Adanya upaya untuk membelokan kalimat yang menjadi pondasi/dasar sekaligus pintu masuknya seseorang kedalam dinul Islam yaitu syahadat, selayaknya menjadi bahasan penting untuk saat ini. Walaupun apa yang selama ini saya sampaikan sebenarnya banyak menyindir orang yang membelokannya. Adapun saya sengaja tidak menunjuk kepada salah satu bukti yang saya temui karena pada dasarnya adalah dari penyelusuran yang lumayan jauh, yaitu dengan memahami orientasi si penyampai. Adapun yang membuat saya kaget adalah kecondongan yang semakin besar dan telah menelan banyak korban. Sehingga apa yang saya temui tidak dapat diwakili oleh salah satu orang atau contoh saja, dan pada kenyataanya andalah yang akan menemukannya sendiri disisi lain perlunya tahapan untuk memahami sehingga dengan penyampaian yang sedikit-demi sedikit diharapkan dapat menghindari kecurigaan yang memang sejauh ini saya lihat sudah semakin meruncing.
Pada era keterbukaan seperti sekarang munculnya ide pluralisme bagi saya sangat menguntungkan untuk mengorek pemahaman orang, namun disisi lain akan menjadi bahaya bagi orang yang masih mencari atau memerlukan referensi. Disekitar kita mungkin masih banyak orang yang memperlakukan Al-Qur'an selayaknya zimat atau relik yaitu dengan memperlakukakanya dengan hati-hati bukan pada pemaknaanya namun pada fisiknya saja. Maka tidak heran orang takut ketika seseorang mengeluarkan ayat Qur'an yang mana banyak diantaranya hanya dijadikan tameng. Target yang harus kita amati adalah pemahamannya bagaimana ia menghubungkan suatu pengertian yang menjelaskan ayat yang dikeluarkannya, sebagai bukti yang tandas bahwa ia adalah orang yang paham. Namun bukan juga untuk mengintai kesalahan orang, hanya saja sejauh mana ia menafsir/memahami. Orang yang belum dapat mengerti makna kedua dan seterusnya tentunya hanya dapat membaca harafiahnya saja belum mengenal hakikat dimana banyak perumpamaan untuk menerlusuri/mempelajari kearah itu. Sebenarnya antara syariat dengan hakikat tiadalah berbeda hanya saja ada dinding yang memisahkan pemahaman. Jika hakikat dapat dipahami setelah memahami perumpamaan atau didapat dari suatu kesimpulan antara keterkaitan ayat-ayat yang ada, pengertian syariat masih mengandalkan lafal yang persis sama atau dalam arti kata lain belum memahami Al-Qur'an yang relevan sepanjang masa sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia. Sebagaimana Al-Qur'an dan kitab-kitab sebelumnya adalah bagian dari Lohmafus (kitab induk). Untuk menelusurinya haruslah memahami secara keseluruhan tidak sepotong-sepotong maka ia dapat dijadikan tangga untuk memahami kearah kitab induk adapun yang digambarkan dengan telaga Al-Kauthar (nikmat yang melimpah-ruah) dimana dalam suatu Hadist diceritakan Rosululloh menunggu disana. Adapun pengertian lain adalah hakikat surga yang mengalir dibawahnya sungai.
Pentinglah sekiranya untuk melihat apa yang disampaikan bukan siapa yang menyampaikan. Sebagaimana Abu Dzar seorang Arab Badui yang tidak mau terprofokasi oleh berita miring mana kala mendapat kabar ada penyair gila yang tidak lain tuduhan tersebut diarahkan kepada Rosululloh saw. Lalu diutuslah saudaranya Unais yang pandai dalam sastra Arab untuk menengok kebenarannya. Manakala Unais pulang membawa kabar bahwa keindahan bahasanya seperti syair tapi bukan syair yang mampu meluluhkan hati Umar ra. Maka makin penasaranlah Abu Dzar. (kisah lengkapnya ada pada link topik sebelumnya).
~Topik Kontroversi~
Manakala ada topik diskusi yang kontroversi yang mana condong membawakan ayat-ayat yang ganjil ada pula orang yang sekedar nimbrung pada titik tertentu seolah membenarkan atau menyokong namun tidak memahami orientasi si pembuka topik yang tidak lain sekedar ikutan membenarkan pada point tertentu saja. Hal ini yang saya tidak mau ada pada group ini. Dan sedikitnya saya akan mengenal mana yang sepaham dan mana yang tidak. Jika saya tega akan saya biarkan untuk memancing keluar pemahaman yang ada. Jika disitu saya marah dan saya tidak berusaha menghapusnya saya pribadi tidak akan berusaha untuk tampil perfect 'begitu adanya itulah saya'... adapun kesimpulan yang saya dapat dan membuat saya marah telah melewati beberapa penelusuran dari beberapa group dengan topik yang serupa dari orang yang sama. Arahnya jelas apalagi ketika membuat diskusi baru tentang 'trinitas, manunggaling kawula gusti, syadat' dan yang ditanyakan adalah persamaanya, dan banyak lain point2 yang cukup kuat yang dapat dipahami arah dan tujuannya. Adalah mengambil mitologi agama terdahulu yang mengalami pencampuran dan diarahkan kepada pendekatan hadist Qudsi yang mana berbicara mengenai 'Aku' sebagai kata ganti Alloh swt, maka mereka sering berucap 'di dalam aku ada Aku'. Untuk kearah ini tentunya kita harus mempelajari dulu tentang hadist Qudsi dan kenabian. Sedangkan Rosululloh saw adalah nabi terakhir, dan pada suatu hadist ada juga nabi setelahnya yang akan mengingatkan tentang Al Masih Dajjal (Isa Al-Masih). Bagi orang awam tentunya perbedaan nantinya amat sedikit (susah dibedakan), apalagi mengerti hakikat dajjal dari pengertian harafiahnya saja, tidak dipahami secara hakikat (falsafah/filosofinya).
Sayapun menandaskan bahwa keingkaran dari masa-kemasa akan selalu sama akan tetapi ternyata tidak mengena, berarti ia belum memahami, ia tetap bersikukuh pada pendirianya. Apabila kemunculan bulan adalah memberikan isyarat akan perhitungan yang jelas (manzilah) begitulah sekiranya kita dapat menelusuri hakikat keingkaran sama dari masa kemasa. Hati-hati orang semacam ini tidak segan-segan untuk menawari menjadi guru, mereka mengaku telah melihat Dzat Alloh. Pengertian yang paling mendekati adalah mengenal (bukan melihat), adapun melihat dengan mata hati yang dipacari cahayaNYA. Dibalik sifat yang disifatiNYA adalah suatu hal yang sangat indah jika ditelusuri yang mengilhamkan kepada pencariNYA analisa yang jauh menuju kesempurnaan berpikir (mahkluk berakal), yang mana Nama maupun sifatNYA adalah jejak agar kita dapat menelusurinya (mengenalNYA).
Begitu juga peristiwa gerhana dan tanda-tanda alam yang besar lainnya, akan selalu mengundang pihak-pihak yang mengklaim kemunculan dirinya sebagai seorang pembawa pesan (nabi). Kita sadar sedang menuju kehancuran setidaknya kitapun tidak lalai memperhatikan tanda-tandanya terutama munculnya pendusta yang buta sebelah mata yang disangsikan kesaksiannya, pahamilah hakikatnya jangan dituduhkan orang yang cacat lahir matanya, pahamilah maknanya.
Bermacam-macam perumpamaan ada dalam Al-Qur'an bahkan berulang-ulang, distulah kita diajari hakikat (filosofi/falsafah) yang mana diambil dari kenyataan (kejadian alam), agar sekiranya kita banyak melihat kenyataan sebagai pondasi awal agar kita berpikir dan sadar, dari perumpamaan itu pula kita diajari untuk memahami karakter (sifat).
Pentingnya berpikir yang mana bumi ini ada tentu ada penciptanya bukan karena kebetulan atau ada dengan sendirinya, begitu juga alam semesta seluruhnya adalah bukti nyata dan teramat besar. Peristiwa terbelah laut merahpun dapat dijelaskan dengan ilmiah, yaitu konon kata ilmuwan berkaitan erat dengan peredaran Venus. Ditengah bukti yang melimpah ruah hasil dari studi ilmiah sekiranya dapat menjadikan kita semakin beriman, bukan semakin menjauhi/mengikariNYA. Mata kiri dan mata kanan harusnya terbuka lebar, jika kiri dianalogikan sebagai dunia dengan tipu muslihatnya (fisik) kanan dianalogikan akhirat dengan keimanan (rohaninya). Atau pahami 2 ciptaanNYA yang berpasang-pasang, yang intinya mengajari kita mengenali keburukan agar kita terhindar dari melakukannya.
Pemahaman itu ada didalam dada (tersirat) tapi yang menjadi rujukan kita adalah Al-Qur'an (tersurat) sebagai peta yang harus dipahami bersama dan satu-satunya rujukan yang dapat dipercaya, hendaknya semua orang mengarah kesana secara bersama-sama, saling mengingatkan dan saling menutupi dengan memberi masukan, karena luasnya Ilmu Islam dan banyaknya cabang-cabang pengetahuan didalamNYA.
Menyaksikan Alloh adalah menyaksikan ciptaanNYA termasuk menyaksikan diri kita sendiri yang mana seseorang menyaksikan keingkarannya, jika keingkarannya semakin jauh maka tidaklah ia sadar. Sebelum kesadaran hilang hendaknya masing-masing diri mawas diri dan memperhatikan amalannya masing-masing.
[58 Mujaadilah 7] Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
[7 AL A'RAAF 146] Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat (Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya.
Senin, 22 November 2010
heramkempek
→
artikel
→ kesaksian
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar