Sejujurnya aku ini belum berkeluarga. Tetapi memahami dunia keluarga dan anak - anak bagi aku pribadi sangatlah menarik. Tentu saja tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup pribadi dan kualitas keluarga untuk kedepan nanti.
Dan kalau boleh jujur tidak ada seorang anak lahir sebagi pendusta, karena pada umumnya tidak ada seorang anak mengetahui bagaiman caranya menipu melainkan ia telah diajar untuk menipu. Semenjak anak mulai mulai mengucapkan kalimat pertma dari bibirnya hingga ia telah didik untuk bebohong, seorang anak akan selalu mengucapkan dan menyampaikan segala sesuatu yang benar saja apa adanya sekalipun yang dia ucapkan itu akan membahayakan dirinya sendiri atau memalukan ibu bapaknya.
Sebenarnya ibu bapaklah yang telah mengajar anak-anaknya untuk mengarang dusta. Disadari atau tidak ibu bapak telah mengajarkan praktek penipuan kepada anak melalui ucapan-ucapan yang bertentangan dengan perbuatan yang ibu bapak lakukan. Ucapan-ucapan yang bertentangan itu bukan saja akan mengacaukan pikiran anak tetapi kedustaan itu juga akan merusak penghargaan anak atas kebenaran.
Orang tua seringkali menggunakan kebohongan kecil untuk menakut-nakuti anak seperti “ kalau kamu pergi ke sana, nanti akan ditangkap hantu “. “ Kalau kamu tidak datang kamu akan saya panggilkan polisi “. “ Jangan keluar pagar, karena orang diluar sana akan memotong telingamu “. “ Ayo cepat kunyak makananmu kalau tidak nanti ibu berikan kepada kucing “ dan beberapa kebohonga lainnya yang sangat sering dilakukan orang tua kepada anak.
Kebohongan-kebohongan tersebut, untuk sesaat mungkin memang bisa membuat anak menuruti apa yang ibu bapak kehendaki atas mereka. Walau dengan alasan yang baik demi kebaikan anak itu sendiri, tetapi bisakah ibu bapak tetap merasa tidak bersalah ketika harus mempertanggungjawabkan kedustaan-kedustaan itu dihadapan Tuhan SWT di akhirat kelak ?. Bukankah Rasulullah telah mensabdakan bahwa, “ Sesungguhnya setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci bersih seperti selembar kertas putih yang tidak bernoda, Ibu bapaknyalah yang menyebabkan ia menjadi Nasrani, Yahudi dan Majusi.”
Seorang anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam rumah tangga tempat cinta dan kejujuran dipraktekkan dengan tulus, akan cendrung lebih mengerti akan hakikat dari suatu nilai kebaikan. Seorang ibu akan lebih berhasil dalam mendidik anak-anaknya apabila disertai dengan contoh dan tauladan dibandingkan dengan nasehat-nasehat yang bertentangan dengan perilaku yang dipraktekkan orang tuanya. Orang tua adalah guru pertama yang seharusnya menjadi acuan bagi anak dalam mempraktekkan cinta dan kasih sayang secara benar sebagaimana ketulusan cinta dan kasih sayang orang tua yang telah diterimanya. Berilah anak nasehat-nasehat yang baik sebagai petunjuk kebenaran hidupnya dan ajari juga dia bagaimana cara mempraktekkan nasehat itu, sehingga anak akan yakin sepenuhnya bahwa nasehat yang ibu bapak berikan benar-benar suatu petunjuk yang benar dan layak untuk dipraktekkan dalam pergaulannya di luar rumah.
Menurutku lebih baik meminta dari pada memerintah, karena dengan meminta berarti memberi kesempatan kepada sesorang untuk membuktikan dirinya atas ketaatan kepada kebenaran. Namun dalam hubungannya dengan pengajaran dan pendidikan akhlak terhadap anak, contoh dan suri tauladan yang diperlihatkan orang tua atas kebaikan cinta dan kasih sayang yang luhur tetap saja lebih berhasil membentuk karakter dan kepribadian seorang anak di rumah.
Sesungguhnya kalau diibaratkan seorang anak adalah ibarat sepotong cermin kecil yang sempurna, yang memantulkan segala bayangan orang-orang disekelilingnya. Segala kebiasaan dan semua sikap kita akan kelihatan pada mereka. Kalau orang tua suka tersenyum ketika berbicara, maka kemungkinan anak juga akan tersentum ketika menjawab. Kalau ibu mengomel dan cerewet, mungkin anak akan senang merajuk dan cengeng. Kalau orang tua selalu mengutamakan sopan santun dan bersikap manis terhadap sesama, maka anak mungkin akan menghargai kesopanan dan penurut. Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang tunduk dan taat menjalankan perintah agama, maka akan lebih mudah menggiringnya untuk merasakan betapa besarnya cinta dan kasih sayang Tuhan kepadanya, sehingga kelak setelah dewasa ia akan menjadi manusia yang bersyukur dalam kesabaran.
Apa yang dilihat, didengar dan dialami oleh anak setiap hari akan menjadi sebagian dari dirinya. Aktivitas keluarga setiap hari itulah contoh yang akan diturut oleh anak. Menjadi orang tua bukanlah sebuah pilihan, tetapi merupkan tuntutan dan konsekuensi atas pilihan yang telah ditetapkan. Tidak ada seorang manusia yang memilih untuk menjadi anak sebagaimana pilihan ketika menjadi orang tua.
Dari dalam diri kita yang dipenuhi cinta kasih sayang.. maka akan terefleksi kepada anak - anak dan membentuk keluarga sakinah yang di dambakan setiap manusia dalam menciptakan generasi - generasi yang penuh cinta kasih.
Minggu, 22 November 2009
heramkempek
→
artikel
→ kamu adalah cerminku....nak...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar