menghindari kesulitan, padahal Allah Swt. menghendaki para hambaNya untuk
melakukan ibadah, yang berat,
dan meninggalkan maksiat, yang sulit ditinggalkan. Dia menyelimuti surgaNya
dengan kesulitan dan menyelubungi nerakaNya dengan kenikmatan syahwat.
Mengetahui tabiat ini, Allah Swt. menjanjikan pahala dan keagungan bagi
orang yang patuh kepadaNya dan berpaling dari syahwat, supaya hamba tertarik
untuk beribadah dan mendekatkan diri kepadaNya. Disamping itu, Dia memberi
ancaman siksa dan kehinaan atas orang yang mendurhakaiNya dan memperturutkan
hawa nafsu, supaya hamba tidak membangkang dan tidak berbuat buruk.
Cara mudah dalam meningkatkan takwa adalah dengan berharap-harap cemas.
Ketika melihat kemuliaan yang Allah janjikan kepada hambaNya yang taat,
manusia senang dan tergerak untuk mengabaikan kesulitan dalam beribadah dan
meninggalkan larangan. Saat mengetahui ancaman Allah untuk hambaNya yang
bermaksiat, manusia takut dan tergerak untuk mematuhiNya.
Berharap-harap cemas merupakan sarana efektif menuju pelaksanaan amal wajib
dan amal sunah serta penghindaran perbuatan terlarang dan perbuatan makruh.
Seorang hamba harus senantiasa menghadirkan perasaan tersebut, sehingga
pahala dan siksa benar-benar terpampang di depan kedua matanya. Dengan
begitu, ia terpicu untuk menunaikan kewajiban dan menjauhi larangan.
Masalahnya adalah bahwa konsistensi untuk selalu menghadirkan perasaan
tersebut berat bagi jiwa, dan ini disebabkan oleh tiga faktor:
1. Bayangan kejadian akhirat yang mengerikan sangat berat bagi jiwa, bahkan
menyakitkan hati, terutama bagi orang yang bergelimang dosa, banyak cela,
dan mengkhawatirkan pertemuannya dengan Tuhan saat keburukannya diungkap.
2. Bayangan akhirat yang menakutkan membuat impian tentang indahnya dunia
dan hasrat untuk memperturutkan syahwat padam.
3. Setan dan hawa nafsu selalu membisikkan bahwa tobat berarti mencegah diri
untuk menikmati kesenangan dan kepuasan di dunia.
Oleh sebab itulah, setan dan hawa nafsu menyuruh manusia untuk membuang
keinginan bertobat. Hawa nafsu menyuruh demikian agar ia bisa mereguk
kesenangan dan kenikmatan duniawi. Adapun setan adalah musuh manusia,
sehingga wajarlah kalau ia selalu membisikkan dosa dan permusuhan demi
mendapatkan teman ketika disiksa dalam neraka.
Cara melawan bisikan dalam dada ini adalah membandingkan kenikmatan duniawi
dengan kenikmatan ukhrawi. Dengan begitu, orang akan sadar bahwa kenikmatan
duniawi yang terlewatkan sejatinya tidak seberapa jika dibandingkan dengan
kenikmatan yang bisa diperoleh di akhirat, terutama nikmat menatap wajah
Tuhan Yang Mahamulia.
Orang cerdas tentu takkan pernah mengutamakan sesuatu yang sedikit lagi fana
di atas sesuatu yang mehmpah lagi abadi. Setelah terbiasa membandingkan
kedua kenikmatan tersebut, hamba pasti lebih menghargai kenikmatan agung
yang kekal daripada kepuasan sesaat yang rendah. Ketika melihat beratnya
ibadah di dunia, bandingkanlah dengan beratnya azab akhirat yang disertai
dengan murka Tuhan Sang Pencipta.
Dengan begitu, hamba pasti rela menjalani kesulitan sesaat agar terhindar
dan penderitaan luar biasa yang abadi. Orang cerdas pasti memilih
penderitaan sejenak daripada penderitaan selamanya. Ia akan mengintrospeksi
diri dan berkata kepada jiwanya:
Bedebah kau jiwa! Engkau gelisah saat tersengat bayangan akhirat yang
mengerikan, tetapi tidak resah dengan ancaman akhirat yang menghanguskan
segenap jiwa dan ragamu?! Engkau keberatan untuk membuang bayangan
kenikmatan duniawi yang semu dan hina, tetapi tidak keberatan untuk
menyingkirkan bayangan kenikmatan akhirat yang hakiki?! Apakah kau ingin
menukar sesuatu yang mulia dengan sesuatu yang nista?! "Dan amat jahatlah
perbuatan mereka menjual diri demi sihir andai saja mereka tahu." Kalau
engkau membiasakan diri memikirkan perkara akhirat, niscaya Allah mengganti
hasrat bermaksiat dengan indahnya ibadah dan harapan akan pahala di akhirat.
Orang dapat konsisten menghadirkan bayangan mengerikan Hari Kiamat jika ia
berusaha sekuat tenaga membayangkannya. Ini baru bisa dicapai jika hati
kosong dan hanya memikirkan peristiwa itu berikut segala sesuatu yang
berhubungan dengannya. Di samping itu, anggota tubuh juga tidak boleh sibuk
dengan sesuatu yang menghapus pikiran tentang Hari Kiamat.
Rangkaian kejadian Hari Kiamat harus selalu diingat hingga kalbu gemetar dan
takut, lalu menggerakkan Anda untuk menyiapkan diri guna menghadapi hari
itu. Untuk membuat masakan dalam panci cepat matang, umpamanya, kayu bakar
di bawahnya harus banyak. Hati pun cepat matang dan membuang nafsu
syahwatnya bila telah dirasuki rasa takut akan siksa. Ketika Anda berusaha
menakut-nakuti kalbu, setan pasti berusaha merusak usaha itu dengan
menanamkan kepercayaan bahwa Anda telah sukses melakukan itu berkat tekad
dan kecermatan Anda dalam menata kalbu. Kalau Anda menerima bisikan ini,
usaha Anda pasti sia-sia. Kalau Anda mengacuhkannya, rasa takut kalbu
benar-benar berguna.
Rasa takut yang bermanfaat ini akan berpadu dengan taufik dan membuat Anda
terhindar dan dosa serta giat beribadah kepada Tuhan Sang Pencipta langit
dan bumi.
Seandainya cahaya makrifat menyinari seseorang, segenap hasrat dan tekadnya
terhimpun tanpa harus membiasakan diri memikirkan akhirat. Sayangnya, zaman
sekarang, sulit menemukan orang seperti itu.
Hatiku dipenuhi segudang ambisi
Yang segera sirna setelah mata hatiku melihat-Mu
Aku meninggalkan dunia dan agama manusia demi menyibukkan diri dalam
mengingat-Mu
Wahai agama dan duniaku, orang yang kudengki berubah iri kepadaku
aku menjadi tuan di dunia setelah menjadikan-Mu sebagai Tuhan.
Kebiasaan memikirkan akhirat dan memusatkan tekad yang meningkatkan
ketakwaan dan ibadah kepada Allah Swt. bisa dicermati melalui dua ilustrasi
berikut.
Baju kotor yang dipenuhi noda hanya bisa dibersihkan dengan dicuci
berulang-ulang. Demikian juga kalbu yang dipenuhi kotoran syahwat dan noda
perbuatan haram. Ia hanya bisa dibersihkan dengan senantiasa mengingat
akhirat, sehingga ia bertobat dan meninggalkan perbuatan nista. Penyakit
yang menahun hanya bisa disembuhkan dengan terapi dan pengobatan
berkesinambungan. Demikian pula kalbu berpenyakit. Ia hanya bisa diobati
dengan terus-menerus membayangkan siksa yang Allah Swt. janjikan kepada para
pendosa.
KH M LUQMAN HAKIM MA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar