* biasa bertahlil sehabis shalat dengan seperti hadis Ibnu Numair,
dan di akhir beliau berkata; Kemudian Ibnu Zubair mengatakan; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengeraskan suaranya dengan kalimat ini
sehabis shalat. Dan telah menceritakan kepadaku *Ya'kub bin Ibrahim Ad
Dauraqi* telah menceritakan kepada kami *Ibn 'Ulayyah* telah menceritakan
kepada kami *Al Hajjaj bin Abu Usman* telah menceritakan kepadaku *Abu
Zubair* katanya; Aku mendengar *Abdullah bin Zubair* berkhutbah diatas
mimbar ini seraya berkata; Apabila Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam
selesai salam yaitu sehabis shalat, atau beberapa shalat… lalu ia
menyebutkan seperti hadis Hisyam bin 'Urwah. Dan telah menceritakan
kepadaku *Muhammad bin Salamah Al Muradi* telah menceritakan kepada
kami *Abdullah
bin Wahb* dari *Yahya bin Abdullah bin Salim* dari *Musa bin 'Uqbah*, bahwa
*Abu Az Zubair Al Makki* menceritakan bahwa ia mendengar *Abdulah bin Zubair
* mengatakan; Yaitu Seusai shalat setelah mengucapkan salam, seperti hadis
keduanya. Dan ia katakan di akhir haditsnya; Abu Zubair selalu membaca
bacaan ini dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (HR Muslim 935)
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ
أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا مَعْبَدٍ
مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ
النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا
بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُه. .
Telah menceritakan kepada kami *Ishaq bin Nashir* berkata, telah
menceritakan kepada kami *Abdurrazaq* berkata, telah mengabarkan kepada
kami *Ibnu Juraij* berkata, telah mengabarkan kepadaku *'Amru* bahwa *Abu
Ma'bad* mantan budak Ibnu 'Abbas, mengabarkan kepadanya bahwa *Ibnu
'Abbas*radliallahu 'anhuma mengabarkan kepadanya, bahwa mengeraskan
suara dalam
berdzikir setelah orang selesai menunaikah shalat fardlu terjadi di zaman
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ibnu 'Abbas mengatakan, Aku mengetahui
bahwa mereka telah selesai dari shalat itu karena aku mendengarnya. (HR
Bukhari 796)
Ada yang berpendapat bahwa dzikir dengan mengeraskan suara telah
ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena pada waktu
itu Beliau melakukannya untuk tujuan pengajaran kepada makmum. Padahal
yang ditinggalkan oleh Rasulullah adalah mengeraskan suara pada
do'a iftitah atau pada sholat berjamaah ketika sholat dzuhur dan ashar.
Ada yang berpendapat bahwa dizkir dengan mengeraskan surara telah dilarang
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atas pemahaman mereka pada
hadits diriwayatkan Abu Musa Al-Asy'ari yang terdapat dalam Shahihain yang
menceritakan perjalanan para shahabat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Abu Musa berkata : Jika kami menuruni lembah maka kami bertasbih
dan jika kami mendaki tempat yang tinggi maka kami bertakbir. Dan kamipun
mengeraskan suara-suara dzikir kami. Maka berkata Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam yang artinya : "*Wahai sekalian manusia, berlaku baiklah kepada
diri kalian sendiri. Sesungguhnya yang kalian seru itu tidaklah tuli dan
tidak pula ghaib. Sesunguhnya kalian berdo'a kepada Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat, yang lebih dekat dengan kalian daripada leher tunggangan
kalian sendiri*"
Larangan ini adalah larangan terhadap para Sahabat karena mereka memang
terlampau mengeraskan suara ketika mendaki tempat yang tinggi.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ
أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ
الظُّهْرَ أَرْبَعًا وَالْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ
وَسَمِعْتُهُمْ يَصْرُخُونَ بِهِمَا جَمِيعًا .
Telah menceritakan kepada kami *Sulaiman bin Harb* telah menceritakan
kepada kami *Hammad bin Zaid* dari *Ayyub* dari *Abu Qalabah* dari *Anas
radliallahu 'anhu* berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan
shalat Zhuhur di Madinah empat raka'at dan shalat 'Ashar di Dzul Hulaifah
dua raka'at. Dan aku mendengar mereka melakukan talbiyah dengan mengeraskan
suara mereka pada keduanya (hajji dan 'umrah). (HR Bukhari 1447)
Bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada mengeraskan suara sambil
menyenandungkannya
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْقُلُ التُّرَابَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ
حَتَّى أَغْمَرَ بَطْنَهُ أَوْ اغْبَرَّ بَطْنُهُ يَقُولُ وَاللَّهِ لَوْلَا
اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا تَصَدَّقْنَا وَلَا صَلَّيْنَا فَأَنْزِلَنْ
سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتْ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا إِنَّ الْأُلَى
قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا وَرَفَعَ بِهَا
صَوْتَهُ أَبَيْنَا أَبَيْنَا . .
Telah menceritakan kepada kami *Muslim bin Ibrahim* telah menceritakan
kepada kami *Syu'bah* dari *Abu Ishaq* dari *Al Barra`* radliallahu 'anhu
dia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ikut mengangkuti tanah pada
perang Khandaq, hingga perutnya penuh debu -atau perutnya berdebu-, beliau
bersabda: '*Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan
mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan
shalat, maka turunkanlah ketenangan kepada kami, serta kokohkan kaki-kaki
kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah
berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka
kami menolaknya*.' Beliau menyenandungkan itu sambil mengeraskan suaranya."
(HR Bukhari 3795)
Jadi yang dilarang adalah suara yang benar-benar terlampau keras sehingga
berdzikirnya tidak menghadirkan hati (Hudlurul Qalbi).
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ حَدَّثَنَا أَبُو
بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا
تُخَافِتْ بِهَا } قَالَ نَزَلَتْ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مُخْتَفٍ بِمَكَّةَ كَانَ إِذَا صَلَّى بِأَصْحَابِهِ رَفَعَ
صَوْتَهُ بِالْقُرْآنِ فَإِذَا سَمِعَهُ الْمُشْرِكُونَ سَبُّوا الْقُرْآنَ
وَمَنْ أَنْزَلَهُ وَمَنْ جَاءَ بِهِ فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى لِنَبِيِّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ } أَيْ
بِقِرَاءَتِكَ فَيَسْمَعَ الْمُشْرِكُونَ فَيَسُبُّوا الْقُرْآنَ { وَلَا
تُخَافِتْ بِهَا } عَنْ أَصْحَابِكَ فَلَا تُسْمِعُهُمْ { وَابْتَغِ بَيْنَ
ذَلِكَ سَبِيلًا } .
Telah menceritakan kepada kami *Ya'qub bin Ibrahim* Telah menceritakan
kepada kami *Husyaim* Telah menceritakan kepada kami *Abu Bisyr* dari *Sa'id
bin Jubair* dari *Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma* mengenai firman Allah:
dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula
merendahkannya…, (Al Israa: 110).
Ibnu Abbas berkata; ayat ini turun ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam sembunyi-sembunyi di Makkah.
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bila mengimami shalat para sahabatnya,
beliau mengeraskannya saat membaca al Qur`an. Tatkala orang-orang musyrik
mendengarkan hal itu, mereka mencela al Qur`an, mencela yang menurunkannya
dan yang membawakannya. Maka Allah Azza Wa Jalla berfirman kepada NabiNya: (
*"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu*") maksudnya adalah
dalam bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya dan mereka mencela
al Qu`ran dan: Dan janganlah pula merendahkannya dari para sahabatmu
sehingga mereka tidak dapat mendengarkan dan mengambil Al Qu`ran darimu
dan: Maka carilah jalan tengah di antara kedua itu. (HR Bukhari 4353)
Selain itu larangan mengeraskan suara dalam berdoa adalah dalam makna majaz
(kiasan). Seperti contohnya
"*Ya Rabb kabulkanlah doa kami, paling lambat esok hari*" atau doa-doa yang
pada hakikatnya "mengajarkan" Tuhan sesuai keinginan si pendoa atau bahkan
"mendesak" Tuhan untuk mengikuti keinginan si pendoa. Doa-doa seperti itu
walaupun diucapkan lirih ataupun diucapkan dalam hati tetaplah termasuk
keras dalam berdoa.
Dzikir dengan suara dikeraskan tentulah dalam satu komando, kalau tidak
tentu akan timbul kebisingan atau kegaduhan. Apalagi setiap orang berdzikir
dengan suara dikeraskan dengan untaian dzikir sesuai keinginan
masing-masing tentulah berakibat kebisingan atau kegaduhan.
Sebaiknyalah makmum mengikuti bacaan dzikir yang dipimpin oleh imam dan
ketika bagian doa cukup meng-amin-kan saja.
Manfaat zikir berjama'ah adalah kerjasama dalam kebaikan. Salah satu yang
hadir dapat "menghantarkan" dzikir sampai (wushul) kepada Allah ta'ala maka
seluruh yang hadir akan mendapatkan manfaat termasuk mereka yang hadir
sekedar duduk saja.
