SUMBER:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/25/
Minggu, 25 Oktober 2009 | 03:59 WIB
Bogor, Kompas - Sebagai organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama menghadapi aneka krisis yang bisa mengancam eksistensi lembaga dan merugikan bangsa. Perkembangan sosial, politik, dan ekonomi semakin menekan massa tradisional NU.
Massa NU yang berada dalam kelompok profesional dan menengah atas cenderung tak terberdayakan.
Hal itu mengemuka dalam curah pendapat pengurus dan mantan pengurus cabang istimewa NU di luar negeri dalam Konferensi Internasional NU di Bogor, Sabtu (24/10). Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU umumnya adalah mahasiswa yang belajar di berbagai negara dalam berbagai bidang, mulai dari agama hingga teknik.
M Faqih, mantan PCI NU Inggris, mengatakan, nahdliyin (warga NU) sulit maju karena selalu terbelah antara warga pedesaan dengan kiainya dan kaum intelektual yang umumnya berada di perkotaan. Akibatnya, massa NU yang diklaim mencapai 80 juta jiwa terkumpul pada kelompok massa tradisional yang umumnya berkutat dalam persoalan agama dan kemiskinan. Sebaliknya, warga NU yang berada di kelompok profesional cenderung ingin mengabaikan identitas ke-NU-annya. ”NU tidak siap maju ke dunia intelektual non-agama sehingga warga NU yang berkecimpung di dunia non-agama cenderung meninggalkan identitas NU,” katanya.
Aang Asy’ari dari PCI NU Mesir menambahkan, di tengah gencarnya serangan terhadap tradisi keagamaan NU, tradisi keilmuan pesantren dan kiai justru menurun. Jiwa kejuangan mereka pun kian melemah. Padahal, keilmuan mereka sangat diperlukan untuk membendung penyebaran ideologi Wahabi.
”Para sesepuh NU justru lebih asyik berpolitik dan kurang memerhatikan umat,” ujarnya.
Di pihak lain, kata Asy’ari, NU juga dicap publik terlalu liberal. Kondisi ini membuat sebagian warga NU justru melirik faham keagamaan yang sebenarnya bertentangan dengan ideologi keagamaan NU.
Berbagai sisi
Ketua Pengurus Besar (PB) NU Masdar F Mas’udi menambahkan, tekanan terhadap NU datang dari berbagai sisi. Tekanan dari sisi kanan berupa merabaknya faham fundamentalisme dan radikalisme yang tidak dipahami secara utuh warga NU. Desakan dari kiri berupa maraknya pemahaman agama secara liberal yang umumnya diminati kaum muda NU.
Tekanan dari atas berupa kuatnya represi penguasa dalam politik praktis. Dorongan dari bawah berupa semakin rendahnya loyalitas warga NU terhadap kiainya. ”Di internal organisasi pun terjadi pertarungan antarelite NU,” katanya.
M Zainal Aziz dari PCI NU Lebanon mengatakan, komunikasi elite NU dengan massa di bawah terputus. Karena itu, banyak kebijakan PBNU yang tidak terimplementasikan dengan baik karena ulama lokalnya membuat kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pusat.
Faqih menambahkan, sebagian besar warga NU masih terjebak dalam kemiskinan. Namun, sangat minim upaya yang dilakukan PBNU dalam mengatasi kemiskinan umatnya.
Dalam bidang pendidikan, mantan PCI NU Jepang, Agus Zainal Arifin, berharap ada peningkatan kualitas pendidikan NU, baik yang ada di pesantren maupun madrasah/sekolah yang dikelola Ma’arif NU
Selasa, 27 Oktober 2009
heramkempek
→
artikel
→ KRITIK GENERASI MUDA NU: NU Hadapi Aneka Krisis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar