Bismillaah....
kitab *ad-Daa' wa ad-Dawaa'* (*الداء والدواء*) salah satu kitab tasawuf
karya Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah rahimahullah. Kitab ini banyak membahas
tentang penyakit hati dan obatnya, salah satunya adalah tentang pengaruh
maksiat yang bisa dirasakan oleh seseorang yang melakukannya. Apa saja
pengaruh maksiat bagi diri? Berikut yang tertulis di kitab *ad-Daa' wa
ad-Dawaa'*.
*1. Menghalangi Ilmu (حرمان العلم)*
**
Ilmu adalah cahaya yang diletakkan Allah di dalam hati, sedangkan maksiat
memadamkan cahaya tersebut.
Imam as-Syafi'i duduk di depan Imam Malik. Dia membacakan sesuatu yang
membuat Imam Malik kagum. Imam Malik sangat mengagumi kecepatannya dalam
menangkap pelajaran, kecerdasannya, dan pemahamannya yang sempurna. Imam
Malik berkata, "Aku melihat, Allah telah meletakkan cahaya dalam hatimu.
Jangan padamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat (*إني أرى الله قد ألقى
على قلبك نورا، فلا تطفئه بظلمة المعصية*)".
Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata:
"Saya mengeluhkan jeleknya hafalanku kepada Waki' (*شكوت إلى وكيع سوء حفظي*
);
Ia menasihatiku untuk meninggalkan maksiat (*فأرشدني إلى ترك المعاصي*);
Ia berkata, 'ketahuilah bahwa ilmu itu adalah keutamaan, (*وقال اعلم بأن
العلم فضل*);
Dan keutamaan dari Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat' (*وفضل الله
لا يؤتاه عاصي*)."
*2. Menghalangi Rezeki (حرمان الرزق)*
**
Dalam *Musnad* dikatakan, "Sesungguhnya seorang hamba tidak mendapatkan
rezeki karena dosa yang dikerjakannya (*إن العبد ليحرم الرزق بالذنب يصيبه*
)."
Taqwa kepada Allah dapat mendatangkan rezeki, sementara meninggalkan
ketaqwaan bisa mendatangkan kefakiran dan kemiskinan.
*3. Menimbulkan Keresahan dalam Hati Antara Dirinya dengan Allah (وحشة
يجدها العاصي في قلبه بينه وبين الله)*
**
Karena keresahan ini, ia tak mendapatkan kenikmatan asasi.
Kenikmatan-kenikmatan dunia dan seisinya tidak akan mampu mengatasi
keresahan dalam hati. Namun, keresahan ini hanya dirasakan oleh orang yang
hatinya masih hidup. Orang yang mati tidak dapat merasakan sakit yang
ditimbulkan oleh luka.
*4. Menimbulkan Keresahan Ketika Dirinya Bersama dengan Orang Lain,
Terutama Bersama Orang-orang yang Baik (الوحشة التي تحصل له بينه وبين
الناس، ولاسيما أهل الخير منهم)*
**
Orang yang resah hatinya akan menjauhkan diri dari lingkungan yang baik. Ia
tak mendapatkan manfaat dari orang-orang yang baik. Dan ia akan mendekati
kelompok setan (*حزب الشيطان*), sekaligus semakin menjauh dari kelompok
orang-orang yang dekat dengan Allah (*حزب الرحمن*). Ini akan terus terjadi
dan semakin parah, kecuali ia memilih meninggalkan maksiat.
*5. Mendatangkan Kesulitan dalam Urusan-urusannya (تعسير أموره عليه)*
**
Kemaksiatan menjadikan seseorang menjumpai banyak kesulitan. Ia tak
menemukan jalan pemecahan atau jalan pemecahan tersebut sangat sulit
didapatkan. Orang yang bertaqwa kepada Allah akan mendapatkan keringanan,
sedangkan orang yang tidak bertaqwa akan mendapatkan kesulitan dari Allah
dalam setiap urusannya.
*6. Menimbulkan Kegelapan dalam Hati (ظلمة يجدها في قلبه)*
**
Kegelapan dalam hati akan dirasakan oleh seseorang seperti gelapnya malam.
Kegelapan di dalam hati akibat maksiat laksana kegelapan indrawi yang
menutupi penglihatan matanya. Ketaatan adalah cahaya, dan kemaksiatan
adalah kegelapan. Setiap kali kegelapan menguat, semakin bingunglah ia
hingga jatuh ke dalam bid'ah, kesesatan dan hal-hal yang membinasakan, dan
ia tidak merasakan hal itu.
'Abdullah ibn 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, "Sesungguhnya untuk
kebaikan ada sinar pada wajah, cahaya pada hati, kelapangan pada rezeki,
kekuatan pada badan, dan kecintaan dari hati banyak orang terhadap dirinya.
Adapun perbuatan buruk menimbulkan warna hitam pada wajah, kegelapan dalam
kubur dan hati, kelemahan pada badan, kekurangan rezeki, dan rasa benci
kepadanya di hati banyak orang. (*إن للحسنة ضياء في الوجه، ونورا في القلب،
وسعة في الرزق، وقوة في البدن، ومحبة في قلوب الخلق، وإن للسيئة سوادا في
الوجه، وظلمة في القبر والقلب، ووهنا في البدن، ونقصا في الرزق، وبغضة في قلوب
الخلق*)."
*7. Melemahkan Hati dan Badan (توهن القلب والبدن)*
**
Kelemahan pada hati merupakan hal yang nyata. Maksiat akan terus-menerus
melemahkannya hingga habislah kehidupannya. Adapun kelemahan pada badan,
maka sesungguhnya kekuatan orang mukmin itu teletak pada hati, jika hatinya
kuat maka badannya pun akan menguat. Sedangkan orang *faajir*, meskipun
berbadan kuat, sesungguhnya ia paling lemah. Saat memerlukan kekuatan, ia
dikhianati oleh kekuatannya sendiri yang sangat diperlukannya.
Bayangkan kekuatan badan orang Persia dan Romawi dapat mengelabui mereka,
padahal kekuatan badan itulah yang paling mereka andalkan. Mereka akhirnya
dikalahkan oleh orang-orang yang beriman yang memiliki kekuatan badan dan
hati.
*8. Menghalangi Ketaatan (حرمان الطاعة)*
**
Hukuman bagi pendosa adalah terhalang dan terputusnya ia dari semua jalan
ketaatan kepada Allah. Padahal satu ketaatan lebih baik dari dunia dan
seisinya. Ibaratnya, seperti seseorang yang makan suatu makanan yang
mendatangkan penyakit yang akut, yang akhirnya mencegahnya dari berbagai
macam makanan yang lezat dan baik. *Wallaahul musta'aan*.
*9. Mengurangi Umur dan Melenyapkan Keberkahannya (تقصر العمر وتمحق بركته)*
**
Sesungguhnya kebaikan menambah umur, sedangkan kemaksiatan mengurangi umur.
Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Sebagian mengatakan bahwa maksud
kurangnya umur orang yang suka berbuat maksiat adalah hilangnya keberkahan
umur tersebut. Ini benar dan merupakan bagian dari pengaruh kemaksiatan
bagi diri.
Sebagian yang lain mengatakan bahwa maksiat benar-benar akan mengurangi
umur, sebagaimana berkurangnya rezeki. Ada juga yang berpendapat bahwa
maksudnya adalah kehidupan hati, oleh karena itu Allah menyatakan orang
kafir sebagai orang mati, bukan orang yang hidup. Sebagaimana yang Ia
sebutkan di surah an-Nahl ayat 21:
*أموت غير أحياء*
**
Kesimpulannya, bila seorang hamba berpaling dari Allah ta'ala dan sibuk
dengan kemaksiatan, lenyaplah kehidupannya yang hakiki. Akhirnya ia
menyesal dan berkata sebagaimana yang dinyatakan dalam surah al-Fajr ayat
24:
*يليتني قدمت لحياتي*
Alhamdulillaah....
Selasa, 13 Agustus 2013
Senin, 15 Juli 2013
DOSA HATI LEBIH BERBAHAYA (KAJIAN TASAWUF)
Dosa hati lebih berbahaya dibandingkan yang lainnya, karena:
*Pertama, ia langsung berkaitan dengan hati. Qalbu adalah hakekat manusia
itu sendiri. Manusia bukanlah sekedar makhluk terbungkus jasmani yang
terbuat dari tanah. Hanya makan dan minum tetapi ia menyimpan satu mutiara
yaitu ruh, yaitu kalbu, yaitu hati.*
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW bersabda:
ألا إن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله؛ ألا
وهي القلب
"*Ketahuilah, bahwa di dalam jasad ada segumpal darah. Jika ia baik, maka
akan baik seluruh tubuh, dan jika ia rusak, maka akan rusak seluruh tubuh.
Ketahuilah, ia adalah hati."*
* *
إن الله لا ينظر إلى أجسامكم وصوركم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم
*"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan bentuk kalian, tetapi
Ia melihat pada hati dan amal perbuatan kalian."*
Bahkan satu-satunya jalan untuk sukses di kehidupan akhirat, adalah
selamatnya hati dari penyakit yang membinasakannya. Allah SWT berfirman:
ولا تخزني يوم يبعثون يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم
"*dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu)
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." *(Asy-Syu'ara ayat 87-89)
Selamatnya hati yakni selamat dari kemusyrikan yang nampak ataupun yang
tersembunyi. Selamat dari kemunafikan besar maupun kecil. Selamat dari rasa
sombong, hasud, iri dengki dan lain sebagainya.
*Kedua, maksiat hati lebih bahaya karena ia langsung mengarahkan anggota
tubuh yang lain untuk melakukannya.*
Kufur misalnya, kadang kala didorong oleh rasa hasud didalam hati. Seperti
yang terjadi pada kaum yahudi. Firman Allah:
ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم من بعد إيمانكم كفارا حسدا من عند أنفسهم من
بعد ما تبين لهم الحق
*"Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul)
dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran."* (QS.
Baqarah ayat: 109)
Ia juga mendorong kepada kesombongan seperti yang terjadi pada diri Fir'aun
dan pendukungnya:
وجحدوا بها واستيقنتها أنفسهم ظلما وعلوا فانظر كيف كان عاقبة المفسدين
"*Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka)
padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa
kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan*." (QS. An-Naml: ayat 14)
Demikian pula hasud dan iri dengki dalam hati bahkan bisa membuat pelakunya
tega menghabisi nyawa orang lain seperti yang terjadi pada kisah Habil dan
Qabil:
إذ قربا قربانا فتقبل من أحدهما ولم يتقبل من الآخر قال لأقتلنك قال إنما
يتقبل الله من المتقين
"*Ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia
berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." *(QS.
Al-Maidah: ayat 27)
*Ketiga, pada kebiasaanya, dosa dan maksiat yang zahir sebabnya adalah
lemahnya iman dan sifat alpa sehingga pelakunya mudah untuk segera
melakukan taubat. Berbeda dengan dosa akibat hati yang rusak.*
Dosa yang dilakukan Adam as dan Hawa karena lalai dan termakan tipuan Iblis
yang merayu untuk memakan buah khuldi yang dilarang. Oleh itu, mereka
berdua segera menyadari kesalahan dan cepat-cepat meminta ampun pada Allah
swt.
قالا ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين
"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri,
dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS: Al-A'raf ayat
23)
Akibatnya, Allah swt dengan mudah memaafkan dan menerima taubat mereka:
فتلقى آدم من ربه كلمات فتاب عليه إنه هو التواب الرحيم
*"Keduanya berkata: Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya,
maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang."* (QS. Al-Baqarah ayat 37)
Ini berbeda dengan Iblis. Dosa yang dilakukannya adalah dosa hati, yaitu
abai pada perintah Allah dan menyombongkan dirinya.
قال يا إبليس ما منعك أن تسجد لما خلقت بيدي أستكبرت أم كنت من العالين قال
أنا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين
*"Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada
yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan
diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?." *(QS.
Shad ayat 75-76)
Oleh itu, balasan bagi Iblis adalah:
قال فاخرج منها فإنك رجيم وإن عليك اللعنة إلى يوم الدين
"*Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu
adalah orang yang terkutuk, Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai
hari pembalasan."* (QS. Shad ayat 77-78)
*Keempat, ganjaran bagi pelaku maksiat hati lebih dahsyat daripada pelaku
maksiat anggota tubuh.*
Rasulullah saw bersabda:
لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر
"*Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan
walaupun seberat biji zarrah." *
* *
* *Demikian pula Nabi Muhammad mengatakan "jangan marah" sebanyak tiga kali
kepada sahabat yang meminta wasiat kepada beliau.
*Pertama, ia langsung berkaitan dengan hati. Qalbu adalah hakekat manusia
itu sendiri. Manusia bukanlah sekedar makhluk terbungkus jasmani yang
terbuat dari tanah. Hanya makan dan minum tetapi ia menyimpan satu mutiara
yaitu ruh, yaitu kalbu, yaitu hati.*
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW bersabda:
ألا إن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله؛ ألا
وهي القلب
"*Ketahuilah, bahwa di dalam jasad ada segumpal darah. Jika ia baik, maka
akan baik seluruh tubuh, dan jika ia rusak, maka akan rusak seluruh tubuh.
Ketahuilah, ia adalah hati."*
* *
إن الله لا ينظر إلى أجسامكم وصوركم، ولكن ينظر إلى قلوبكم وأعمالكم
*"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan bentuk kalian, tetapi
Ia melihat pada hati dan amal perbuatan kalian."*
Bahkan satu-satunya jalan untuk sukses di kehidupan akhirat, adalah
selamatnya hati dari penyakit yang membinasakannya. Allah SWT berfirman:
ولا تخزني يوم يبعثون يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم
"*dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu)
di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." *(Asy-Syu'ara ayat 87-89)
Selamatnya hati yakni selamat dari kemusyrikan yang nampak ataupun yang
tersembunyi. Selamat dari kemunafikan besar maupun kecil. Selamat dari rasa
sombong, hasud, iri dengki dan lain sebagainya.
*Kedua, maksiat hati lebih bahaya karena ia langsung mengarahkan anggota
tubuh yang lain untuk melakukannya.*
Kufur misalnya, kadang kala didorong oleh rasa hasud didalam hati. Seperti
yang terjadi pada kaum yahudi. Firman Allah:
ود كثير من أهل الكتاب لو يردونكم من بعد إيمانكم كفارا حسدا من عند أنفسهم من
بعد ما تبين لهم الحق
*"Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul)
dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran."* (QS.
Baqarah ayat: 109)
Ia juga mendorong kepada kesombongan seperti yang terjadi pada diri Fir'aun
dan pendukungnya:
وجحدوا بها واستيقنتها أنفسهم ظلما وعلوا فانظر كيف كان عاقبة المفسدين
"*Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka)
padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa
kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan*." (QS. An-Naml: ayat 14)
Demikian pula hasud dan iri dengki dalam hati bahkan bisa membuat pelakunya
tega menghabisi nyawa orang lain seperti yang terjadi pada kisah Habil dan
Qabil:
إذ قربا قربانا فتقبل من أحدهما ولم يتقبل من الآخر قال لأقتلنك قال إنما
يتقبل الله من المتقين
"*Ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang
dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia
berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!." Berkata Habil: "Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." *(QS.
Al-Maidah: ayat 27)
*Ketiga, pada kebiasaanya, dosa dan maksiat yang zahir sebabnya adalah
lemahnya iman dan sifat alpa sehingga pelakunya mudah untuk segera
melakukan taubat. Berbeda dengan dosa akibat hati yang rusak.*
Dosa yang dilakukan Adam as dan Hawa karena lalai dan termakan tipuan Iblis
yang merayu untuk memakan buah khuldi yang dilarang. Oleh itu, mereka
berdua segera menyadari kesalahan dan cepat-cepat meminta ampun pada Allah
swt.
قالا ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين
"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri,
dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS: Al-A'raf ayat
23)
Akibatnya, Allah swt dengan mudah memaafkan dan menerima taubat mereka:
فتلقى آدم من ربه كلمات فتاب عليه إنه هو التواب الرحيم
*"Keduanya berkata: Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya,
maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang."* (QS. Al-Baqarah ayat 37)
Ini berbeda dengan Iblis. Dosa yang dilakukannya adalah dosa hati, yaitu
abai pada perintah Allah dan menyombongkan dirinya.
قال يا إبليس ما منعك أن تسجد لما خلقت بيدي أستكبرت أم كنت من العالين قال
أنا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين
*"Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada
yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan
diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?." *(QS.
Shad ayat 75-76)
Oleh itu, balasan bagi Iblis adalah:
قال فاخرج منها فإنك رجيم وإن عليك اللعنة إلى يوم الدين
"*Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu
adalah orang yang terkutuk, Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai
hari pembalasan."* (QS. Shad ayat 77-78)
*Keempat, ganjaran bagi pelaku maksiat hati lebih dahsyat daripada pelaku
maksiat anggota tubuh.*
Rasulullah saw bersabda:
لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقال ذرة من كبر
"*Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan
walaupun seberat biji zarrah." *
* *
* *Demikian pula Nabi Muhammad mengatakan "jangan marah" sebanyak tiga kali
kepada sahabat yang meminta wasiat kepada beliau.
Jumat, 14 Juni 2013
Karakter Tawassuth, Tawazun, I'tidal, dan Tasamuh dalam Aswaja
Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan
Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim
kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى
النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan
(adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap
dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran
penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan
dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil
naqli (bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits). Firman Allah SWT:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ
الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran
yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca
(penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS
al-Hadid: 25)
Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء
بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ
اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang
yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur
kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum
menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu
lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah:
8)[image:
8)]
Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan
sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati
orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti
mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan
apa yang diyakini. Firman Allah SWT:
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya
(Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan
takut. (QS. Thaha: 44)
Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi
Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu
Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan,
"Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah
menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal
itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih
berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa
prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
(Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)
1. Akidah.
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi
kafir.
2. Syari'ah
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang
je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki
dalil yang multi-interpretatif (zhanni).
3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran
Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja'ah atau berani
(antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong
dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).
4. Pergaulan antar golongan
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan
unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai.
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5. Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan
karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat,
selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya
dengan cara yang baik.
6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan
diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima,
dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang
masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil
ashlah).
7. Dakwah
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi
mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas,
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.
KH Muhyidin Abdusshomad
Pengasuh Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember
Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:
Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim
kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى
النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan
(adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap
dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran
penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).
Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan
dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil
naqli (bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits). Firman Allah SWT:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ
الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran
yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca
(penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS
al-Hadid: 25)
Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء
بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ
اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang
yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur
kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum
menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu
lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah:
8)[image:
8)]
Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan
sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati
orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti
mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan
apa yang diyakini. Firman Allah SWT:
فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya
(Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan
takut. (QS. Thaha: 44)
Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi
Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu
Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan,
"Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah
menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal
itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih
berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa
prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut:
(Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)
1. Akidah.
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi
kafir.
2. Syari'ah
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang
je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki
dalil yang multi-interpretatif (zhanni).
3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran
Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja'ah atau berani
(antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong
dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).
4. Pergaulan antar golongan
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan
unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai.
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5. Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan
karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat,
selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya
dengan cara yang baik.
6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan
diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima,
dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang
masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil
ashlah).
7. Dakwah
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi
mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas,
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.
KH Muhyidin Abdusshomad
Pengasuh Pesantren Nurul Islam, Ketua PCNU Jember
Langganan:
Postingan (Atom)