Dalam sebuah hadits qudsi Abu Hurairah ra meriwayatkan,
Telah menceritakan kepada kami *Muhammad bin Hatim bin Maimun* telah
menceritakan kepada kami *Bahz* telah menceritakan kepada kami
*Wuhaib*telah menceritakan kepada kami
*Suhail* dari *bapaknya* dari *Abu Hurairah* dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam beliau bersabda: 'Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci dan Maha
Tinggi mempunyai beberapa malaikat yang terus berkeliling mencari majelis
dzikir. Apabila mereka telah menemukan majelis dzikir tersebut, maka mereka
terus duduk di situ dengan menyelimutkan sayap sesama mereka hingga
memenuhi ruang antara mereka dan langit yang paling bawah. Apabila majelis
dzikir itu telah usai, maka mereka juga berpisah dan naik ke langit.'
Kemudian Rasulullah meneruskan sabdanya: 'Selanjutnya mereka ditanya Allah
Subhanahu wa Ta'ala, Dzat Yang sebenarnya Maha Tahu tentang mereka: 'Kalian
datang dari mana? ' Mereka menjawab; 'Kami datang dari sisi hamba-hamba-Mu
di bumi yang selalu bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memohon kepada-Mu
ya Allah.' Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apa yang mereka minta?
' Para malaikat menjawab; 'Mereka memohon surga-Mu ya Allah.' Allah
Subhanahu wa Ta'ala bertanya lagi: 'Apakah mereka pernah melihat surga-Ku?
' Para malaikat menjawab; 'Belum. Mereka belum pernah melihatnya ya Allah.'
Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata: 'Bagaimana seandainya mereka pernah
melihat surga-Ku? ' Para malaikat berkata; 'Mereka juga memohon
perlindungan kepada-Mu ya Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala balik bertanya:
'Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku? ' Para malaikat menjawab;
'Mereka meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka-Mu ya Allah.' Allah
Subhanahu wa Ta'ala bertanya: 'Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku? '
Para malaikat menjawab; 'Belum. Mereka belum pernah melihat neraka-Mu ya
Allah.' Allah Subhanahu wa Ta'ala berkata: 'Bagaimana seandainya mereka
pernah melihat neraka-Ku? ' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, sepertinya
mereka juga memohon ampun (beristighfar) kepada-Mu? ' Maka Allah Subhanahu
wa Ta'ala menjawab: 'Ketahuilah hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku
telah mengampuni mereka, memberikan apa yang mereka minta, dan melindungi
mereka dari neraka.' Para malaikat berkata; 'Ya Allah, di dalam majelis
mereka itu ada seorang hamba yang berdosa dan kebetulan hanya lewat lalu
duduk bersama mereka.' Maka Allah menjawab: 'Ketahuilah bahwa sesungguhnya
Aku akan mengampuni orang tersebut. Sesungguhnya mereka itu adalah suatu
kaum yang teman duduknya tak bakalan celaka karena mereka. (HR Muslim 4854)
Ironis, segelintir kaum muslim berpegang pada fatwa yang dikeluarkan oleh
ulama mereka seperti contohnya yang tercantum pada
http://almanhaj.or.id/content/1501/slash/0
Ulama mereka tersebut termasuk ulama yang mengaku-aku mengikuti Salafush
sholeh namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh dan tidak
juga bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang mengikuti Imam Mazhab yang
empat. Kita tahu Imam Mazhab yang empat bertalaqqi (mengaji) dengan
Salafush Sholeh.
Ulama besar Syria, Dr. Said Ramadhan Al-Buthy berdiskusi dengan ulama
mereka tersebut dan kemudian kesimpulan diskusi dituliskan dalam sebuah
buku yang berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid'atin Tuhaddidu
As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira
makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid'ah Paling Gawat Yang
Menghancurkan Syariat Islam. Ulasan tentang buku Beliau ada dalam tulisan
pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/
Ulama mereka tersebut selain tidak mengikuti Imam Mazhab yang empat, juga
meninggalkan apa yang telah dikerjakan atau dicontohkan oleh para Habib ,
keturunan cucu Rasulullah yang mendapatkan pengajaran agama dari orang
tua-orang tua mereka yang tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang
mendapatkan pengajaran langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Bahkan salah satu keturunan cucu Rasulullah mengatakan dalam tulisannya
pada
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9bahwa
beliau sebenarnya tak suka bicara mengenai ini (menyampaikannya),
namun beliau memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar