Untuk Pertama kalinya dunia mengenal Imam Khomeini pada akhir tahun 1978 di saat beliau diasingkan ke Prancis oleh Rezim yang berkuasa di Iran akibat perlawanannya pada sistem kerajaan yang berlaku di Iran.
Dari kota Novelasyato, Prancis sang Imam memimpin perlawanannya dengan menggerakkan berbagai demonstrasi di ibu kota Tehran melalui ceramah dan surat-surat politiknya guna menggulingkan sistem kerajaan boneka Amerika, Syah Mohammad Reza Pahlevi. Sebuah gerakan yang tidak pernah ada sebelumnya sepanjang sejarah.
Foto-fotonya memenuhi halaman-halaman depan koran, dan pembuka setiap berita televisi di seluruh dunia. Jenggot putih yang menghiasi wajahnya dan sorban hitam yang melilit di kepalanya, menjadikan setiap orang yang menyaksikannya merasakan seolah-olah beliau dilahirkan bukan pada zamannya. Namun terlahir dari buku dan lembaran sejarah. Ia lebih mirip sebuah legenda. Semua langkah dan gerakannya tidaklah ‘wajar’ bahkan namanya sekalipun RUHULLAH
Sebuah pertanyaan yang selalu menyibukkan setiap orang yang menyaksikan beliau dari layar kaca bahkan para politikus dan analis politik sekalipun, adalah revolusi macam apakah yang sedang dilakukan oleh Khomeini ini?
Coba telaah seluruh pemimpin revolusi sepanjang sejarah, dari Abraham Lincon, Lenin, Chalsyer, Hitler, Mosulini dan Dhigol. Begitu juga Gamal Abdun Nasir, Nehru dan Che go Vara, Khomeini sungguh berbeda dengan mereka semua.
Sehingga benar bila dikatakan revolusi yang dipimpinnya adalah satu-satu nya revolusi di abad 20 yang meraih kemenangan tanpa embel-embel komunisme, kapitalisme bahkan tidak pula nasionalisme. Beliau adalah seorang pemimpin agama sebelum seorang pemimpin sebuah bangsa tertentu. Slogannya adalah tidak barat dan tidak timur namun kerakyatan Islam.
Sorban warna hitam yang selalu menutup kepalanya adalah simbol, bahwa nasab beliau bersambung kepada pribadi Agung Nabi besar Muhammad saw, maka beliau benar disebut sebagai seorang Arab Mekkah yang dilahirkan di sebuah desa yang jauh di tanah Persia di awal abad 20.
Setelah beliau berkali-kali mengkritik kebijakan rezim yang berkuasa, maka beliau diasingkan ke Turki dan kemudian ke Irak, dengan harapan nama Imam Khomeini akan tenggelam di antara nama para ulama besar Hauzah Ilmiyah Najaf, namun ternyata yang terjadi adalah sebaliknya.
Di saat itu guru besar Hauzah yang terkenal adalah Ayatullah Muhsin Hakim, Ayatullah Abul Qasim Al Khui dan Ayatullah Syahrudi. Namun di saat Imam Khomeini bergabung di Hauzah Najaf para pelajar menyaksikan, bahwa pada apa yang disampaikan oleh Imam Khomeini terdapat isu-isu penting dan baru yang tidak pernah mereka dengar di tempat lain sebelumnya, maka mereka berbondong-bondong untuk memenuhi kelas pelajaran beliau.
Waktu terus berlalu dan selama 11 tahun beliau di Najaf, Imam semakin terkenal sebagai seorang ulama yang memiliki keluasan ilmu dan seorang ulama yang sangat disiplin dalam pengaturan waktu dan aktifitasnya walaupun usianya telah mencapai 73 tahun.
Dasar-dasar pemikiran Imam Khomeini dalam pelajaran Fikih dan Ushul Fikih telah menjadikan kelas beliau penuh dengan para pelajar Hauzah baik dari dalam atau luar negri seperti Iran sendiri, Pakistan, Afhganistan, India dan Negara-negara Arab timur tengah lainnya.
Di saat itu guru besar Hauzah yang terkenal adalah Ayatullah Muhsin Hakim, Ayatullah Abul Qasim Al Khui dan Ayatullah Syahrudi. Namun di saat Imam Khomeini bergabung di Hauzah Najaf para pelajar menyaksikan, bahwa pada apa yang disampaikan oleh Imam Khomeini terdapat isu-isu penting dan baru yang tidak pernah mereka dengar di tempat lain sebelumnya, maka mereka berbondong-bondong untuk memenuhi kelas pelajaran beliau.
Waktu terus berlalu dan selama 11 tahun beliau di Najaf, Imam semakin terkenal sebagai seorang ulama yang memiliki keluasan ilmu dan seorang ulama yang sangat disiplin dalam pengaturan waktu dan aktifitasnya walaupun usianya telah mencapai 73 tahun.
Beliau memulai aktifitas kesehariannya dengan bangun dari tempat tidurnya pada jam 04.00 pagi untuk melaksanakan shalat malam dan membaca Al Quran hingga masuknya waktu Subuh. Setelah melaksanakan shalat Subuh beliau membaca berbagai doa dan dzikir hingga pukul 06.00 dengan diselingi sedikit istirahat.
Sebelum matahari terbit beliau meninggalkan rumahnya menuju Mesjid Syaikh Anshari untuk mengajar . pada jam 11.30 beliau kembali ke rumah menyantap sedikit makanan ringan dan isitirahat sejenak kemudian menulis pelajaran yang telah ia sampaikan kepada para murid dan santrinya. Setelah itu beliau menemui para tamu dengan alokasi waktu 5-10 menit untuk setiap orangnya.
Di saat tiba adzan Dzuhur beliau memimpin shalat Dzuhur di salah satu dua mesjid AL Hindiy atau Syaikh Anshari. Begitu pula taushiyah politik beliau lebih banyak disampaikan di Mesjid Syaikh Anshari. Setelah itu beliau kembali ke rumah dan menyantap makan siang yang tidak lebih dari satu jenis lauk kemudian istirahat siang hari antara 30 hingga 45 menit dan bangun pada sekitar jam empat menikmati minum teh sore hari buatan tangan sendiri .
pada pukul 16.15 beliau memulai aktifitas sorenya dengan menelaah buku dan kitab hingga beberapa menit sebelum adzan dengan disela 30 menit olah raga jalan di atas atap rumah atau halamannya.
Di saat maghrib tiba beliau memimpin shalat maghrib dan Isya’ berjamaah di halaman rumahnya atau di madrasah Al Burujurdi.
Setelah shalat Isya’ biasanya beliau duduk di halaman rumahnya sendirian sekitar 45 menit dan ini merupakan waktu yang paling indah bagi dirinya.
Pada pukul 20.00 beliau meninggalkan rumahnya untuk berziarah ke pusara suci Imam Ali bin Abi Thalib as kurang lebih dua jam tinggal di sana dan pulang kerumahnya sekitar pukul 24.00
Sesampainya di rumah beliau menelaah buku dan kitab hingga pukul 02.00 dini hari kemudian merebahkan tubuhnya untuk beristirahat.
Hanya dua jam beliau tidur dan kemudian bangun lagi pada pukul 04.00 untuk memulai aktifitas hari barunya
Jadi beliau menghabiskan waktu untuk tidurnya hanya 3 jam hingga 3 jam 15 menit . dan beliau istiqamah dalam program waktu yang beliau atur seperti ini selama 13 tahun di Irak dan beliau lanjutkan setelah kembali ke Iran hingga beliau wafat.
Imam juga terkenal memiliki kehati-hatian yang luar biasa tentang penggunaan uang syar’iy yang dikumpulkan dari umat sebagai kewajiban agama yang harus diserahkan kepada seorang marja’ seperti dirinya sebagai wakil Imam Mahdi di masa kegaiban.
Hal ini terbukti beliau tidak berani untuk menggunakan uang tersebut demi kebutuhan pribadinya yang sangat asasi, seperti membeli rumah sebagai tempat tinggal, sehingga beliau hingga wafat hanya menempati rumah kontrakan yang sangat sederhana.
Bukti lain atas hal itu, Imam tidak menjadikan otoritas pengurusan dana syar’iy tersebut sebagai sesuatu yang diwariskan kepada putranya yang sebenarnya sangat layak untuk mengemban amanat tersebut.
Pada saat beliau masuk rumah sakit pada sakitnya yang terakhir, Sayyid Ahmad Khomeini mengumumkan dalam sambutan yang dibacakan di TV dan Radio bahwa sejak saat itu kantor Imam tidak lagi menerima dana syar’iy dari khumus dan zakat
Terdapat milyaran Tuman telah dipersiapkan oleh banyak orang untuk diserahkan kepada Imam. Sehingga pada saat Imam sedang di rumah sakit ada seorang ulama yang menerima titipan khumus yang akan diserahkan kepada Imam, namun Sayyid Ahmad menolaknya dan tidak diperkenankan untuk menerimanya lagi. Dan pada saat itu juga sayyid Ahmad menulis cek sebesar 8 juta tuman untuk diberikan kepada Syeikh Fadhil Lankarani, ketua Hauzah Ilmiyah Qom agar diserahkan kepada para pelajar agama sebagai beasiswa bulanan mereka.
Saat itu juga sayyid Ahmad berpesan kepada Syaikh Fadhil Lankarani, bahwa semua uang yang ada di rekening Imam akan diserahkan kepada Hauzah dan tidak serial pun disisakan untuk keluarganya.
INi adalah revolusi lain yang dilakukan oleh Imam dan keluarganya, dimana beliau tidak mewariskan harta dan kedudukan apapun baik politik atau pun social kepada keluarganya.
Karenanya Sayyid Ahmad tidak menikmati kedudukan dan harta sedikitpun dari Imam begitu pula anggota keluarga lainnya Selain penghormatan masyarakat kepada mereka.
Yang menarik untuk didengar tentang Imam dan putranya Sayyid Ahmad adalah, bahwa Syaikh Fadel Lankarani bercerita pada saya suatu hari, bahwa Sayyid Ahmad Khomeini menghubungi saya dan meminta saya mengumpulkan para guru Hauzah. Pada saat yang ditentukan datanglah Sayyid Ahmad di pertemuan dengan para guru Hauzah dengan membawa satu karung yang beliau letakkan di tengah majlis. Semua terheran dan bertanya kepada beliau. Apa yang beliau letakkan di tengah majlis tersebut. Beliau menjawab, bahwa ini adalah hadiah dan nadzar yang diserahkan oleh orang-orang kepada Imam baik berupa uang, emas ataupun barang berharga lainnya. Kami keluarga Imam menganggap harta ini adalah harta SYUBHAH, artinya tidak jelas apakah dianggap sebagai harta pribadi Imam sehingga bisa kami warisi ataukah harta baytul mal karenanya kami serahkan semuanya kepada HAUZAH untuk dibagikan kepada para pelajar dan guru HAUZAH.(Sumber http://www.iqna.ir)
Minggu, 18 Oktober 2009
heramkempek
→
artikel
→ Imam Khomeini Taladan Umat Abad Ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar