sumber: answering-ff.org
ALAT PROPAGANDA YANG BERJATUHAN
1. POLIGAMI - ADA SEJAK MANUSIA ADA, HANYALAH AGAMA ISLAM YANG MENGATUR.
2. UMUR AISYAH?
UMUR AISYAH SAAT MENIKAH
MENJADI BAHAN FITNAH KEJI UNTUK RASULULLAH SAW
Fitnah Keji Kaum yang Memusuhi Islam Tentang Pernikahan Nabi Muhammad dengan Siti Aisyah 6 tahun yang digunakan untuk Propaganda Menjauhkan Umat Islam dan Cintanya kepada Rasulullah Muhammad saw yang mulia.
Fitnah Keji yang Tak Henti-Henti
Seorang teman nonmuslim suatu kali bertanya ke saya, Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 6 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?” Dia melanjutkan,” Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 6 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?” Saya katakan padanya,” Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya.
Bagaimanapun, pertanyaan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang awam dalam mempercayainya. Sehingga, orang yang lemah imannya akan mudah goyah keimanannya dan kecintaannya kepada Rasulullah saw yang merupakan manusia tauladan, itulah yang menjadi target si penanya untuk menjauhkan ’umat Islam’ dari ’Islam’-nya. Untuk memberikan keraguan dan kecintaannya kepada Rasulullah saw.
Bagaimanapun, tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 6 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.
Bagaimana dengan usia Rasulullah manusia sempurna? Apakah bisa sama dengan laki-laki biasa pada umumnya. Rasulullah adalah seorang utusan Allah. Apakah tidak ada suatu rasa kehormatan dan kebanggaan tersendiri mempunyai menantu Utusan Allah, dimana disholawatkan oleh setiap muslim?. Usia 50 bagi rasulullah bukanlah angka yang dianggap seperti laki-laki pada umumnya sekarang ini. Dia telah memasuki 10 tahun kerasulannya. Sehingga tidak diragukan lagi bagaimana akhlaq Rasulullah tersebut. Hanya saja sebagian musuh Islam terus saja mencari-cari sisi-sisi yang sekiranya dapat dijadikan sebagai bahan fitnahan.
Batas Usia Abad 20
Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi instruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur dibawah 18 tahun , dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima. Hal ini juga digunakan untuk membenturkan kejadian tersebut dengan umat muslim. Tiada lain adalah, menjauhkan umat Islam dari kecintaannya terhadap Muhammad.
Adalah Fitnah yang Keji
Jadi, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis berumur 6 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah fitnah yang amat keji kepada Rasulullah salallahu alaihi wassalam, seseorang yang sangat mulia akhlaknya.
Latar Belakang Perkawinan dengan Aisyah dan Hafsha
Dalam Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husein Haikal disebutkan bahwa sebagai berikut: Adapun Aisyah dan Hafsha adalah puteri-puteri dua orang pembantu dekatnya, Abu Bakar dan Umar. Segi inilah yang membuat Muhammad mengikatkan diri dengan kedua orang itu dengan ikatan semenda perkawinan dengan puteri-puteri mereka. Sama juga halnya ia mengikatkan diri dengan Usman dan Ali dengan jalan mengawinkan kedua puterinya kepada mereka. Kalaupun benar kata orang mengenai Aisyah serta kecintaan Muhammad kepadanya itu, maka cinta itu timbul sesudah perkawinan, bukan ketika kawin.
Gadis itu dipinangnya kepada orangtuanya tatkala ia berusia sembilan tahun dan dibiarkannya dua tahun sebelum perkawinan dilangsungkan (perkawinan di usia minimal 11 tahun). Logika tidak akan menerima kiranya, bahwa dia sudah mencintainya dalam usia yang masih begitu kecil. Hal ini diperkuat lagi oleh perkawinannya dengan Hafsha binti Umar yang juga bukan karena dorongan cinta berahi, dengan ayahnya sendiri sebagai saksi. Namun oleh para orientalis, usia perkawinan Aisah ini diputarbalikkan menjadi fitnah yang sangat keji.
"Sungguh," kata Umar, "tatkala kami dalam zaman jahiliah, wanita-wanita tidak lagi kami hargai. Baru setelah Tuhan memberikan ketentuan tentang mereka dan memberikan pula hak kepada mereka.
Kita sudah melihat bukan, bahwa Muhammad mengawini Aisyah atau mengawini Hafsha bukan karena cintanya atau karena suatu dorongan berahi, tapi karena hendak memperkukuh tali masyarakat Islam yang baru tumbuh dalam diri dua orang pembantu dekatnya (Abu Bakar dan Umar) itu. Sama halnya ketika ia kawin dengan Sauda, maksudnya supaya pejuang-pejuang Muslimin itu mengetahui, bahwa kalau mereka gugur untuk agama Allah, isteri-isteri dan anak-anak mereka tidak akan dibiarkan hidup sengsara dalam kemiskinan.
Perkawinannya dengan Janda-Janda
Perkawinannya dengah Zainab bt. Khuzaima dan dengan Umm Salama mempertegas lagi hal itu. Zainab adalah isteri 'Ubaida bin'l-Harith bin'l-Muttalib yang telah mati syahid, gugur dalam perang Badr. Dia tidak cantik, hanya terkenal karena kebaikan hatinya dan suka menolong orang, sampai ia diberi gelar Umm'l-Masakin (Ibu orang-orang miskin). Umurnya pun sudah tidak muda lagi. Hanya setahun dua saja sesudah itu ia pun meninggal. Sesudah Khadijah dialah satu-satunya isteri Nabi yang telah wafat mendahuluinya.
Kemudian peristiwa-peristiwa sejarah serta logikanya juga menjadi saksi yang jujur mendustakan cerita misi-misi penginjil dan para Orientalis itu sehubungan dengan poligami Nabi. Seperti kita sebutkan tadi, selama 28 tahun ia hanya beristerikan Khadijah seorang, tiada yang lain. Setelah Khadijah wafat, ia kawin dengan Sauda bint Zam'a, janda Sakran b. 'Amr b. 'Abd Syams. Tidak ada suatu sumber yang menyebutkan, bahwa Sauda adalah seorang wanita yang cantik, atau berharta atau mempunyai kedudukan yang akan memberi pengaruh karena hasrat duniawi dalam perkawinannya itu.
Melainkan soalnya ialah, Sauda adalah isteri orang yang termasuk mula-mula dalam lslam, termasuk orang-orang yang dalam membela agama, turut memikul pelbagai macam penderitaan, turut berhijrah ke Abisinia setelah dianjurkan Nabi hijrah ke seberang lautan itu. Sauda juga sudah Islam dan ikut hijrah bersama-sama, ia juga turut sengsara, turut menderita. Kalau sesudah itu Muhammad kemudian mengawininya untuk memberikan perlindungan hidup dan untuk memberikan tempat setarap dengan Umm'l-Mu'minin, maka hal ini patut sekali dipuji dan patut mendapat penghargaan yang tinggi.
Sedang Umm Salama sudah banyak anaknya sebagai isteri Abu Salama, seperti sudah disebutkan di atas, bahwa dalam perang Uhud ia menderita luka-luka, kemudian sembuh kembali. Oleh Nabi ia diserahi pimpinan untuk menghadapi Banu Asad yang berhasil di kucar-kacirkan dan ia kembali ke Medinah dengan membawa rampasan perang. Tetapi bekas lukanya di Uhud itu terbuka dan kembali mengucurkan darah yang dideritanya terus sampai meninggalnya. Ketika sudah di atas ranjang kematiannya, Nabi juga hadir dan terus mendampinginya sambil mendoakan untuk kebaikannya, sampai ia wafat. Empat bulan setelah kematiannya itu Muhammad meminta tangan Umm Salama.
Tetapi wanita ini menolak dengan lemah lembut karena ia sudah banyak anak dan sudah tidak muda lagi. Hanya dalam pada itu akhirnya sampai juga ia mengawini dan dia sendiri yang bertindak menguruskan dan memelihara anak-anaknya.
Adakah sesudah ini semua para misi penginjil dan Orientalis itu masih akan mendakwakan, bahwa karena kecantikan Umm Salama itulah maka Muhammad terdorong hendak mengawininya?
Kalau hanya karena itu saja, masih banyak gadis-gadis kaum Muhajirin dan Anshar yang lain, yang jauh lebih cantik, lebih muda, lebih kaya dan bersemarak, dan tidak pula ia akan dibebani dengan anak-anaknya. Akan tetapi sebaliknya, ia mengawininya itu karena pertimbangan yang luhur itu juga, sama halnya dengan perkawinannya dengan Zainab binti. Khuzaima, yang membuat kaum Muslimin bahkan makin cinta kepadanya dan membuat mereka lebih-lebih lagi memandangnya sebagai Nabi dan Rasul Allah. Di samping itu mereka semua memang sudah menganggapnya sebagai ayah mereka. Ayah bagi segenap orang miskin, orang yang tertekan, orang lemah, orang yang sengsara dan tak berdaya. Ayah bagi setiap orang yang kehilangan ayah, yang gugur membela agama Allah.
Dari riwayat tersebut di atas, terlihat bahwa usia 6 tahun menikah adalah fitnah. Yang benar adalah 9 tahun di pinang dan 2 tahun kemudian dinikahi (11 tahun menikah). Jadi memutar angka 6 dan 9 adalah teknik pengkaburan angka sang ide pembuat keji.
Penelusuran Bukti
Bukti 1: Pengujian Terhadap Sumber Fitnah Keji
”Pernikahan gadis polos berumur 6 tahun, Aisyah, dengan Nabi”
Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya, Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.
Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : "Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq” (Tehzi’bu’l-Tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya Al-Turath Al-Islami, 15th Century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq:” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq (Tehzi’b u’l-Tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).
Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
Kesimpulan Bukti 1 :
Berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.
Bukti 2: Meminang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun. Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakar (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur minimal 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
Kesimpulan Bukti 2 : Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
Bukti 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, “Fatimah dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun. Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, usia Fatimah minimal 17 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah minimal 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 6 tahun tidak benar dan merupakan fitnah sangat keji yang tidak berdasar yang sengaja dilontarkan oleh kaum yang ingin menjauhkan Muhammad dari hati umat Islam..
Bukti 4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’
Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992). Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya (Aisyah)” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, IbnKathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisuh usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M). Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi Zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti 3, Ibn Hajar memperkirakan usia berdasar usia Fatimah, Aisyah 12 tahun dan dalam bukti 4 Ibn Hajar berdasar usia Asma’ maka usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi sama sekali usia menikah tidak dalam usia 6 tahun.
Kesimpulan Bukti 4: Ibn Hajar dalam periwayatan usia Aisyah jelas membantah usia 6 tahun dalam menikah.
Bukti 5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam Hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud
Kesimpulan 5: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 6 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
Bukti 6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tersebut diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah dalam bahasa arab) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia minimal 14 sampai 21 tahun ketika dinikah Nabi.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 6 tahun.
Bukti 7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah (Khadijah), Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis (bikr) tersebut, Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 6 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yangmasih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah.. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 6 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan Bukti 7: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa, yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan (virgin).” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang gadis dewasa pada waktu menikahnya.
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 6 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 6 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi fitnah keji tersebut.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 6 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran tidak sesuai dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable dan kontradiksi dengan pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim yang menunjukkan mengenai usia menikah Aisyah 6 tahun ketika menikah adalah tidak nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 6 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tersebut dan lebih layak disebut sebagai fitnah yang keji.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama dan AbuBakar menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Madinah.
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
Kesimpulan
Kaum orientalis senantiasa mencari sisi-sisi dalam Islam sebagai bahan fitnahan. Suatu bukti bahwa moral kaum orientalispun harus dipertanyakan.
Umat Islam tidak akan terpengaruh dan tidak akan goyah cintanya kepada Rasulullah saw, Utusan Allah manusia sempurna.
Tidak pernah terjadi permasalahan yang buruk di dalam pernikahan dan kehidupan keluarga Rasulullah saw yang mulia.
Daftar Bahan Acuan
Kamis, 12 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar