Oleh Anis Matta
Majalah Tarbawi Edisi 25 Th. 7/Muharram 1427H/2 Februari 2006M
Buta Huruf. Jelek. Itu gambaran wajah mereka, buruh-buruh kasar yang didatangkan dari Aljazair ke Perancis. Tentu oleh Perancis, tuan besar yang menjajah negeri Muslim itu lebih dari seratus tahun.
Bertahun-tahun kemudian wajah-wajah mereka berubah menjadi lebih baik. Lebih indah tepatnya. Sentuhan peradaban telah meninggalkan goresan keindahan pada sorot mata dan garis-garis wajah mereka. Waktu tersenyum wajah mereka tampak lebih renyah, lebih terbuka dan lebih mampu menyatakan isi dalam jiwa mereka.
Sisa-sisa kekasaran gurun pasir memang tidak lenyap semua, setidaknya pada tulang-tulang pipi mereka yang menampakkan kekasaran sekaligus ketidakmengertian. Tapi penampilan mereka kini jauh lebih bagus. Malik Bin Nabi bertutur: “Setiap kali pengetahuan dan kemampuan membaca mereka bertambah, kami selalu memotret wajah mereka. Kemudian kami menemukan fakta bahwa wajah mereka berubah menjadi lebih indah dari waktu ke waktu. Pengetahuan membuat mereka tampak lebih indah”.
Itu merupakan hasil dari sebuah riset kecil di Perancis. Malik Bin Nabi, pemikir Muslim terkenal asal Aljazair, mengajar buruh-buruh kasar dan buta huruf itu membaca. Dari situ ia menemukan bagaimana pengetahuan dan keindahan memiliki korelasi yang positif. Menjadi indah adalah efek pengetahuan. Pengetahuan membuka ruang kemungkinan lebih luas dan penambahan kemahiran. Itu membuat manusia lebih berdaya. Keberdayaan meningkatkan harapan dan kepercayaan diri. Dan itu yang mewariskan kegembiraan jiwa. Yang terakhir inilah yang membuat senyum mereka menjadi lebih renyah. Karena harapan mereka permanen. Karena kepercayaan diri mereka beralasan.
Ini salah satu penjelasan mengapa orang-orang yang berasal dari peradaban maju secara umum lebih menarik ketimbang mereka yang berasal dari peradaban yang tidak maju. Ada fenomena lain lagi. Misalnya, perempuan atau laki-laki kota berpendidikan secara umum jauh lebih menarik daripada perempuan atau laki-laki desa yang mungkin secara alami berparas lebih tampan atau cantik tapi tidak berpendidikan. Pendidikan punya sentuhan sendiri.
Jika pengaruh gelombang magnetik keindahan fisik berkurang bersama waktu, maka pesona pengetahuan justru tumbuh berkembang dalam rentang waktu yang lama. Jika seorang pencinta hidup selama 4 tahun perkawinan, bisakah anda membayangkan bagaimana mereka merawat kebersamaan yang panjang itu?sebagian waktu mereka akan habis dalam obrolan. Khususnya setelah mereka berusia di atas 50 tahun. Itu yang dimaksud dengan pangeran Charles. Dia butuh seorang untuk diajak bicara. Bukan seseorang untuk sekedar dipajang ke pesta. Pesta mungkin selalu ada. Tapi tidak pernah lama. Begitu pesta selesai kita kembali kepada kehidupan sehari-hari yang natural dimana kita hanya bicara dan bicara lagi.
Dalam sebuah hubungan jangka panjang kita tidak membutuhkan sebuah boneka cantik yang gagu. Kita memerlukan seseorang yang bisa mengerti dan mudah mengerti, seseorang yang bisa memahami riak dan gelombang perasaan kita dan mampu menyatakan isi hati secara jelas dan sempurna, seseorang yang mampu memetakan pikiran-pikiran kita dan juga punya pikiran yang terus berkembang dan bisa dipetakan. Hidup menjadi “bernas” ketika ia tampak seperti lautan teduh yang menyembunyikan gelombangnya yang dahsyat dan tamannya yang indah. Tetapi jika kita ingin menyelami dan menyaksikannya kita perlu kacamata renang atau selam. Kita juga perlu alat bantu pernafasan. Pengetahuanlah yang memberi makna pada cinta ketika ia hendak menembus ruang dan waktu. Pengetahuanlah itu yang memberi umur lebih panjang pada cinta yang hendak bertahta di singgasana keabadian.
Pembelajaran dan Keindahan
Label:
artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar