Selasa, 04 Juni 2013

KHILAFAH DI MATA Dr. Nadirsyah Hosen (Dosen Islamic Law di Univ. of Wollongong, Australia)

Biar diskusinya makin hangat...saya bikin saja dalam bentuk tanya-jawab.
Pertanyaan saya munculkan dan kemudian saya berikan jawabannya. Semoga
bermanfaat.



salam,

=nadir=



*1. Wajibkah mendirikan khilafah?*

* *

*Tidak wajib! Yang wajib itu adalah memiliki pemimpin, yang dahulu disebut
khalifah*, kini bebas saja mau disebut ketua RT, kepala suku, presiden,
perdana menteri, etc. *Ada pemelintiran seakan-akan para ulama mewajibkan
mendirikan khilafah, padahal arti kata "khilafah" dalam teks klasik tidak
otomatis bermakna sistem pemerintahan Islam (SPI) yang dipercayai oleh para
pejuang pro-khilafah.*



Masalah kepemimpinan ini simple saja: " *Nabi mengatakan kalau kita pergi
bertiga, maka salah satunya harus ditunjuk jadi pemimpin*". Tidak ada nash
yang qat'i di al-Qur'an dan Hadis yang mewajibkan mendirikan SPI (baca:
khilafah ataupun negara Islam). Yang disebut "khilafah" sebagai SPI itu
sebenarnya hanyalah kepemimpinan yang penuh dengan keragaman dinamika dan
format. Tidak ada format kepemimpinan yang baku.



*2. Bukankah ada Hadis yang mengatakan khilafah itu akan berdiri lagi di
akhir zaman?*



Para pejuang berdirinya khilafah percaya bahwa Nabi telah menjanjikan akan
datangnya kembali khilafah di akhir jaman nanti. Mereka menyebutnya dengan
khilafah 'ala minhajin nubuwwah. Ini dalil pegangan mereka:



"*Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas
kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk
mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian
(Khilafah 'ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian
Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk
mengangkatnya.*

*Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan 'Adldlon), adanya
atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki
untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong (Mulkan
Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya,
apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya.*

*Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah 'ala
minhajin nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam*." (Musnad Ahmad:IV/273) .



*Cukup dengan berpegang pada dalil di atas, para pejuang khilafah menolak
semua argumentasi rasional mengenai absurd-nya sistem khilafah*. Mereka
menganggap kedatangan kembali sistem khilafah adalah sebuah keniscayaan.
Ada baiknya kita bahas saja dalil di atas.



Salah satu rawi Hadis di atas bernama Habib bin Salim. *Menurut Imam
Bukhari, "fihi nazhar"*. Inilah sebabnya imam Bukhari tidak pernah menerima
hadis yang diriwayatkan oleh Habib bin Salim tsb. *Di samping itu, dari 9
kitab utama (kutubut tis'ah) hanya Musnad Ahmad yang meriwayatkan hadis
tsb. Sehingga "kelemahan" sanad hadis tsb tidak bisa ditolong.*



Rupanya Habib bin salim itu memang cukup "bermasalah" . Dia membaca hadis
tsb di depan khalifah 'umar bin abdul aziz utk menjustifikasi bhw
kekhilafahan 'umar bin abdul azis merupakan khilafah 'ala minhajin
nubuwwah. Saya menduga kuat bhw Habib mencari muka di depan khalifah karena
sebelumnya ada sejumlah hadis yang mengatakan:

"*setelah kenabian akan ada khilafah 'ala minhajin nubuwwah, lalu akan
muncul para raja*."



Hadis ini misalnya diriwayatkan oleh thabrani *(dan dari penelaahan saya
ternyata sanadnya majhul)*. Saya duga hadis thabrani ini muncul pada masa
mu'awiyah atau yazid sebagai akibat pertentangan politik saat itu.



*"Khilafah 'ala minhajin nubuwwah" di teks thabrani ini me-refer ke khulafa
al-rasyidin, lalu "raja" me-refer ke mu'awiyah dkk. Tapi tiba-tiba muncul
umar bin abdul azis --dari dinasti umayyah—yang baik dan adil. Apakah
beliau termasuk "raja" yg ngawur dlm hadis tsb?*



Maka muncullah Habib bin Salim yg bicara di depan khalifah Umar bin Abdul
Azis bhw hadis yg beredar selama ini tidak lengkap. Menurut versi Habib,
setelah periode para raja, akan muncul lagi khilafah 'ala minhajin
nubuwwah--> dan ini merefer ke umar bin abdul azis.* Jadi nuansa politik
hadis ini sangat kuat.*



Repotnya,* term khilafah 'ala minhajin nubuwwah yg dimaksud oleh Habib
(yaitu Umar bin abdul azis) sekarang dipahami oleh Hizbut Tahrir (dan
kelompok sejenis) sebagai jaminan akan datangnya khilafah lagi di kemudian
hari. Mereka pasti repot menempatkan umar bin abdul azis dalam urutan di
atas tadi: kenabian, khilafah 'ala mihajin nubuwwah periode pertama (yaitu
khulafa al-rasyidin) , lalu para raja, dan khilafah 'ala minhajin nubuwwah
lagi. Kalau khilafah 'ala minhajin nubuwwah periode yg kedua baru muncul di
akhir jaman maka umar bin abdul azis termasuk golongan para raja yang
ngawur :-)*



Saya kira kita memang harus *bersikap kritis terhadap hadis-hadis berbau
politik*. Sayangnya sikap kritis ini yang sukar ditumbuhkan di kalangan
para pejuang khilafah.



*3. Bukankah khilafah adalah solusi dari masalah ummat? Selama ummat islam
mengadopsi sistem kafir (demokrasi) maka ummat Islam tidak akan pernah jaya?
*



Di sinilah letak perbedaannya: sistem khilafah itu dianggap sempurna,
sedangkan sistem lainnya (demokrasi, kapitalis, sosialis, dll) adalah
buatan manusia. Kalau kita menemukan contoh "jelek"



dalam sejarah Islam, maka kita buru-buru bilang, *"yang salah itu
manusianya, bukan sistem Islamnya!"*. Tapi kalau kita melihat contoh
"jelek" dalam sistem lain, kita cenderung untuk bilang, *"demokrasi hanya
menghasilkan kekacauan!"*. Jadi, yang disalahkan adalah demokrasinya. *Ini
namanya kita sudah menerapkan standard ganda.*



Biar adil, marilah kita melihat bahwa yang disebut *sistem khilafah itu
sebenarnya merupakan sistem yang juga tidak sempurna, karena ia merupakan
produk sejarah, dimana beraneka ragam pemikiran dan praktek telah
berlangsung.* Sayangnya, karena dianggap sudah "sempurna" maka sistem
khilafah itu seolah-olah tidak bisa direformasi. Padahal banyak sekali yang
harus direformasi.



Contoh: *dalam sistem khilafah pemimpin itu tidak dibatasi periode
jabatannya (tenure). Asalkan dia tidak melanggar syariah, dia bisa berkuasa
seumur hidup.* Dalam sistem demokrasi, hal ini tidak bisa diterima.
Meskipun seorang pemimpin tidak punya cacat moral, tapi kekuasaannya
dibatasi sampai periode tertentu.



Saya maklum kenapa sistem khilafah tidak membatasi jabatan khalifah.
Soalnya pada tahun 1924 khilafah sudah bubar, padahal pada tahun 1933
(the 22nd Amendment) Amerika baru mulai membatasi jabatan presiden selama
dua periode saja. Sayangnya, buku ttg khilafah yang ditulis setelah tahun
1933 masih saja tidak membatasi periode jabatan khalifah. Itulah sebabnya
kita menyaksikan bahwa dalam sepanjang sejarah Islam, khalifah itu
naik-turun karena wafat, di

bunuh, atau dikudeta. *Tidak ada khalifah yg turun karena masa jabatannya
sudah habis.*



Contoh lainnya, sistem khilafah s*elalu mengulang-ulang mengenai konsep
baiat (al-bay`ah) dan syura.* Tapi sayang berhenti saja sampai di situ
[soalnya sudah dianggap sempurna sih :-)]. Dalam tradisi barat, electoral
systems itu diperdebatkan dan terus "disempurnakan" dalam berbagai
bentuknya. Dari mulai sistem proporsional, distrik sampai gabungan
keduanya. Begitu juga dengan sistem parlemen. Dari mulai unicameral sampai
bicameral system dibahas habis-habisan, dan perdebatan terus berlangsung
untuk menentukan sistem mana yang lebih bisa merepresentasikan suara rakyat
dan lebih bisa menjamin tegaknya mekanisme check and balance.



*Tapi kalau kita mau "melihat" ke teori barat, nanti kita dituduh
terpengaruh orientalis atau terjebak pada sistem kafir. Akhirnya kita terus
menerus memelihara teori yg sudah ketinggalan kereta.*



*4. Kalau khilafah berdiri, maka ummat islam akan bersatu. Lantas kenapa
harus ditolak? Bukankah kita menginginkan persatuan ummat?*



Sejumlah dalil mengenai persatuan ummat Islam dan kaitannya dengan khilafah
banyak dikutip oleh "pejuang khilafah" belakangan ini:

Rasulullah SAW bersabda:

* *

*"Jika dibai'at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari
keduanya." (HR. Muslim)*

* *



Bagaimana "rekaman" sejarah soal ini? Ini daftar tahun berkuasanya khilafah
yang sempat saya catat

(sila dikoreksi kalau keliru):



1. Ummayyah (661-750)

2. Abbasiyah (750-1258)

3. Umayyah II (780-1031)

3. Buyids (945-1055)

4. Fatimiyah (909-1171)

5. Saljuk (1055-1194)

6. Ayyubid (1169-1260)

7. Mamluks (1250-1517)

8. Ottoman (1280-1922)

9. Safavid (1501-1722)

10. Mughal (1526-1857)



Dari daftar di atas kita ketahui bahwa selepas masa Khulafa
al-Rasyidin, *ternyata
hanya pada masa Umayyah dan awal masa Abbasiyah saja terdapat satu khalifah
untuk semua ummat Islam.* Sejak tahun 909 (dimana Abbasiyah masih berkuasa)
telah berdiri juga kepemimpinan ummat di Egypt oleh Fatimiyyah (bahkan pada
periode Fatimiyah inilah Universitas al-Azhar Cairodibangun).



*Di masa Abbasiyah, Cordova (Andalusia) juga memisahkan diri dan punya
kekhalifahan sendiri (Umayyah II)*. Di Andalusia inilah sejarah Islam
dicatat dengan tinta emas, namun pada saat yang sama terjadi kepemimpinan
ganda di tubuh ummat, toh tetap dianggap sukses juga :-)



Pada masa Fatimiyyah di Mesir (909-1171), juga berdiri kekuasaan lainnya:
Buyids di Iran-Iraq (945-1055). Buyids hilang, lalu muncul Saljuk
(1055-1194), sementara Fatimiyah masih berkuasa di Mesir sampai 1171.
Ayubid meneruskan Fatimiyyah dengan kekuasaan meliputi Mesir dan Syria
(1169-1260). Dan seterusnya.. .silahkan diteruskan sendiri.

Jadi, sejarah menunjukkan bahwa khilafah itu tidak satu; ternyata bisa ada
dua atau tiga khalifah pada saat yang bersamaan. Siapa yang dipenggal
lehernya dan siapa yang memenggal? Mana yang sah dan mana yang harus
dibunuh?

Kita harus kritis membaca Hadis-Hadis "politik" di atas. Saya menduga kuat
Hadis semacam itu baru dimunculkan ketika terjadi pertentangan di kalangan
ummat islam sepeninggal rasul. Alih-alih bermusyawarah, spt yang
diperintahkan Qur'an, para elit Islam tempo doeloe malah melegitimasi
pertempuran berdarah dengan Hadis-Hadis semacam itu.



Sejumlah Ulama yg datang belakangan kemudian berusaha "mentakwil" makna
Hadis di atas. Mereka menyadari bahwa situasi sudah berubah, dan Islam
sudah meluas sampai ke pelosok kampung. Pernyataan Nabi di atas tidak bisa
dilepaskan dari konteks traditional- state di Madinah, dimana resources,
jumlah penduduk, dan luas wilayah masih sangat terbatas.* Cocok-kah Hadis
itu diterapkan pada saat ini?*



Berpegang teguh pada makna lahiriah Hadis di atas akan membuat darah tumpah
dimana-mana. Contoh saja, karena tidak ada aturan yg jelas, maka para ulama
berdebat, spt direkam dengan baik oleh al-Mawardi, M. Abu faris dan Wahbah
al-Zuhayli: berapa orang yg dibutuhkan utk membai'at seorang khalifah? Ada
yg bilang lima [karena Abu Bakr dipilih oleh 5 orang], tiga [dianalogikan
dengan aqad nikah dimana ada 1 wali dan 2 saksi], bahkan satu saja cukup
[Ali diba'iat oleh Abbas saja]. *Jadi, cukup 5 orang saja utk membai'at
khalifah. Aturan itu cocok untuk kondisi Madinah jaman dulu, namun
terhitung "menggelikan" untuk jaman sekarang.*



Disamping itu, urusan *"memenggal kepala" itu tidak lagi cocok dengan
situasi sekarang.* Contoh: ribut-ribut jumlah suara antara AlGore dengan
Bush 4 th lalu diselesaikan bukan dengan putusnya leher salah satu di
antara mereka. *Begitu juga Gus Dur tidak bisa meminta kepala Mega
dipenggal ketika Mega "merebut" kekuasaannya tempo hari.* Mekanisme
konstitusi yg menyelesaikan semua itu. Nah, mekanisme itu yang di jaman
dulu kagak ada. Apa kita mau balik ke jaman itu lagi?



Akhirnya, dengan adanya catatan sejarah yg menunjukkan bahwa terdapat
beberapa khalifah dalam masa yang sama, di wilayah yang berbeda, *Hadis
politik di atas sudah tidak cocok lagi diterapkan.*



*5. Jawaban anda sebelumnya seolah-olah hendak mengatakan bahwa berdirinya
khilafah justru akan menimbulkan pertumpahan darah sesama ummat islam,
bukan menghadirkan persatuan spt yang didengungkan para pejuang khilafah
saat ini. Betulkah demikian? Benarkah sejarah khilafah menunjukkan
pertumpahan darah tsb?*



Ketika Bani Abbasiyah merebut khilafah, darah tertumpah di mana-mana. Ini
"rekaman" kejadiannya:

Pasukan tentara Bani Abbas menaklukkan kota Damsyik, ibukota Bani Umayyah,
dan mereka "memainkan" pedangnya di kalangan penduduk , *sehingga membunuh
kurang lebih lima puluh ribu orang. Masjid Jami' milik Bani Umayyah, mereka
jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuh puluh hari, dan mereka
menggali kembali kuburan Mu'awiyah serta Bani Umayyah lainnya. Dan ketika
mendapati jasad Hisyam bin Abdul Malik masih utuh, mereka lalu menderanya
dengan cambuk-cambuk dan menggantungkannya di hadapan pandangan orang
banyak selama beberapa **hari, kemudian membakarnya dan menaburkan
abunya.*Mereka juga membunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah,
kemudian
menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih
menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka
juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah
dan menggantungkan jasad-jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian
membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing.
Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Bani Umayyah di Makkah dan
Madinah.

Kemudian timbul pemberontakan di kota Musil melawan as-Saffah yang segera
mengutus saudaranya, Yahya, untuk menumpas dan memadamkannya. Yahya
kemudian mengumumkan di kalangan rakyat: "Barangsiapa memasuki masjid
Jami', maka ia dijamin keamananya." Beribu-ribu orang secara berduyun-duyun
memasuki masjid, kemudian Yahya menugaskan pengawal-pengawalnya menutup
pintu-pintu Masjid dan menghabisi nyawa orang-orang yang berlindung mencari
keselamatan itu. Sebanyak sebelas ribu orang meninggal pada peristiwa itu.
Dan di malam harinya, Yahya mendengar tangis dan ratapan kaum wanita yang
suami-suaminya terbunuh di hari itu, lalu ia pun memerintahkan pembunuhan
atas kaum wanita dan anak-anak, sehingga selama tiga hari di kota Musil
digenangi oleh darah-darah penduduknya dan berlangsunglah selama itu
penangkapan dan penyembelihan yang tidak sedikit pun memiliki belas kasihan
terhadap anak kecil, orang tua atau membiarkan seorang laki-laki atau
melalaikan seorang wanita....



Seorang ahli fiqh terkenal di Khurasn bernama Ibrahim bin Maimum percaya
kepada kaum Abbasiyin yang telah berjanji *"akan menegakkan hukum-hukum
Allah sesuai dengan al-Qur'an dan Sunnah". Atas dasar itu ia menunjukkan
semangat yang berkobar-kobar dalam mendukung mereka, dan selama
pemberontakan itu berlangsung, ia adalah tangan kanan Abu Muslim
al-Khurasani. Namun ketika ia, setelah berhasilnya gerakan kaum Abbasiyin
itu, menuntut kepada Abu Muslim agar menegakkan hukum-hukum Allah dan
melarang tindakan-tindakan yang melanggar kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya, segera ia dihukum mati oleh Abu Muslim. astaghfirullah...*



Cerita di atas bukan karangan orientalis tapi bisa dibaca di Ibn Atsir,
jilid 4, h. 333-340, al-Bidayah, jilid 10, h. 345; Ibn Khaldun, jilid 3, h.
132-133; al-Bidayah, jilid 10, h. 68; al-Thabari, jilid 6, h. 107-109.
Buku-buku ini yang menjadi rujukan Abul A'la al-Maududi ketika menceritakan
ulang kisah di atas dalam al-Khilafah wa al-Mulk.





Note:

*Yang jelas sejarah "buruk" kekhilafahan bukan hanya milik khalifah
Abbasiyah, tapi juga terjadi di masa Umayyah (sebelum Abbasiyah) dan
sesudah Abbasiyah.* Misalnya, menurut al-Maududi, dalam periode khilafah
pasca khulafa'ur rasyidin telah terjadi: perubahan aturan pengangkatan
khalifah spt yang dipraktekkan sebelumnya, perubahan cara hidup para
khalifah, perubahan kondisi baitul mal, hilangnya kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, hilangnya kebebasan peradilan, berakhirnya pemerintah berdasarkan
syura, munculnya kefanatikan kesukuan, dan hilangnya kekuasaan hukum.



*Sejarah itu seperti cermin: ada yang baik dan ada yang buruk. Kita harus
menyikapinya secara proporsional; jangan "buruk muka, cermin
dibelah.*Sengaja saya tampilkan sisi buruknya agar kita tidak hidup
dalam
angan-angan atau nostalgia masa lalu saja, tanpa mengetahui sisi buruk masa
lalu itu.



*Ada kesan bahwa dengan menjadikan "khilafah is the (only) solution" maka
kita melupakan bahwa sebenarnya banyak kisah kelam (sebagaimana juga banyak
kisah "keemasan") dalam masa kekhilafahan itu. Jadi, mendirikan kembali
khilafah tidak berarti semua problem akan hilang dan lenyap; mungkin
kehidupan tanpa problem itu hanya ada di surga saja ^_^*



*6. Ada sejumlah kewajiban yang pelaksanaannya tidak terletak di tangan
individu rakyat. Di antaranya adalah pelaksanaan hudûd, jihad fi sabilillah
untuk meninggikan kalimat Allah, mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya
, dan seterusnya. Sejumlah kewajiban syariat ini bergantung pada
pengangkatan Khalifah. Bukankah di sinilah letak urgensinya kita mendirikan
khilafah?*



*Cara berpikir anda itu masih menganggap khilafah itu sama dengan sebuah
sistem pemerintahan Islam [SPI},* padahal hadis-hadis yang menyinggung soal
khilafah itu hanya bicara mengenai* pentingnya mengangkat pemimpin (dan
sekarang semua negara punya pemimpin kan?).*



Kalau pertanyaannya saya tulis ulang: bukankah sebagian pelaksanaan syariat
islam membutuhkan campur tangan pemimpin? jawabannya benar,dan itulah yang
sudah dilakukan di sejumlah negara: misalnya memungut zakat, menentukan
1 Ramadan dan 1 Syawal, dst. Jadi, syariat Islam sudah bisa berjalan saat
ini tanpa harus ada khilafah.

Lha wong kita sholat, puasa, sekolah, makan, bekerja, menikah, dst adalah
bagian dari syariat Islam dan kita bisa menjalaninya meski tidak ada
khilafah dalam arti SPI. Kita menjalaninya karena pemimpin kita membebaskan
kita melakukan itu semua. Kita tidak dilarang menjalankannya.



Di saudi Arabia, tanpa ada khilafah sekalipun hukuman potongan tangan
(hudud) sudah diberlakukan. Bukan berarti saya setuju dg penerapan hudud
ini. *Saya hanya ingin menunjukkan tanpa khilafah (baca: SPI) maka syariat
Islam juga bisa diterapkan.*



*7. Apa lagi letak keberatan anda thd ide mendirikan khilafah?*

* *

Kalau khilafah berdiri maka dunia ini tidak akan damai. Perang terus
menerus. Para pejuang khilafah menerima saja mentah-mentah Hadis yang
mengungkapkan* 3 langkah dlm berurusan dengan non-muslim:*



*1. ajak mereka masuk Islam*

*2. kalau mereka enggan, suruh mereka bayar jizyah*

* 3. kalau enggan masuk Islam dan enggan bayar jizyah, maka perangilah
mereka.*

Kalau Indonesia sekarang berubah menjadi khilafah, makaSingapore, Thailand,
Philipine dan Australia akan diajak masuk Islam, atau bayar jizyah, atau
diperangi. Masya Allah!



Simak cerita Dr. Jeffrey Lang di bawah ini (yang diceritakan ulang oleh Dr
Jalaluddin Rakhmat):

*Kira-kira dua bulan setelah saya masuk Islam, mahasiswa-mahasiswa Islam di
universitas tempat saya mengajar mulai mengadakan pengajian setiap Jum'at
malam di masjid universitas. Ceramah kedua disampaikan oleh Hisyam, seorang
mahasiswa kedokteran yang sangat cerdas yang telah belajar di Amerika
selama hampir sepuluh tahun. Saya sangat menyukai dan menghormati Hisyam.
Dia berbadan agak bulat dan periang, dan mukanya tampak sangat ramah. Dia
juga mahasiswa Islam yang sangat bersemangat.*

*Malam itu Hisyam berbicara tentang tugas dan tanggungjawab seorang Muslim.
Dia berbicara panjang lebar tentang ibadah dan kewajiban etika orang yang
beriman. Ceramahnya sangat menyentuh dan telah berjalan kira-kira satu jam
ketika dia menutupnya dngan ucapan yang tidakdisangka-sangka berikut ini.*

*"Akhirnya, kita tidak dapat lupa - dan ini benar-benar penting – bahwa
sebagai orang Muslim, kita wajib untuk merindukan, dan ketika mungkin
berpartisipasi di dalamnya, yakni menggulingkan pemerintah yang tidak
Islami - di mana pun di dunia ini - dan menggantinya dengan pemerintahan
Islam."*

*"Hisyam!" Saya mencela. "Apakah anda bermaksud mengatakan bahwa warga
negara Muslim Amerika harus melibatkan diri dalam penghancuran pemerintah
Amerika? Sehingga mereka harus menjadi pasukan kelima di Amerika; suatu
gerakan revolusioner bawah tanah yang berusahauntuk menggulingkan
pemerintah? Apakah yang kamu maksudkan adalah jika seorang Amerika masuk
Islam, dia harus melibatkan diri dalam pengkhianatan politik?!"*

*Saya berfikir begitu dengan maksud memberikan Hisyam suatu skenario yang
sangat ekstrem, sehingga dapat memaksanya untuk melunakkan atau merubah
pernyataannya. Dia menundukkan pandangannya ke lantai sementara dia
merenungi pertanyaan saya sebentar. Kemudian dia menatap saya dengan suatu
ekspresi yang mengingatkan saya terhadap seorang doktor yang hendak
menyampaikan khabar kepada pesakitnya bahwa tumornya adalah tumor
berbahaya. "Ya," dia berkata, "Ya, itu benar."*

*Dr. Jeffrey Lang, muslim Amerika yang juga profesor matematik di
Universitas Kansas, menceritakan pengalaman di atas untuk menunjukkan
betapa "absurdnya" gagasan mendirikan negara Islam bagi orang Islam di
Amerika. "Bagi mereka, ide bahwa kaum Muslim – menurut agama mereka
-berkewajiban untuk menyerang negara-negara yang tidak agresif seperti
Swiss, Brzail, Ekuador atau jika mereka tidak mau tunduk kepada Islam
sangat tidak masuk akal," kata Dr. Lang selanjutnya. Anehnya, di mana saja
Dr. Lang menemukan wacana negara Islam ini dikemukakan, baik di meja
diskusi ilmiah maupun di medan perang.*

Sekian kutipan dari Dr Jeffrey Lang.



Kalau kita sekarang nggak suka dengan doktrin pre-emptive strikenya Bush,
maka sebenarnya kalau sekarang khilafah berdiri, maka khilafah itu juga
memiliki doktrin yang sama. Sungguh mengerikan.

*Hadis di atas telah diplintir maknanya sedemikian rupa sehingga khilafah
akan menjadi monster yang memaksa negara sekitarnya utk memeluk Islam dg
cara diperangi.* Inilah salah satu keberatan saya dg ide mendirikan kembali
khilafah.



*8. Saya heran dengan anda. CIA saja sudah bisa memprediksi bahwa khilafah
akan berdiri pada tahun 2020. Kalau musuh-musuh islam saja percaya dengan
hal ini, bagaimana mungkin anda sebagai Muslim malah tidak mendukung
berdirinya khilafah?*



Biar nggak Ge-Er, kawan-kawan yang pro-khilafah coba baca baik-baik laporan
lengkapnya di sini: www.foia.cia. gov/2020/ 2020.pdf

Intinya, CIA membuat 4 skenario FIKTIF sbg gambaran situasi tahun 2020.
Khilafah itu hanya satu dari empat skenario fiktif tsb. Jadi jangan
diplintir seolah-olah CIA mengatakan khilafah akan berdiri tahun 2020 :-)

*Possible Futures*

*In this era of great flux, we see several ways in which major global
changes could take shape in the next 15 years, from seriously challenging
the nation-state system to establishing a more robust and inclusive
globalization. In the body of this paper we develop these concepts in four
fictional scenarios which were extrapolated from the key trends we discuss
in this report. These scenarios are not meant as actual forecasts, but they
describe possible worlds upon whose threshold we may be entering, depending
on how trends interweave and play out:*

*Davos** World **" illustrating "how robust economic growth, led
by China and India, … could reshape the globalization process";*

*Pax Americana **" "how US predominance may survive the radical changes to
the global political landscape and serve to fashion a new and inclusive
global order";*

*A New Caliphate**" "how a global movement fueled by radical religious
identity politics could constitute a challenge to Western norms and values
as the foundation of the global system"; and*

*Cycle of Fear**" proliferation of weaponry and terrorism "to the point
that large-scale intrusive security measures are taken to prevent outbreaks
of deadly attacks, possibly introducing an Orwellian world."*

*(The quotes are from the report's executive summary.)*

*Of course, these scenarios illustrate just a few of the possible futures
that may develop over the next 15 years, but the wide range of
possibilities we can imagine suggests that this period will be
characterized by increased flux, particularly in contrast to the relative
stasis of the Cold War era. The scenarios are not mutually exclusive: we
may see two or three of these scenarios unfold in some combination or a
wide range of other scenarios.*

Yang menarik, laporan itu juga menyebut-nyebut soalIndonesia lho. Ini
prediksi mereka:

*"The economies of other developing countries, such as Brazil, could
surpass all but the largest European countries by 2020; Indonesia's economy
could also approach the economies of individual European countries by 2020."
*

Lalu apa yang akan terjadi dengan Amerika (menurut laporan tsb):

*"Although the challenges ahead will be daunting, the United States will
retain enormous advantages, playing a pivotal role across the broad range
of issues --economic, technological, political,and military-- that no other
state will match by 2020."*



Jadi, dari skenario fiktif yg mereka susun, Amerika tetap saja jaya.
Kerjaan CIA kan ya memang begitu...*kok bisa-bisanya kawan-kawan pejuang
pro-khilafah percaya sama CIA. Bukankah prestasi terbesar CIA adalah saat
mengatakan di Iraq ada weapon of mass destruction (WMD)? Kita tahu ternyata
WMD memang fiktif belaka. Yah jangan-jangan khilafah juga bakalan bernasib
sama: fiktif.*



Tentang Penulis :



*Dr. H. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), PhD* adalah orang Indonesia
pertama yang diangkat sebagai dosen pada fakultas hukum diAustralia. Pada
tahun 2005 ia bekerja sebagai *post-doctoral Research Fellow* di TC. Beirne
School of Law, Universitas Queensland, dimana ia mengajar mata kuliah
"*Comparative
anti-terrorism law and policy*" pada program master hukum.[1] Awal
tahun 2007, Nadirsyah Hosen diangkat menjadi dosen tetap pada Fakultas
Hukum, Universitas Wollongong. Ia mengasuh mata kuliah "*Islamic Law*" dan "
*Foundations of Law*".[2]

Ia lulusan dari Fakultas Syari'ah, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia lalu meraih gelar *Graduate
Diploma in Islamic Studies*, dan *Master of Arts with Honours* dari Universitas
New England. Kemudian ia meraih gelar *Master of Laws* dari Universitas
Northern Territory.

Peraih dua gelar doktor (PhD in Law dari Universitas Wollongong dan PhD in
Islamic law dari National University of Singapore) ini telah melahirkan
sejumlah artikel di jurnal internasional seperti Nordic Journal of
International Law (Lund University), Asia Pacific Law Review (City
University of Hong Kong), Australian Journal of Asian Law (University of
Melbourne), European Journal of Law Reform (Indiana University), Asia
Pacific Journals on Human Rights and the Law (Murdoch University), Journal
of Islamic Studies (University of Oxford), and Journal of Southeast Asian
Studies (Universitas Cambridge).

Disamping itu, Nadirsyah Hosen adalah seorang kiai dari organisasi Islam
terbesar di Indonesia: Nahdlatul Ulama (NU). Sejak tahun 2005, ia dipercaya
sebagai Ra'is Syuriah, pengurus cabang istimewa NU
di Australia dan Selandia Baru.

Beberapa tulisan dan kolomnya tersebar di media massa Indonesia
seperti Gatra[3], Media Indonesia, The Jakarta Post dan Jawa Pos. Kumpulan
artikel keislamannya bisa dibaca di Isnet.[4]

Pada bulan September 2007 Nadirsyah Hosen meluncurkan bukunya, *Shari'a and
Constitutional Reform in Indonesia*, yang diterbitkan oleh ISEAS (Institute
of Southeast Asian Studies), Singapore, 2007.[5]



*Referensi*

1. *^* Blog Nadir Hosen
2. *^* Nadirsyah Hosen di situs Universitas Wolonggong
3. *^* *Sutiyoso dan Pengadilan Koroner*. Gatra, 7 Juni 2007
4. *^* Kumpulan artikel elektronik Nadirsyah Hosen
5. *^* Rais Syuriah PCINU Australia Luncurkan Buku Berbahasa Inggris

Tidak ada komentar:


review http://mahesakujenar.blogspot.com on alexa.com
free counters

Followers

 
heramkempek © . Template by: SkinCorner. SEO By: Islamic Blogger Template